Satu Cerita Tentang Juara Tiga

Saya jarang menulis tentang kisah di balik tulisan-tulisan yang menjadi juara di berbagai perlombaan. Sebabnya satu: saya jarang juara. Heuheu. Bisa dilihat di sisi kanan blog ini, bahwa saya itu jadi juara lomba menulis dapat dihitung pakai jari sebelah tangan doang. Saking jarangnya.

Nah, mungkin khusus yang ini agak berbeda. Sebab, kalau yang dua sebelumnya adalah lomba blog, maka hari ini saya dapat rejeki di sebuah perlombaan Karya Tulis Ilmiah. Cuk, tulisan saya model di Mojok begitu, ternyata saya bisa juga ya nulis (((ILMIAH))).

Dikisahkan dari awal saja ya. Saya dikasih tahu lomba karya tulis ilmiah ini oleh dua orang teman. Satu, teman kantor sendiri. Senior, ding. Kedua, teman kampus yang kebetulan pegawai di instansi penyelenggara lomba. Sang teman ini yang cuilan kisahnya saya tulis di salah satu post blog ini, dan gara-gara itu, katanya… dia jadi enggan nulis curcol di blog lagi. Ew~

Intinya sih tenggatnya tanggal 5 Juni. Dengan format penulisan karya ilmiah (pendahuluan, teori, framework, pembahasan, dan kesimpulan). Minimal 1.250 kata. Rasanya itu saja.

Masalahnya adalah periode akhir Mei sampai 12 Juni adalah periode Ujian Akhir Semester. Dan ini era pandemi. Jadilah UAS-nya pasti berupa tugas dan tentu tidak sesederhana menjawab soal di lembar jawab dengan tulisan tangan.

Tugasnya rupa-rupa. Ada yang bikin critical note, review paper, sampai video segala. Mantap pokoknya. Mana saya sambil ngasuh anak di rumah pula. Nggak heran kalau anak saya jadinya ya anak asuh Daddy Pig dan hanya memanggil bapaknya kalau di YouTube ada iklan. Oya, iklan sedikit, ini salah satu tugas saya.

Lebih ciamik lagi adalah tanggal 5 itu tenggat UAS Statistik yang bahkan belum saya kerjakan pada tanggal 3, sebab saya fokus mengerjakan proposal tesis yang merupakan UAS Metodologi Penelitian dengan tenggat tanggal 3.

Pada akhirnya sih saya hanya bilang, “kalau sempat ya ikut…”

Posisinya waktu itu tanggal 5 sore hari ketika sang dosen secara baik hati melakukan pengunduran jadwal pengumpulan UAS! Ketika itu, saya belum kelar menggarap ujian bertenggat sama persis dengan lomba. Pengunduran itu kemudian memberikan potensi saya untuk ikut lomba lagi. Toh, masih ada 8 jam sebelum deadline.

BIKIN KARYA TULIS ILMIAH DELAPAN JAM ITU APAAN?

Untuk lebih memperjelas, bahkan saya sebenarnya mulai benar-benar menulis itu jam 8 malam. Heuheu.

Lantas apa rahasianya?

Sederhana saja, saya yakin kalau “hanya” menulis 1.250 kata itu saya bisa kelar dalam 1-2 jam. Saya sudah mencoba mencari topik yang relevan dengan tema, tapi kurang sreg secara mutu. Bukan apa-apa, dengan segala kegagalan yang pernah saya alami, tentunya saya menetapkan standar tertentu kalau mau ikut-ikut lomba. Saya biasa gagal, tapi saya nggak biasa berkarya sembarangan.

Pada akhirnya saya mengingat review paper pertama yang saya buat ketika kuliah S2. Di paper itu saya menguliti konsep “Trusted Advisor” begitu dalam dengan berbagai jurnal terkini. Tulisan itu dapat nilai A- dari Pak Dosen. Dan dengan posisi tenggat mepet begini, kok ya eman ada tulisan 5000 kata yang menurut saya nggak jelek-jelek amat dan nilainya menurut Pak Dosen juga oke, tapi tidak saya pakai.

Maka, terjadilah…

Tulisan saya kemudian berangkat dari konsep “Trusted Advisor” itu untuk membedah tentang “Agile Auditor”. Saya tahu bahwa Agile Auditor ini topik agak baru dan sebenarnya cukup banyak diriset juga. Tapi daripada repot, tentu saya pakai beberapa teori saja.

Kebetulan lagi, karena proposal tesis saya adalah tentang Government 2.0, saya follow akun media sosial Ibu Ines Mergel. Kok ya ndilalah di bulan Mei itu dia mengeluarkan sebuah tulisan yang betul-betul membahas konsep AGILE.

Maka, saya sambungkan dan kebetulan sekali cocok. Itu posisi jam 21.00 kurang lebih. Masih ada 3 jam sebelum tenggat.

Bagaimanapun salah satu keunggulan saya adalah bisa menulis cepat–apalagi kalau kepepet. Keunggulan itu yang dulu bikin saya suka ditelepon redaktur jam 8 malam untuk bisa mengirim tulisan tengah malam sehingga bisa terbit keesokan harinya. Hari ini, redaksi media itu menerima ratusan tulisan setiap harinya sehingga nggak perlu lagi orang-orang seperti saya. Walaupun, ya, saya tetap ngirim ke situ tentu saja. Lha, butuh je.

Ditambah 30 menit menggambar konsepnya di draw.io maka tulisan itu jadi pukul 23 lewat. Sesudah cek demi cek lagi, maka karya itu saya kirimkan beberapa menit sebelum tenggat berakhir.

Dan ya sudah. Selesai di situ.

Hingga kemudian hari tibalah hari Kamis sore, 11 Juni 2020. Itu posisinya adalah saya tengah mempersiapkan perayaan HUT Baginda Isto yang ke-3 keesokan harinya. Saya dikontak sama panitia lomba yang mengabarkan bahwa tulisan saya masuk 6 Besar. Okebaik.

Nah, dari 6 besar itu harus menyiapkan paparan untuk dipresentasikan ke dewan juri.

EH EH EH. SIK SIK SIK. Seingat saya nggak ada kriteria presentasi di flyer lombanya. Tapi kalau ada presentasi begini, kan… saya jadi deg-degan.

Tapi baiklah, dijalani saja. Saya mungkin orang paling culun di deretan 6 besar itu. Setidaknya dua nama adalah lulusan luar negeri, salah satunya bahkan S2 dan S3. Satunya lagi, gelar Certified-nya panjang sekali. Ada pula Widyaiswara yang tentu saja mengajari saya pas Diklat JabFung.

Lha, saya? Nulis di Mojok saja jarang-jarang masuk tulisan terpopuler.

Gara-gara presentasi ini tentu pengaturan berubah. Alih-alih menyiapkan party, saya malah bikin presentasy. Jam 1 pagi, saya kirim slidenya ke panitia. Soalnya disuruh kirim sebelum jam 8. Saya bukan mau pamer kesiapan ke panitia. Masalahnya, biasanya saya bangun jam 9 pagi~

Demikianlah akhirnya sampai ke presentasi. Ketika kontestan lain latarnya adalah meja kerja, aula kantor, maka latar belakang video saya adalah…

…BALON ULTAH KRISTO, yang sudah kadung terpasang.

Ketika tiba-tiba ada agenda seperti ini, pada akhirnya saya menganggap bahwa ini mungkin rejeki si Isto. Toh, setidaknya saya sudah jadi juara harapan 3 kan. Juara 6 dari 90-an peserta itu sudah wow sekali rasanya.

Sore tadi, saya ketiduran. Saya terlambat nonton live YouTube pengumumannya. Tapi ada teman LPDP yang DM dan bilang bahwa saya juara 3. Karena saya kadang-kadang adalah Thomas alias Didimus, maka saya nggak berbahagia dan nggak percaya kalau nggak melihat. Apa daya, hidup saya 6 tahun terakhir kan dipaksa skeptis.

Maka, saya pencet mundur live YT yang sedang berjalan. Nemu pertama malah Bapaknya Dirham. Pencet maju, nggak nemu. Mundur lagi nggak nemu. Ternyata lombanya banyak, gaes.

Pada akhirnya tentu saja ketemu dan ya benarlah bahwa saya dapat juara 3. Saya tiada bisa berkata-kata lagi sebab rasanya itu sudah paling mentok. Dan ini adalah pertama kalinya tulisan saya dalam format ilmiah dapat penghargaan di lomba tingkat nasional.

Sekali lagi, saya mengisahkan riwayat di balik tulisan bukan bermaksud apa-apa selain wujud rasa syukur. Waktu menang Lomba Blog BPK itu saja saya sudah merasa kayaknya itu bakal menjadi prestasi saya paling tinggi seumur hidup soalnya~