Tag Archives: perjalanan

Segi Lima di Tebet

Bulan baru dan status baru, serta tentu saja tagihan baru blog ini. Heu. Maka, ada baiknya jika saya mulai melunasi hutang untuk misi yang ternyata tidak mudah bernama #KelilingKAJ. Sesudah menggunakan si BG untuk #KelilingKAJ ke Paskalis, Danau Sunter, dan Pejompongan, maka saya menggunakan teknologi baru untuk berkeliling. Teknologi bernama Go-Jek. Heuheu. Target #KelilingKAJ kali ini adalah salah satu Dekenat Selatan yakni Paroki Fransiskus Asisi Tebet.

Untuk menuju Gereja Katolik di kawasan Tebet ini, patokan paling mudah adalah Hotel Pop! Tebet. Berhubung satu kompleks dengan sekolah Asisi, Gerejanya tidak di pinggir jalan besar, melainkan di jalan kecil perumahan. Saya masuk melalui seberang Hotel Pop!, menyusuri jalan sesuai penunjuk arah panah ke sekolah. Masuk ke dalam kompleks sekolah Asisi kemudian melintas sekolah Asisi hingga ke ujung untuk kemudian menemukan sebuah bangunan yang tidak besar. Itulah Gereja Fransiskus Asisi Tebet.

Selengkapnya!

Bersua Kembali Dengan Merapi

Gunung itu namanya Merapi, disebut-sebut sebagai gunung berapi yang selalu aktif. Dan gunung itulah yang selalu menjadi patokan saya sejak tahun 2001 di Jogja–tentu sebelum hotel-hotel perebut trotoar berdiri di Jogja. Dulu, kalau kesasar, tinggal cari ke sekeliling, adakah Merapi? Jika ada, maka jelas, itu utara. Langkah selanjutnya adalah mudah. Gunung itu pula yang saya lihat pertama kali begitu diguncang bumi pada Mei 2006. Dia ‘hanya’ berasap, karena memang bukan Merapi yang bergejolak.

Merapi pula yang jadi saksi ketika pertama kali saya dipeluk cewek, itu ketika pulang dari Pentingsari. Merapi pun adalah tempat ketika Bang Revo dipakai jadi modus boncengin cewek. Dan yang paling jelas bin terang dari semuanya itu, Merapi adalah saksi ketika gadis idaman tsurhat sama saya tentang cowok idamannya yang bukan saya. Pedihlah mah kalau mau dikenang.

wpid-photogrid_1442937817711.jpgBagaimanapun, Merapi dan Jogja pernah dan akan selalu menjadi bagian dari hidup saya. Maka, ketika sedang tidur-tidur manja di Ciawi dan tetiba saya ingat Jogja, langsunglah saya berencana liburan ke Jogja. Namun boleh jadi saya tetiba ingat Jogja itu adalah bukti sebuah feeling, karena pada akhirnya dalam waktu penantian yang sangat tidak lama saya benar-benar bisa terbang ke Jogja, tempat lahirnya OOM ALFA!

Selengkapnya!

Perjalanan ke Paskalis

Kata orang, perjalanan itu dilakukan untuk pulang. Demikian pula #KelilingKAJ. Mungkin saya bisa jalan-jalan sampai Kedoya atau sampai Abepura (ini mah sudah beda provinsi gerejawi), namun kadang-kadang kita perlu menjelajah TKP yang dekat-dekat saja dari kos-kosan, walau bukan paroki tempat saya bernaung. Dimana itu? Masih satu Dekenat dengan Jalan Malang, #KelilingKAJ kali ini membahas tentang Gereja Paskalis.

Dimana lokasinya?

Paroki Cempaka Putih yang menaungi Gereja Paskalis ini sebenarnya mudah sekali dicapai, yakni di Jalan Letjen Soeprapto Cempaka Putih. Tidak jauh dari gedungnya Bea Cukai atau juga Rumah Sakit Islam maupun kantor pusat Kalbe Farma hingga Kantor Pusat Taspen. Halte TransJakarta terdekat adalah Halte Pasar Cempaka Putih yang berada di dekat Ace Hardware Cempaka Putih.

Selengkapnya!

Enam Senja di Papua

Hidup ini memang selalu ada konsekuensinya, bisa baik, pun bisa buruk. Nah, salah satu hal yang bahkan hingga 1 tahun yang lalu tidak terbayangkan oleh saya, justru terwujud ketika saya nyemplung di pekerjaan sekarang ini. Jika saya tetap berada di pabrik, jadi PPIC nan berjaya dan membahana membelah angkasa, maka sampai metode perencanaan Johnson beranak pinak jadi Johnson Simamora dan Johnson Simorangkir pun saya nggak bakal bisa menulis cerita ini. Ya, ada beberapa keinginan sederhana di dalam hidup ini dan sejujurnya salah satu yang masuk list itu adalah…

…menginjak tanah Papua!

wpid-photogrid_1435162319419.jpg

Kenapa? Entah, saya bahkan tidak tahu sama sekali alasan yang tepat. Namun saya mungkin mau mengira-ngira bahwa saya sudah pernah berada di Nias Selatan, maka saya ingin berada di sudut lain negeri nan indah bernama Indonesia ini. Tempat itu, ya, Papua. Maka, ketika tanggal 3 Juni silam dapat kabar bahwa akan ditugaskan ke Jayapura, harapan saya sungguh sangat sederhana. Jangan batal. Untunglah pada akhirnya tidak batal. Walau memang harus begebug sangat karena baru ditinggal pergi satu pekan, masuk sehari, lalu pergi lagi, saya lantas rela-rela saja. Ya, karena memang harus rela. Menurut ngana, pegawai-biasa-nan-agak-merana macam saya ini bisa apa? Heuheu.

Selengkapnya!

Menuju Puncak

Sejak dua bulan yang lalu saya dikasih tahu sama Dokter Riani bahwa akan ada rekoleksi tim pelayanan PITC. Dari aneka grup yang tersedia, saya membaca sekilas tempatnya, namun yang teringat di kepala hanya Sindanglaya. Ya, sudah, booking jadwal pribadi dan meniadakan agenda #KelilingKAJ serta latihan bareng CFX di Kolese Kanisius.

IMG_6474 copy

Mengingat hidup saya sangat tergantung jadwal dinas, mulailah saya deg-degan ketika minggu lalu ada wacana dinas ke Kupang. Tapi seperti pernah saya tulis di blog ini juga bahwa entah kenapa kalau urusannya untuk pelayanan, hawa-hawa lancar itu selalu terasa. Pada akhirnya saya ke Kupang tanggal 17 sampai 19 Maret. Tanggal terakhir ini ulang tahun pacar, dan ketika pacar ulang tahun saya malah sibuk berusaha mencapai kos dari El Tari.

Dua malam di hotel, lalu semalam nggak kerasa di kosan, saya kemudian akan mendapatkan dua malam lainnya di Sindanglaya. Sungguh, hidup sebagai petualang itu indah. Asal bukan petualang cinta.

Selengkapnya!

18 Alasan Kamu Harus Datang ke Bukittinggi

Well, well, well. Sudah berapa kali saya menulis tentang Bukittinggi di blog ini. Cukup banyaklah pokoknya. Cari saja sendiri, kalau nggak percaya. Memang, sih, saya lelaki, susah dipercaya. Tapi plis, tolong dipahami! Okesip. Bicara kota Bukittinggi tentu saja nggak akan ada habisnya. Sudah begitu, kamu belum pernah datang ke Bukittinggi? Ah, sayang sekali. Supaya semakin termotivasi, berikut ini saya beberkan secara gamblang bahwa ada DELAPAN BELAS alasan kamu harus datang ke Bukittinggi. Banyak, kan? Makanya. Terus apa saja 18 alasan itu? Ini, nih.

1. Malalak dan Lembah Anai

Anggap saja kamu datang ke Sumatera Barat via langit. Otomatis kamu akan mendarat di Bandar Udara Internasional Minangkabau (BIM). Setelah bergelut dengan serbuan tawaran travel yang dimulai dari sejengkal sejak pintu keluar. Yup, sebagaimana banyak jalan menuju Vatikan sambil selfie, eh, Roma, maka ada beberapa jalan juga menuju Bukittinggi dari BIM ini. Dua jalan yang paling umum boleh dibilang memiliki karakteristik tersendiri, sekaligus menjadi alasan bagi kamu untuk pergi ke Bukittinggi. Kenapa? Baru menuju Bukittinggi saja, sudah disuguhi pemandangan keren.

Via Malalak, boleh dibilang adalah jalan alternatif dari jalur utama Padang-Bukittinggi. Umumnya, travel tidak akan lewat Malalak kecuali ada penumpang yang turun di Balingka dan sekitarnya, atau jalur utama sedang macet parah. Menurut seorang Bapak yang turun di Balingka waktu saya mudik via Malalak kemaren, jalur Malalak ini adalah menyusuri pinggangnya gunung Singgalang. Begitu saya googling, katanya Tandikat. Yang bener yang mana? Heu. Jalur ini boleh dibilang rawan longsor dan penuh batu besar, plus ada beberapa cerita mistis soal batu besar. Plus, dari ketinggian tertentu, kita bisa melihat LAUT! Bayangkan betapa tingginya.

Sumber: 2persen.wordpress.com
Sumber: 2persen.wordpress.com

Terus kalau via jalur normal, sudah dipastikan kita akan menyaksikan pemandangan klasik benama Lembah Anai, dan air terjun yang legendaris. Saking legendarisnya, ketika musim liburan para pengunjung mampir dan, ya, lumayan bikin macet. Tapi, tetap saja, indah.

west-sumatra-trip-2013-0221
Sumber: terbanglayang.wordpress.com

Jadi nggak usah takut, lewat manapun, selalu ada alasan untuk pergi ke Bukittinggi.

Kumplit disini!

Dua Malam di Manado

Heyhoh! Kembali lagi dalam edisi perjalanan di blog sepele ariesadhar.com ini! Kembali lagi atas nama pekerjaan, saya kembali naik pesawat. Sesungguhnya, naik pesawat di kala berita tentang proses evakuasi Air Asia QZ8501 sedang kencang-kencangnya, bukan hal yang mudah. Apalagi kali ini perjalanannya kembali menuju timur. Timur Prado…, eh, ya ke timur aja, gitu. Untungnya lagi, kali ini pekerjaannya tidak selama dan seberat yang dua perjalanan awal yang tentunya bisa dibaca juga liputannya di blog ini.

Jadi, kemana saya kali ini?

manado1

Yup, saya kembali lagi ke Bumi Celebes. Sesudah kemaren ke salah satu kakinya, sekarang saya ke kepalanya. Demi efektivitas perjalanan dan pekerjaan, akhirnya diputuskan bahwa berangkatnya jam 05.30 pagi WIB. Yang mana daripada saya harus sudah ada di bandara Soekarno-Hatta setidak-tidaknya jam 04.30, dan tentu saja saya nggak mungkin nunggu Damri jam segitu. Jadilah saya sok kaya dengan Taksi Blue Bird. Mau bagaimana lagi? Pukul 03.30 saya sudah cabut dari kosan, ditemani rintik hujan dan maling-maling yang sedang dinas.

Lanjutkan bacanya, yuk!

Tujuh Hari di Kendari

*ngusir gembel yang lagi nginep di blog ini*

*bersihin sarang laba-laba*

Tugas atau dinas luar adalah hal yang biasa dalam 2 tahun pertama karier saya, bahkan sempat sampai pada tataran bilang, “Udah, Pak. Yang lain aja yang berangkat”. Tapi itu dulu. Tiga tahun berikutnya? Boro-boro. Disuruh berangkat training aja kagak. Ngendon belajar sendiri di dalam kantor dan hanya pergi sekali. Itu juga ke Bandung, balik hari, bertemu supplier tua bangka dengan istri remaja. Kabar terakhir, supplier itu habis bangkit dari koma, untuk kedua kalinya. Luar biasa survive.

Untitled3

Maka, ketika masuk ke pekerjaan yang memang perlu dinas ke luar kota macam sekarang ini tentu nggak terlalu kagok. Koper siap, mental juga biasa. Koleksi botol shampo hotel saya cukup memperlihatkan jatidiri saya yang sudah menginap di berbagai hotel. *ngutil kok ngaku*

Masalahnya kemudian adalah surat tugas untuk pergi dinas itu datang tanggal 16 Oktober, untuk berangkat tanggal 19 Oktober. Bukan mepetnya yang jadi masalah, tapi tanggal 19 Oktober itu sudah saya book untuk menghadiri pernikahan Coco, si mantan playboy. Coco ini muncul beberapa kali di dalam buku saya OOM ALFA, terutama di bagian Gempa Jogja.

Di sisi lain, saya cukup excited dengan tugas perdana ini. Memang semua yang perdana itu bikin excited, semacam malam pertama (kecuali untuk yang sudah malam pertama duluan sebelum nikah, sih). Apalagi tujuannya adalah sebuah kota yang ada di kaki K dari pulau yang belum pernah saya injak sebelumnya. Celebes. Tebak, kota apa? Yup. Kendari, ibukota Sulawesi Tenggara. Provinsi yang lagi butuh banyak anggota DPRD karena lagi hobi pemekaran. Entah pemekaran itu berguna atau tidak.

Lanjutkan membaca, Mbohae!

Melihat-Lihat Cibadak Culinary Night (CCN)

Terima kasih kepada Pak Ridwan Kamil dan upayanya untuk meningkatkan Index of Happiness dari warga Bandung. Dan salah satunya adalah memperbanyak jumlah event yang berbau happy-happy. Nah, salah satunya adalah Cibadak Culinary Night alias CCN. Ya begitulah, belakangan saya–si penulis Oom Alfa–memang jadi sering ke Bandung dan mulai lebih akrab dengan Primajasa alih-alih Mayasari, makanya bisa ikut-ikutan proyek Pak Ridwan untuk happy-happy.

Sesudah mencicipi Braga Culinary Night (BCN) yang kisahnya bisa dibaca secara lengkap disini, tentu saja saya penasaran dengan tipe serupa yang mestinya berbeda. Lha kok gitu? Sejauh saya dengar, Cibadak adalah salah satu area Pecinan di Bandung. Jadi, mestinya saya bisa memperoleh varian kuliner yang berbeda dengan yang saya temui di Braga sebelumnya. Dan baru ngeh juga, ternyata di tanggal 22 Februari silam, di Bandung ada 2 event yang sama-sama Culinary Night. Cikarang? Tetap setiap dengan Taman-Seribu-Janji-Culinary-Night-Yang-Bikin-Macet-Tiada-Tara.

IMG_4487

Nah, berbekal ekspektasi yang kadung tinggi gegara puas dengan BCN, maka berangkatlah saya ke Cibadak. Dan berhubung saya nggak akrab sama Bandung, tentu saja saya berangkat ke CCN  bareng mbak-mbak yang paham Bandung dan paham hati saya. #tsahhh

Mari jalan-jalan!

Jobless Escape: Cisantana

Sesudah mengambil keputusan penting untuk resign dari pekerjaan yang saya tekuni selama 4 tahun 10 bulan, saya tentu saja menjadi jobless. Dalam terminologi yang lebih kejam, bisa disebut sebagai pengangguran. Nggak apa-apa deh, minggir sejenak demi kebaikan bersama. Lagipula, setidaknya untuk 1 bulan ke depan, tabungan masih cukup untuk sekadar makan indomie goreng.

IMG_4373

Dan persis sehari sebelum hari terakhir di kantor, saya dapat ajakan untuk makan cwi mie secara gratisan oleh Mas Didit, lulusan IT yang jadi juragan bahan kimia. Yah, namanya mau jobless saya sangat peka pada sesuatu yang bernama gratisan. Maka, berangkatlah saya ke tempat Oma untuk makan cwi mie.

Ngobrol-ngobrol lama, cwi mie-pun menjelang tutup. Eh, begitu saya, Bayu, Agung, Mas Didit, dan Mbak Metta keluar, tetiba ada Pak Paulus di luar. Obrolan santai kemudian berlanjut. Yup, manusia-manusia ini adalah orang-orang yang saya kenal karena sama-sama tergabung di bagian Pelayanan PITC. Sepelenya, orang-orang yang dipilih untuk melayani.

IMG_4435

Nah, sambil makan bakso, Pak Paulus lalu bilang, “Gue mau ke atas besok. Mau ikut nggak?”

Saya masih bingung. Tapi lantas Mas Didit menimpali, “Ke Cisantana? Ayo aja! Melu ora?

IMG_4433

Sebagai orang yang keesokan harinya akan jobless dan pasti bingung hendak melakukan apa, saya segera mengiyakan ajakan ini. Lagipula, saya sudah cukup lama nggak menginap di tempat peziarahan yang sesuai agama yang saya anut. Terakhir kali itu sekitar tahun 2008, bersama pacar, yang sekarang sudah menjelma menjadi mantan. Memang kemudian saya masih menyempatkan diri mampir ke Sri Ningsih, Ganjuran, Jati Ningsih, hingga Sendang Sono, tapi semuanya tidak menginap. Bayangan seru dinginnya Cisantana langsung memenuhi akal pikiran saya, hingga kemudian memutuskan ikut. Sudah kebayang juga membawa Eos karena sebelumnya dia baru sempat mengambil gambar di Sendang Sono.

IMG_1805

Dan Sri Ningsih.

IMG_3255

Serta Lembah Karmel.

IMG_4311

Perjalanan dimulai jam 11 malam karena saya belibet masukin si BG ke kamar, berhubung mau ditinggal beberapa hari. Eh, ternyata ada peserta tambahan selain EO Pak Paulus, Mas Didit, dan Mbak Metta. Pak Tri ternyata berhasil dirayu untuk ikutan juga. Kadang-kadang saya iri sama mereka-mereka yang kerjanya swasta begini, sehingga bebas soal waktu. Inipun kalau saya tidak jobless nggak bakal ikutan juga.

Profil perjalanannya kira-kira seperti ini:

Untitled

Selengkapnya