[Interv123] Scientist-Mother-Wife-Blogger

Haloh, jumpa lagi di sesi antah berantah dari blognya Ariesadhar yang sudah antah berantah ini. Sebut saja sesi itu sebagai ‘bunga’, 19 tahun. Eh, salah. Maksud saya, sesi itu bernama Interv123. Kalau belum pernah tahu soal interv123, bisa tengok-tengok ke Introduction.

Oke, kita mulai.

Ada sebuah pepatah yang bilang “tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”. Nah, tamu saya kali ini melakukan modifikasi terhadap pepatah itu sehingga menjadi “tuntutlah ilmu sampai ke negeri Korea, sekalian juga bawa pulang jodoh dari sana”.

Yup, saya yakin ada banyak gadis-gadis Indonesia yang iri hati sama tamu saya ini. Di kala gadis-gadis itu sibuk menonton DVD artis Korea, yang terkadang tanpa subtitle sekalipun, tamu saya ini malah punya perjanjian sehidup semati dengan pria Korea.

Jadi, mari kita sambut tamu istimewa kita…

Olivia Mayasari Tandrasasmita, M.Sc.

Silakan berkunjung ke dukun ternama Mbah Google dan cek nama di atas, niscaya akan keluar hasil-hasil penelitiannya sebagai seorang scientist. Bahkan kalau pernah membaca sebuah koran nasional beberapa bulan yang lalu, wajahnya nangkring sebagai latar belakang gel biru. Ini nih, fotonya.

kompas

Yah, saya juga ragu siapa atau apa yang sebenarnya menjadi fokus foto ini. Nah, kalau mau yang lebih enak dipandang, ini nih.

olive

Oliv menempuh pendidikan S2-nya di Korea dalam bidang Cancer Biology selama kurang lebih 2 tahun lamanya. Dan seperti saya tulis di atas, selain mendapatkan gelar S2, dia juga mendapatkan jodohnya di negeri seberang, dan bahkan berhasil membawanya ke Indonesia. Tsakep bener dah.

Dan satu alasan lagi saya memilih Oliv sebagai tamu adalah karena dia jauh lebih produktif daripada orang-orang yang menyebut dirinya blogger kemana-mana. Blognya tidak pernah berhenti sejak 2008. Jujur nih, saya pengen menyentil orang yang mengaku blogger–kayak saya–tapi di blognya ditemukan gembel dan sarang laba-laba saking nggak pernah dikunjungi pemiliknya, bahwa ada juga lho orang yang ngeblog rajin tanpa menyebut dirinya seorang blogger.

Plus, blognya amat-sangat-super-duper-lengkap-pun-kece-abis soal kehamilan dan perkembangan anak. Sebagai seorang penulis yang ngakunya mengawali karier menulis dari ngeblog, saya berani merekomendasikan blognya Oliv sebagai blog acuan untuk kehamilan, perkembangan anak, dan tentu saja acuan untuk hidup di Korea.

Jadi, mari kita tanya-tanya dia. Wawancara dilakukan via file Word, karena kalau pakai aplikasi chatting nanti mengganggu aktivitas jam kantor. Heuheuheu.

12 Pertanyaan LIMAWESATUHA

Bagaimana sih ceritanya kok bisa jadi scientist? Kok nggak kerja di bank apa jadi astronot gitu?

Wkwkwkkk sebenarnya cita-cita masa kecil saya itu astronot lho. Saya suka mengerjakan hal-hal “aneh” beda sama yg lain dari dulu, salah satu yang menurut saya aneh itu ya jadi scientist. Kan kesannya keren tuh pake jas putih (mirip astronot kan?), autis sendiri di lab, membicarakan hal yang rasanya cuma kita sendiri yg mudeng hahaha 😀 Itu ego dan idealisme dulu sih waktu masih muda. Seiring bertambahnya usia, saya mulai mikir mestinya nyari kerjaan yg agak wajar aja yah. Biar gampang pindah-pindah kerjaan en bisa ngejar karir yg duitnya lebih pasti wkwkkwk upsss..

Ngomong-ngomong, siapa sih scientist yang jadi role model kamu?

Marie Curie. Waktu saya masih SD saya pernah baca kisah hidup dia dan saya sangat terinspirasi. Dia perempuan tangguh yang terus belajar, dia mendalami riset dan menjadi wanita pertama penerima nobel. Dia meninggal setelah melakukan penelitian radioaktifnya. Buat saya itu sangat keren. Walau penelitiannya menyebabkan dia tak berumur panjang, tapi hasil riset dia bener-bener berguna buat dunia ^^

Kenapa sih rajin amat ngeblognya? Ngeblog nggak putus selama 5 tahun itu kan berat. Banyak blogger yang nggak bisa lho.

Sebenarnya saya ga anggep ngeblog sebagai suatu kerjaan (malah baru nyadar kalo udah 5 tahun ya gue ngeblog?). Malah saya butuh blog itu sebagai tempat penyaluran uneg-uneg dan tempat saya menyimpan memori-memori en foto-foto (maklum ga punya harddisk eksternal wkwkkkk), saya ini orangnya pelupa, jadi kadang saya suka lupa sendiri ma kejadian yg pernah saya alami beberapa tahun yang lalu, dengan membaca tulisan sendiri di blog saya, saya jadi bisa tetep inget-inget terus. Terutama moment-moment terbaik dalam hidup saya ^^

Nah, sekarang pindah topik. Apa sih enaknya punya suami orang Korea? 😀

Suami saya orangnya baik, pekerja keras, berpikiran maju untuk masa depan kami, walau dia seringkali lupa meluangkan waktunya untuk keluarga (karena dia bisa lebih dari 12 jam di kantor), tapi saya tau dia sayang istri dan anaknya. Dia tidak seromantis seperti Korean Guy di film-film tapi beberapa sikapnya membuat dia spesial di mata saya. Dia tidak keberatan untuk jongkok membenarkan sepatu saya di depan umum dan membawakan tas tangan saya kapanpun saya belanja. Dia juga sangat mendukung apapun pilihan karir saya dan tidak memaksa saya memasak di dapur hahahha. Dia seringkali mengajak saya bermimpi tentang karir dan masa depan sebelum kami tidur malam. Saya ga anggap semua itu spesial karena dia Korea ya. Tapi dia spesial krn dia adalah dia. Lebih karena sosok personality dia.

Ecieeee….

Hmmm tapi kalau boleh jujur, seringkali saya menyesal kenapa milih suami beda negara ya hahahhaha.. Terus terang perbedaan kultur itu hal terberat kami, apalagi sejak menikah makin jelas kan perbedaannya, hal simple aja yah. Ketika saya melahirkan kemarin, banyak sekali family dan teman-teman yang datang ke rumah sakit maupun ke rumah kami, mereka antusias melihat anak kami dan beberapa bahkan menggendong anak kami, nah ternyata itu menjadi masalah untuk suami saya. Di adatnya sana, wanita yg baru melahirkan itu ibaratnya masi sangat “lemah”, baby nya pun juga, jadi kalau di Korea, mengunjungi wanita yang baru melahirkan itu justru aneh, apalagi kalau sampe kita minta gendong anaknya. Ibaratnya kita malah ga mau kasi “privacy time” dulu utk recovery. Menurut suami saya, ibu yang melahirkan dan bayinya baru bole dikunjungi teman-temannya setelah 100 hari, karena itulah ada perayaan 100 hari di Korea. Hehehe masalah simple jadi ribet kan? Dan masalah ini pun sukses membuat kami berantem di hari ke-4 setelah saya melahirkan karena banyaknya tamu-tamu saya yang datang ke rumah kami hahahhahhaha

Ribet juga yak. Nah, ehm, bagaimana sih kronologinya kok bisa dapat jodoh pria Korea?

Saya percaya jodoh itu sudah diatur Tuhan. Waktu dapat beasiswa ke Korea, jujur saya tuh ga suka, karena saya maunya ke Eropa atau english speaking country lainnya hahhahaa, tapi apa daya Tuhan nyuruhnya (lewat bos saya tentunya) ke Korea, dan saya percaya semua yang terjadi pada saya selalu yg terbaik yang Tuhan kasi untuk saya. Walau awalnya disana sangat berat, karena saya ga terbiasa dengan ritme kerja mereka plus homesick, ga ada teman dan keluarga, tiap malam saya selalu berdoa, minta dikasi 1 teman saja selama saya di Korea supaya saya ga kesepian.. Dan seperti biasa Tuhan itu kalau kita minta A, Dia selalu kasihnya A, berbonus B dan C.. Jadilah yg saya dapatkan bukan cuma teman di Korea saja, tapi calon suami yang ternyata juga calon ayah dari anak-anak saya hahahhaa

Manisnya. Uhuk. Eh terus, waktu hidup di Korea, dimana tempat yang paling penuh kenangan?

Seoulde hakyo alias universitas kami tercinta. Seoul National University. Selama 2 tahun disana, 80% hidup saya habis di lab. Saya cuma bisa keluar lab di atas jam 8 malam on the weekday, hari sabtu pun masuk sampe jam 3 -4 sore karena lab meeting, dan kadang-kadang hari minggu pun harus masuk bantuin para PhD/post doc yang ada deadline kejar data =.=”” Saya belajar banyak di kampus sana. Dan disana pula saya ketemu cowo yang ternyata ditakdirkan jadi suami saya hahahha

Kalau tempat impian untuk menghabiskan masa tua, dimana?

Untuk masa tua kami pengen hidup di villa daerah pegunungan. Yang banyak bunga-bunga, ada peternakan juga (tapi ga pake bau), ada pemandangan ke danau/laut. Lokasinya terserah. Tapi kami punya impian hidup di negara yg kami berdua sama-sama jadi foreigner. Entah itu Australia or Eropa or Singapore. Selama kami tinggal di Korea, saya jadi foreigner nya, dan ketika kami di Indonesia, suami saya jadi foreigner nya. Yah seperti yang kita udah tau, perlakuan ke foreigner itu kan beda yah. Jadi kadang ada ga enaknya kalau kita jadi foreigner-nya. Nah kami punya impian gimana kalau kita coba explore hidup di suatu negara yang dua-duanya kami jadi foreigner. Hahahhaha impian ga penting yah?!!

Penting kok, penting. Terus gini, kan sekarang sudah punya anak tuh, cakep lagi. Kenapa memilih menjadi working mom?

Menurut saya jadi wanita yang mandiri secara financial itu penting. Menjadi working mom atau tidak sebenarnya ga penting untuk saya, yang penting harus bisa mandiri secara finansial. Dalam artian kalau dalam hitungan hari suami *amit-amit* tiba-tiba meninggal atau kecelakaan yang menyebabkan cacat dan tidak bisa bekerja lagi, kita masih support keluarga dan anak-anak untuk terus hidup. Banyak cewek-cewek yang ga kerja, tapi buka online shop atau terima murid private di rumah, buka kos-kosan, dll, itu semua bole dilakukan. Yang penting jadi cewe harus bisa earn money sendiri, tidak bergantung suami. Tentunya doanya ya tetap suami sehat dan panjang umur, dan bisa terus bekerja cari duit ya. Pendapatan istri bisa buat nabung untuk investasi-investasi masa depan tentunya 🙂

Kapan sih seorang Oliv merasa sangat sedih?

Kalo kesepian. Saya butuh keluarga atau teman-teman, I need the feeling to love and to be loved.

Pantes waktu tinggal sendirian di Korea doanya kenceng. Hehehehe. Nah, berhubung sekarang menetap di Cikarang, apa harapan untuk Cikarang yang panas ini?

Semoga semakin banyak mall ke depannya, supaya kalo kita kepanasan, kita bisa travelling mall to mall hahhahhaha

Sekarang memasuki sesi ngawur. Hayo, kapan pertama kali pacaran?

SMP kelas 3

Siapa artis Indonesia yang menurut kamu gayanya paling “nggak banget”?

Artis-artis yang ga berprestasi tapi kerjanya cuma buat sensasi

Semacam #nomention yak. Ya udah, mari kita lanjut ke…

Pertanyaan 123!

Sebutkan 1 judul lagu masa remaja yang paling kamu ingat!

I want it that way- Backstreet Boys

Sebutkan 2 pernyataan/perkataan dalam bahasa Korea yang pertama kali kamu pelajari, plus artinya ya!

Igo olmaeyo – ini brp harganya?
Oppa, kaka chuseyo – bang, kasi diskonnya dong!!

Baiklah, itu sungguh cewek banget ya. Terakhir nih, sebutkan 3 alasan buat pemuda-pemudi di Indonesia ini agar mau menjadi scientist!

Duh, pertanyaan paling susah hahahhaa oke..
Alasan pertama, dengan jadi scientist, kamu bisa mengekspresikan semua pemikiran kamu sekreatif-kreatifnya dan segila apapun hipotesanya (sampe kadang kita bingung sendiri), tapi herannya banyak orang yang bilang kamu keren bahkan menganggapmu jenius hahahha..
Alasan kedua, ga ada SOP dan seharusnya tidak ada sistem di dunia riset. Kalau kamu ga suka diatur-atur sama yang namanya sistem dan SOP (yang bahkan titik koma aja ga bole diganti), masuklah riset, karena dengan jadi scientist justru kitalah yang dituntut bikin SOP. Start from zero lah hihihi.
Alasan ketiga, semakin banyak belajar, semakin banyak riset dilakukan, semakin sadar bahwa semua yang terjadi di alam semesta ini ada mekanismenya (bukan asal-asalan tiba-tiba begitu) dan semuanya bisa dipelajari dengn “mudah” pake logika.

Sip dah. Terima kasih ya. Salam buat Jaejun di rumah. Hahaha.

Thanks juga.. Salam juga utk om alfa hahhaha

* * *

Begitulah obrolan sama dengan mamanya Jaejun alias Oliv, seorang scientist merangkap ibu dari seorang anak dan istri dari seorang suami (yaiyalah!) serta seorang blogger yang nggak menyebut dirinya sebagai blogger tapi aktif banget ngeblog. Banyak hal yang bisa dipetik dong, mulai dari rahasia-rahasianya scientist sampai fakta bahwa nikah beda negara–dan budaya–itu tidak mudah. Silakan kunjungi dan bongkar-bongkar blognya D.I.A.M.O.N.D di diamondlove.wordpress.com dan disitu akan ditemukan banyak hal. Kabarnya blognya lebih lengkap daripada hypermarket terdekat.

Yup. Semoga pada bisa menyaring value dari obrolan ini yak. Maaf kepanjangan, maklum ngobrolnya sama emak-emak. Heuheuheu. Piss ya, Mama Jun 😀

Sampai juga di Interv123 selanjutnya!

Perjalanan Spiritual

Saya memang absurd. Tapi saya tidak hendak membahas soal absurd itu karena absurd sudah dipakai oleh banyak orang. Salah satu contoh ke-absurd-an saya adalah rela-relanya melakukan perjalanan spiritual ke toko-toko buku semata hendak melihat buku saya Oom Alfa nangkring di toko buku.

Di Jakarta sendiri saya sudah bertualang mulai dari Plaza Semanggi sampai Pluit Village, mulai Central Park sampai Pejaten Village, semata untuk melihat buku dengan judul Oom Alfa di rak toko buku. Yeah. Begitulah saya.

Nah, berhubung konten Oom Alfa itu memuat tentang Jogja. Nggak afdol kalau saya tidak melakukan perjalanan spiritual ke kota asal kisah Oom Alfa ini. Termasuk juga pasar di sekitarnya, setidaknya Klaten dan Magelang. Dan dengan latar belakang yang juga absurd, akhirnya saya sampai juga ke Jogja dan sekitarnya, untuk kemudian bersama Bang Revo bertualang ke tempat-tempat yang kira-kira ada Oom Alfa disana.

Saking absurdnya saya, selalu ada kelakuan aneh. Semisal waktu mudik, saya berangkat ke Rumah Sakit Stroke Nasional hanya untuk bertanya apakah produk dari perusahaan tempat saya bekerja dijual disana atau tidak. Mungkin ini terkait dengan latar belakang profesional saya sebagai orang Supply Chain. Nah, hal yang sama saya lakoni di konteks Oom Alfa. Seperti saya bilang, Oom Alfa ini semacam anak saya. Dan saya ingin melihatnya berprestasi. Salah satunya tentu melihatnya nangkring, untuk dibeli orang.

Apa hasilnya dua hari, ratusan kilometer, bersama Bang Revo?

Jauh-jauh ke dua kota di sekitar Jogja itu, tidak ada Oom Alfa. Hehehe.

Nggak apa-apa, namanya juga perjalanan spiritual, tidak selalu kehendak yang diperoleh. Justru saya harus berpikir bagaimana usaha yang bisa saya kerahkan untuk memperluas cakupan si Oom Alfa ini. Dalam konteks yang sama saya bersyukur ada di penerbit dan jaringan yang ini, karena dari sekian perjalanan, saya lebih banyak menemukan Oom Alfa daripada tidak. Sementara di toko buku yang tidak ada Oom Alfa-nya, saya menemukan beberapa buku yang tidak saya temukan di toko yang ada Oom Alfa-nya. Ribet dah. Maksud saya, toh saya jauh lebih beruntung daripada beberapa penulis yang saya kenal, yang harus mengurus sendiri promosi bukunya.

Saya? Bahkan Oom Alfa hari ini masih jadi ava akun Twitter penerbit. Masih nggak bersyukur? Berarti saya gila beneran.

Sekarang saya hendak menyudahi tahapan perjalanan spiritual kali ini, dengan posting ini, di hari Blogger ini. Di saat yang sama, saya jadi nostalgia bareng Bang Revo, sebuah sepeda motor yang menjadi teman ketika saya sukses lulus sarjana 3,5 tahun dan menjadi benda yang paling berjasa dalam rampungnya skripsi saya.

Ah, sentimentil kali. 😀

[Review] Lontang-Lantung

Oke. Saya memang kebanyakan janji sama diri saya sendiri. Saya pernah janji–tanpa bilang siapa-siapa–bahwa saya akan ngereview buku-buku yang akan nongol di halaman belakang buku saya. Dan kebeneran, di halaman terakhir Oom Alfa, ada gambar SGFD alias #bukukevin dan satu lagi adalah novel yang akan saya bahas berikut ini:

Lontang-Lantung.

lontanglantung

Sebenarnya saya mengenal Oom Roy dari twitnya @pervertauditor. Saya adalah followernya si Pervie walaupun saya bukan akuntan dan tentu saja bukan enjinir. Lah, ini kok malah bahas Pervie?

Dan nama Lontang-Lantung kemudian mengemuka ketika saya makan bareng editor-editor Bukune di FX. Fial–editor Lontang-Lantung–bercerita soal penamaan Yohan Sitompul, yang ada di blurb buku ini. Jadi, saya akhirnya mengharuskan diri untuk membaca dan membeli buku ini.

Ehm, tentu saja saya beli dulu baru baca.

Dibandingkan dengan SGFD punya Kevin, tentu saja Lontang-Lantung lebih sesuai dengan konteks hidup saya sekarang. Saya sudah beberapa tahun ini merintis karier sebagai profesional muda yang akan nangkring di depan pabrik ketika rombongan orang demo. #lah

Buku ini dibuka dengan statement coach Rene yang dimodifikasi. Kalau coach Rene bilang “your job is not your career”, dan statement itu yang memberanikan saya menolak promosi jadi DSP Section Head, Om Roy menulisnya sebagai “How is my job not my career when I don’t even have one?”

Ya, untungnya saya baca bukunya coach Rene dulu, baru baca novelnya Om Roy. Repot kalau kebalik.

Tokoh di novel ini juga mengambil nama saya. Cuma, ada untungnya Bapak kasih nama saya agak aneh. Ari tapi pakai e, sebuah huruf yang nggak mempengaruhi bunyi. Jadi ketika setiap nama tokoh Ari Budiman tertulis di novel, saya langsung berasa itu diri saya sendiri.

Ada banyak realita yang sebenar-benarnya realita di novel ini. Sebut saja ketika Suketi mendapat kerja lebih dulu daripada Ari. Itu saya pernah mengalaminya, pun teman-teman yang lain. Pahitnya semacam makan pare lanjut minum kopi lalu lihat mantan gebetan lewat dengan tiga anak yang sudah besar-besar.

Nah, persoalan disini adalah ketika terjadi Ari Budiman yang tertukar, mungkin Om Roy kebanyakan nonton Putri Yang Tertukar. Bahwasanya itu bisa dijelaskan dengan logika, dan menjadi inti cerita, tapi saya sebagai orang pabrik jadi berasa aneh aja. Wong saya kalau ada operator atau admin wawancara, bisa mengenali dengan jelas. Lah ini IT Division Head nggak. Apapun, namanya juga novel komedi, dan justru disitu letak komedinya. Bukan begitu?

Entah mungkin karena ini reproduksi atau bagaimana, tapi bagi saya Lontang-Lantung ini sangat mulus dalam hal per-typo-an. Dan kebeneran sih, proofread plus setter-nya sama dengan Oom Alfa. Jadi harusnya sama kerennya. *promosi terselubung*

Meskipun saya bilang bahwa Ari Budiman yang tertukar itu jadi persoalan, tapi saya berhasil dibuat gemes sama Ari Budiman yang kemudian membuat tindakan yang menjadi ending dari novel ini. Ya baiklah. Harusnya ya memang begitu. Tindakan apa? ADA DEH! BACA AJA NOVELNYA! #gerakanantispoiler

Konflik di novel ini disudahi dengan statement bagus dari Ari Budiman (entah Ari Budiman yang mana lagi), “live your own life”. Ya, percayalah, meski tidak seekstrim Ari Budiman, tapi banyak kaum pekerja kerah putih alias kelas menengah ngehe yang sebenarnya tidak hidup dalam dirinya sendiri.

Contohnya ya, yang nulis review ini.

Okay. Intinya sih, novel ini bisa menciptakan ngakak dengan cerdas. Kalau saya bilang sih, sama mulusnya dengan Skripshit yang juga digarap sama Fial. Dan itu yang terus saya pelajari sampai sekarang, bagaimana menulis komedi yang cerdas. Salut buat Om Roy 😀

Udah deh. Salam lontang-lantung.

Boys Will Be Boys

Ada sebuah qoute Bahasa Inggris yang kalau di-Indonesia-kan berbunyi begini:

“Akan selalu ada sosok seorang bocah (boy) di dalam diri seorang pria (man).”

Dan karena pernyataan itulah, saya kemudian melakoni perjalanan hari Senin kemarin. Perjalanannya nggak mudah juga, tapi saya didukung oleh fakta banyak kantor yang cuti bersama, jadi baik Cikarang maupun Jakarta, dan bahkan hingga BSD cenderung sepi.

Saya pulang tenggo dari kantor, dan bergegas berbenah di kos untuk kemudian jam 5 sore sampai di pintu tol Cikarang Barat. Tujuan saya adalah naik bis Lippo menuju Cawang. Sejujurnya, rute ini baru pertama kali saya coba, di sore hari pula. Kalau ada apa-apa, bubar sudah.

Perkaranya adalah adanya event yang menutup Trans Jakarta koridor 1 (Blok M-Kota) dari jam 3 sore. Jadi saya harus mencari jalan untuk bisa sampai ke Halte Dukuh Atas, dan pilihan itu adalah melalui Cawang.

Bis Lippo datang dan saya mendapat kursi terakhir. Ceritanya ya bangku tembak. Jadi ingat GumarangJaya kalau begini.

Perjalanan sangat lancar dan tidak sampai 40 menit, saya sudah ada di halte Cawang Ciliwung untuk naik Trans Jakarta koridor 9 yang akan membawa saya ke Kuningan Barat/Timur, halte transit menuju Dukuh Atas. Dan karena faktor yang saya sebutkan di awal, saya melakoni semuanya dengan duduk. Hari Senin, sore hari, di Trans Jakarta, duduk. Kombinasi manis sekali.

Dari Dukuh Atas 2, saya kemudian naik Trans Jakarta lagi ke Rawamangun. Disana saya sudah ditunggu Rudi untuk kemudian sama-sama berangkat ke BSD coret alias Melati Mas. Sebuah gelaran dihelat tuan rumah disana, sebuah kompetisi PS2. Terakhir kali digelar, sekitar 2006 atau 2007. Detailnya lupa.

Saya nebeng Coco, bersama Robert, Rudi, dan Elvan menuju ke rumah Boris di Melati Mas. Dipikir-pikir aneh juga sih. Jauh-jauh dari Cikarang ke BSD, via Rawamangun, hanya untuk main PS. Tapi seperti saya sebutkan tadi, ini adalah sisi bocah saya. Berkumpul kembali bersama teman-teman nyata-nyata akan menjadikan saya dan teman-teman saya sebagai bocah kembali.

Well, pada akhirnya permainan dilaksanakan. Sebagai Juara 1 PESDCC 2010/2011, saya akhirnya hanya mendapat juara 2, kalah selisih gol dari Coco. Ah, nggak pantas dia juara dengan cara seperti itu. Yang penting, saya jadi top skorer lewat Cavani. 😀

Yah. Bayangkan saya dan teman-teman di posisi kami sebagai profesional muda di kantor masing-masing. Bayangkan semuanya terkapar teriak-teriak sambil main PS. Bahkan 2 dari 6 yang main itu statusnya sudah SUAMI. Pada akhirnya mereka ya mengeluarkan kembali sisi bocah itu.

Tujuh tahun bukan periode yang pendek. Banyak yang berubah dalam rentang waktu itu, tapi jauh di intinya, benarlah bahwa akan selalu ada seorang bocah di dalam diri seorang pria.

🙂

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Jadi gini. Kemarin itu saya lihat-lihat di Youtube soal film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” yang dibintangi oleh sebagian lakon di “5Cm”. Nah, bicara soal judul film itu, tentu nggak lepas dari nama seorang sastrawan besar Indonesia, Buya Hamka. Kebetulan, waktu SMA, saya menjadikan novel itu sebagai bahan tugas Karya Ilmiah di kelas 2. Silakan tanya seluruh anak De Britto perihal Karya Ilmiah ini. Ya, semua anak–tanpa kecuali termasuk anaknya Pak Bambang sama Pak Samino–juga harus buat KI. Kalau luput dari deadline? Dulu ada kelas 2-7. Sebuah kelas khusus anak-anak yang KI-nya belum kelar. Nggak boleh ikut pelajaran kalau KI-nya nggak kelar. Ganas bung!

Nah, judul KI saya adalah “Permasalahan Adat Minangkabau Dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka“. Berbasis novel terbitan Bulan Bintang tahun 1979. Sebenarnya kalau saya ketik semua disini nggak akan panjang-panjang amat. Hanya 20 halaman A4 dengan margin atas bawah kiri kanan yang lebar. Saya taksir bahkan hanya sekitar 1 bab panjang di Oom Alfa. Cuma, dipotong-potonglah. KI sama blog kan beda.

Kita mulai ya.

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari banyak suku. Setiap suku memiliki adat istiadat yang berbeda. Perbedaan adat istiadat antar suku seringkali menimbulkan permasalahan dalam proses pergaulan. Kadangkala masalah timbul setelah proses pergaulan terjadi.

Permasalahan adat merupakan bagian yang paling sulit dipisahkan dari interaksi antar suku. Masalah yang timbul seringkali disebabkan perbedaan tata dan pola hidup atau sistem kekerabatan.

Tema mengenai permasalahan adat kerap dijadikan tema dari sebuah karya sastra. Hal itu disebabkan karena permasalahan adat adalah teman yang gampang digali karena sumber-sumber referensi cukup mudah ditemui. Selain itu tema adat adalah hal yang cukup dekat dengan kehidupan masyarakat.

Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau yang lebih dikenal dengan Hamka, sebagai penulis novel terkenal dengan tema-tema adat Minangkabau sebagai fokus novel-novelnya. Hal dimungkinkan latar belakang dirinya yang dibesarkan dalam tradisi Minangkabau. Dengan demikian pemakaian tema adat dalam novel menjadi lebih fleksibel.

Atas dasar itulah penulis mencoba mengamati permasalahan adat dalam novel yang ditulis oleh Hamka yaitu Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Novel tersebut penulis pilih karena suasana yang didominasi oleh latar belakang Minangkabau. Tidak seperti novel Hamka yang lain, seperti Dibawah Lindungan Ka’bah yang berlatar Mekkah dan Dijemput Makaknya yang berlatar Deli.

Berdasarkan judul serta latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah yang dapat diajukan adalah apa sajakah permasalahan adat Minangkabau yang muncul dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka?

Tujuan penulisan karangan ilmiah ini adalah untuk mendeskripsikan berbagai permasalahan adat Minangkabau dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka.

Karangan ilmiah ini diharapkan akan dapat memperkaya khasanah pengetahuan mengenai novel. Terutama novel-novel era Balai Pustaka-Pujangga Baru yang mulai tergusur eksistensinya oleh kehadiran novel-novel kontemporer. Secara lebih spesifik karangan ilmiah ini diharapkan dapat membantu penulis dan pembaca untuk lebih memahami adat Minangkabau.

Karangan ilmiah ini akan membahas permasalahan adat Minangkabau dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka. Permasalahan adat lain dalam novel yang sama dan permasalahan adat Minangkabau dalam novel Hamka yang lain tidak dibahas dalam karangan ilmiah ini.

Karangan ilmiah ini akan menguraikan permasalahan lewat tiga tahap yakni pendahuluan, landasan teori, dan pembahasan. Hasil dari pembahasan akan dirangkum dalam kesimpulan sekaligus menjawab rumusan masalah dalam pendahuluan. Pada bagian akhir akan disebutkan daftar referensi yang digunakan dalam karangan ilmiah ini.

Landasan Teori

Salah satu pakar dalam bidang sastra, Prof. Dr. Andries Teeuw tidak memberikan definisi yang absolut mengenai sastra. Teeuw (1988) hanya memberikan batasan bahwa sastra tidak dapat dibedakan antara bahasa tulis dan lisan. Hal yang penting adalah unsur seni dalam sastra itu. Sehingga Teeuw (1982) menulis bahwa sastra menunjukkan paradoks yang cukup menarik. Kemenarikan itu timbul dari ketidakpastian dan kedinamisan sastra itu sendiri.

Sastra dapat disorot dari segi bahasa dan seni sastra itu sendiri. Segi bahasa merupakan suatu sisi yang timbul dari alur karya sastra. Sedangkan seni merupakan suatu nilai yang terkandung dari sebuah karya sastra.

Sastra merupakan suatu sistem yang memiliki sub sistem seperti tokoh, alur, tema, dan amanat. Berbagai sub sistem tersebut bergungsi membangun keutuhan cerita.

Tokoh ialah individu rekaan yang berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Dalam cerita rekaan tokoh juga merupakan rekaan semata.

Berdasarkan fungsinya di dalam cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi dua yakni: tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh yang memegang peranan pokok dalam cerita disebut tokoh sentral. Sedangkan tokoh bawahan berperan menunjang dan melengkapi kedudukan tokoh utama dalam alur cerita.

Kedudukan tokoh didukung oleh latar atau setting. Latar mencakup keadaan, masyarakat, kelompok-kelompok sosial, adat, cara hidup, bangunan, dan sebagainya. Latar berfungsi untuk media proyeksi batin tokoh.

Tema merupakan gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari penulisan suatu karya sastra. Tema juga membuat suatu karya sastra menjadi berharga. Dalam cerita rekaan ada berbagai macam penyampaian tema. Ada yang disampaikan secara eksplisit, terlihat dari judul, simbolik, dan implisit.

Dalam penyampaiannya ada berbagai macam cara. Ada yang secara universal, ada pula yang secara mendalam dan spesifik. Pada akhirnya tema menjadi suatu jalan untuk memperoleh amanat. Pada prinsipnya, amanat adalah kunci sebuah karya sastra.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma hukum, dan aturan-aturan yang satu dan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem.

Sedangkan adat istiadat merupakan tata kelakuan yang kekal dan turun-temurun dari generasi ke generasi lain sebagai warisan sehingga kuat integrasinya dengan pola kehidupan masyarakat.

Salah satu ciri masyarakat Minangkabay yang telah menimbulkan perhatian besar adalah sistem kekerabatannya yang bersifat matrilineal, yang keturunan dan harga benda diperhitungkan melalui garis ibu dan bukan garis bapak, sehingga yang berkuasa atas seluruh kelompok keluarga adalah saudara laki-laki seorang wanita dan bukan suaminya (Geertz, 1981: 73). Kepentingan suatu keluarga diurus oleh seorang laki-laki dewasa dari keluarga itu yang bertindak sebagai ninik mamak bagi keluarga itu (Junus, 1982: 248).

Sistem matrilineal secara sederhana dapat diartikan sebagai masyarakat yang anggotanya menarik garis keturunan melalui ibu. Sehingga yang diakui dan mendapat hak adalah yang memiliki hubungan darah dengan kaum perempuan atau ibu.

Secara adat, sistem pemerintahan di Minangkabau dibedakan dalam dua sistem yang disebut kelarasan yaitu:

1. Kelarasan Bodi Chaniago
2. Kelarasan Koto Piliang.

Daerah darat terbagi dalam tiga luhak, yaitu Tanah Datar, Agam, dan Lima Puluah Koto (Junus, 1982: 241). Daerah darat sendiri berarti daerah yang masih asli alam Minangkabau.

Permasalahan Adat Dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Sinopsis

Zainuddin adalah seorang anak keturunan Minangkabau yang tinggal dan beribu orang Mengkasar. Ia sudah yatim piatu karena kedua orang tuanya meninggal sewaktu ia masih kecil. Sebagai seorang keturunan Minangkabau, ia sangat ingin pergi ke kampung halamannya. Tempat ayahnya lahir dan besar.

Keinginan Zainuddin untuk melihat kampung halamannya, desa Batipuh di Minangkabau tercapaia setelah orang tua angkatnya di Mengkasar yakni Mak Base mengabulkan permintaan Zainuddin.

Dahulu di desa Batipuh yang terletak di dekat kota Padang Panjang itu, ayah Zainuddin yaitu Pandekar Sutan terpaksa membunuh mamaknya sendiri yaitu Datuak Mantari Labih yang berusaha menguasai harta warisan milik kaum. Akibatnya Pandekar Sutan dibuang ke Mengkasar sebagai hukuman adat. Di tempat pembuangannya itu, Pandekar Sutan menikah dengan perempuan asli Mengkasar bernama Daeng Habibah. Perkawinan ini membuahkan seorang anak yaitu Zainuddin. Setelah kedua orang tua Zainuddin meninggal di usia muda karena sakit, Mak Base mengasuh dan menjadi ibu angkatnya sampai ia besar.

Akan tetapi, di desa Batipuh ia malah dianggap orang asing karena lahir dari seorang ibu yang bukan keturunan ninik mamaknya. Ketidakadilan makin terasa ketika hubungannya dengan gadis Batipuh yang dikenalnya sewaktu hujan deras yakni Hayati, harus putus dan ia sendiri diusir dari tanah leluhurnya. Saat Zainuddin akan meninggalkan Batipuh, Hayati masih sempat memberikan kenang-kenangan berupa elai rambutnya. Zainuddin lalu hijrah ke Padang Panjang dan tetap berkirim surat dengan Hayati. Relasi ini berjalan karena ada ikatan batin antara Zainuddin dan Hayati sejak mereka mengikat janji pada suatu sore di dekat sawah di desa Batipuh.

Pada suatu saat, Hayati datang ke Padang Panjang untuk melihat pasar malam yang diadakan setahun sekali. Ia menginap di rumah Khadijah, sahabatnya. Zainuddin yang juga diberitahu seakan mendapat peluang untuk melepas rindu setelah lama tidak bertemu. Namun maksud itu tidak kesampaian akibat ulah Khadijah dan Aziz, kakanya.

Setelah masa itu, timbul ketertarikan Aziz pada Hayati yang juga dipengaruhi oleh provokasi Khadijah. Pada akhirnya Aziz sepakat melamar Hayati ke Batipuh. Di lain pihak Zainuddin juga melakukan lamaran meski dengan cara yang tidak lazim yaitu berkirim surat. Padahal Zainuddin baru saja mendapat warisan yang cukup besar setelah Mak Base meninggal. Para ninik mamak Hayati kemudian memutuskan untuk menerima pinangan Aziz. Zainuddin yang ditolak lalu dikirimi surat penolakan.

Zainuddin jatuh sakit setelah mendapat kabar bahwa Hayati dan Aziz benar-benar menikah. Ia bahkan sudah tidak punya semangat hidup lagi meski sudah melakukan perjalanan keliling Minangkabau. Dan yang paling parah, Zainuddin sempat tidak sadarkan diri hingga beberapa lama. Namun karena peran Muluk, seorang parewa yang merupakan anak dari empunya rumah tempat Zainuddin tinggal di Padang Panjang. Semangat hidup Zainuddin perlahan-lahan bangkit. Kemudian mereka berdua merantau ke Jakarta lalu pindah ke Surabaya. Di perantauannya Zainuddin menjadi pengarang terkemuka dengan inisial Z.

Di lain pihak suami istri Aziz dan Hayati pindah ke Surabaya seiring dengan penugasan Aziz ke kota itu. Namun tak lama kemudian Aziz dipecat karena sering melakukan perbuatan zinah di tempat-tempat pelacuran. Setelah itu pasangan Aziz dan Hayati diusir dari rumah kontrakannya. Mereka terpaksa menumpang tinggal di rumah Zainuddin hingga beberapa lama.

Aziz semakin tidak tahan pada malu yang harus ia tanggung karena lama menganggur. Ia lalu pergi ke Banyuwangi. Tak lama setelah itu ia mengirim surat yang mengabarkan bahwa ia menjatuhkan talak satu pada Hayati dan surat lain yang berisi keinginannya untuk bunuh diri yang pada akhirnya dilaksanakan.

Keadaan ini seolah membuat posisi Zainuddin berada di atas angin. Namun ia mengeluarkan keputusan kontroversial dengan menyuruh Hayati pulang. Esoknya Hayati pulang ke Padang dengan menggunakan kapal Van Der Wijck.

Setelah Hayati pergi, Zainuddin malah menjadi gelisah. Ia memutuskan akan menyusul Hayati ke Jakarta. Namun belum lagi mereka berdua berangkat datang berita bahwa kapal Van Der Wijck tenggelam. Tujuan Zainuddin dialihkan ke Tuban.

Zainuddin dan Hayati masih sempat bertemu di rumah sakit Lamongan. Dan itu adalah yang terakhir karena setelah itu Hayati meninggal dalam pangkuan Zainuddin.

Setelah peristiwa itu kesehatan Zainuddin menurun dan tak lama kemudian meninggal. Muluk lalu menguburkan Zainuddin bersebelahan dengan pusara Hayati.

Pembahasan

Ada merupakan wujud gagasan kebudayaan yang terdiri dari atas nilai-nilai budaya, norma hukum dan aturan-aturan yang satu dan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. Para ninik mamak Hayati memegang teguh prinsip-prinsip yang terkandung dalam suatu sistem adat tersebut. Mereka memperhitungkan hal-hal kekerabatan yang akan terjadi bila Hayati menikah dengan Zainuddin. Aturan-aturan yang sudah diturunkan sejak beberapa generasi tetap dipakai.

Datuk ….. selaku mamak kandung Hayati adalah orang yang tegas memegang prinsip ini. Hal ini tampak dari kata-katanya sewaktu meminta Zainuddin meninggalkan Batipuh.

“Zainuddin,” ujarnya, “telah banyak nian pembicaraan orang yang kurang enak kudengar terhadap dirimu dan diri kemenakanku. Kata orang tua-tua telah melakukan perbuata yang buruk rupa, salah canda, yang pantang benar di dalam negeri yang beradat ini. Diri saya percaya bahwa engkau tiada melakukan perbuatan yang tiada senonoh dengan kemenakanku, yang dapat merusakkan nama Hayati selama hidupnya. Tetapi, sekarang saya temui engkau untuk memberi engkau nasehat, lebih baik sebelum perbuatan berkelanjutan, sebelum merusakkan nama kami dalam negeri suku sako turun-temurun, yang belum lekang di pana dan belum lapuk di hujan, supaya engkau surut” (Hal. 57-58).

Dalam ucapannya yang panjang lebar tersebut, Dt ….. mengusir Zainuddin secara halus dengan membawa nama adat dan turunan. Pada masalah ini faktor generasi mendatang ikut diperhitungkan. Ini adalah cermin dari adat Minangkabau yang keras dan ketat.

Pada pembicaraan yang lain kepada Hayati, Dt ….. mempermasalahkan soal bako anak Hayati kelak jika menikah dengan Zanuddin. Pemikiran ini muncul karena Zainuddin tidak memiliki saudara kandung, apalagi ia adalah anak dari perempuan Bugis.

“Hai Upik, baru kemaren kau memakan garam dunia, kau belum tahu belit-belitnya. Bukanlah kau sembarang orang, bukan tampan Zainuddin itu jodohmu. Orang yang begitu tak dapat menggantungkan hidupmu, pemenung, pehiba hati, dan kadang-kadang panjang angan-angan. Di zaman sekarang haruslah suami penumpangkan hidup itu seorang yang tentu pencaharian, tentu asal-usul. Jika perkawinan dengan orang yang demikian langsung dan engkau beroleh anak, kemanakah anak itu akan berbako? Tidakkah engkau tahu bahwa Gunung Merapi masih tegak dengan teguhnya? Adat masih berdiri dengan kuat, tak lapuk oleh hujan, tak boleh lekang oleh panas.” (Hal. 61)

Bako adalah saudara dari ayah dalam pengertian adat di Minangkabau. Sebenarnya status bako tidaklah terlalu penting layaknya mamak atau kemenakan. Namun adanya bako berarti memiliki kelengkapan keluarga. Zainuddin sendiri memiliki bako di Batipuh. Selama di Batipuh ia pun tinggal di rumah bakonya. Namun Zainuddin tidak diterima oleh petinggi adat setempat. Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa status bako jauh kalah dari mamak dan status lain.

Masalah mengenai bako juga masih diangkat dalam perdebatan antara Sutan Mudo dengan Dt. Garang, pada pertemuan sekaligus musyawarah yang dilakukan oleh ninik mamak Hayati untuk membicarakan masalah lamaran kepada Hayati yaitu dari Aziz dan Zainuddin. Dt. Garang marah kepada Sutan Mudo yang mencoba memberikan argumen tentang status Zainuddin. Bagi Sutan Mudo, status Zainuddin tidaklah jelek karena ia punya ayah orang Minangkabau. Akan tetapi Dt. Garang bersama ninik mamak golongan tua lainnya amat memegang teguh tradisi. Sulit untuk melakukan perubahan regulsi adat yang telah ada karena akan berpengaruh langsung pada kharisma dan wibawa ninik mamak di mata anggota kaum.

Dari uraian di atas dapat ditarik konklusi bahwa salah satu permasalahan adat yang timbul adalah sikap ninik mamak Hayati yang terlalu memperhitungkan masalah bako meski sebenarnya kedudukan bako sendiri lemah karena ia hanya saudara dari ayah. Padahal di Minangkabau ada istilah populer untuk suami yaitu “Abu diateh tunggua” (Abu diatas tunggul). Maksudnya adalah suami hanya memiliki kedudukan tipis dalam kaum istrinya. Hal ini terjadi karena suami harus tinggal di tempat istri bila sudah menikah. Hal ini berlaku umum. Kecuali ia bekerja jauh dari rumah kaum istrinya, seperti Aziz dan Hayati.

Terlepas dari segala kebijakan mamak Hayati, status Zainuddin memang memberatkan dirinya sendiri. Zainuddin adalah orang yang tidak memiliki suku karena ibunya orang Mengkasar. Padahal di Minangkabau persukuan diambil dan menurut garis keturunan ibu.

Pengaruh ibu dalam kehidupan Zainuddin di Minangkabau amatlah besar. Karena ibunya orang Mengkasar ia tidak bersuku. Karena ia tidak bersuku ia tidak memiliki pendam pekuburan. Ujung-ujungnya ia tidak memiliki kekuatan dan prasyarat untuk meminang Hayati.

Walaupun Zainuddin memiliki uang lumayan banyak hasil warisan Mak Base, ia tidak dapat mempergunakannya untuk melawan adat dan memperbaiki statusnya. Ini adalah penyebab ia tidak memberitahukan soal kekayaannya dalam surat lamaran.

Lain masalahnya dengan Aziz. Aziz memiliki kedudukan kuat. Asli Minangkabau, orang tuanya terkenal, asal usulnya jelas dan memiliki kondisi finansial baik. Status itulah yang membuat Aziz dapat meminang Hayati dan pinangannya itu diterima.

Dengan demikian faktor kedua yang merupakan permasalahan adat adalah status Zainuddin dalam adat Minangkabau terutama di wilayah Batipuh. Status yang menyusahkan ini semakin dipersulit dengan cara Zainuddin untuk meminang Hayati. Ia menggunakan surat. Padahal lamaran adalah hal penting dalam adat Minangkabau. Ada tata cara dan aturannya sendiri dan tidak boleh lepas dari rangkaian perkawinan Minangkabau.

Desa Batipuh yang menjadi latar cerita berada di wilayah Batipuh X Koto. Sedangkan Batipuh X Koto merupakan salah satu daerah luhak Tanah Datar.

“Kita harus kembali kepada suatu kejadian di suatu negeri kecil dalam wilayah Batipuh X Koto (Padang Panjang) kira-kira 30 tahun yang lalu.” (Hal. 11)

Seperti diketahui, luhak Tanah Datar menganut kelarasan Koto Piliang. Kelarasan Koto Piliang sendiri merupakan penganut cara kepemimpinan otokrasi. Otokrasi dalam pengertian ini bukanlah otokrasi murni melainkan mengambil cara musyawarah yang demokratis. Cara pengambilan keputusan adalah dengan musyawarah namun hasil musyawarah membuahkan keputusan mutlak.

“Dia hanya kelak akan diberi kata yang telah masak saja.” (Hal. 110)

Cara ini kemudian memunculkan permasalahan dalam pelaksanaan. Hal ini disebabkan oleh keterpaksaan menjalankan keputusan. Sehingga kadang-kadang menimbulkan pembangkangan atau minimal pelaksanaan keputusan dengan setengah hati.

Faktor otokrasi menjadi permasalahan adat lain yang muncul dalam cerita. Pemaksaan keputusan membuat Hayati terpaksa melakukan sesuatu yang tidak ia inginkan. Pemaksaan itu juga menyebabkan Zainuddin terpaksa membiarkan pernikahan Aziz-Hayati terjadi.

Adat Minangkabau menganut kekerabatan menurut garis keturunan ibu atau lebih dikenal dengan nama matrilineal. Sistem ini berbeda dengan Mengkasar yang patrilineal.

Problem soal kekerabatan sebenarnya sudah diperkirakan oleh Mak Base beberapa waktu sebelum Zainuddin meninggalkan Mengkasar.

Akan tetapi saat itu Zainuddin kurang mempercayai kata-kata Mak Base tentang adat di Minangkabau. Ia menganggap adat Mengkasar dan Minangkabau sama saja.

Setelah sampai dan tinggal beberapa lama di Minangkabau, akhirnya Zainuddin menghadapi kenyataan seperti yang pernah dikatakan Mak Base.

“Sehingga lama-lama insaflah dia perkataan Mak Base seketika dia akan berlayar, bahwa adat di Minangkabau lain sekali. Bangsa diambil daripada ibu. Sebab itu walaupun seorang anak berayah orang Minangkabau, sebab di negeri lain bangsa diambil dari ayah, jika ibunya orang lain, walaupun orang Tapanuli atau Bengkulu yang sedekat-dekatnya, dia dipandang orang lain juga. Malang nasib anak yang demikian, sebab dalam negeri ibunya dia dipandang orang asing, dan dalam negeri ayahnya dia dipandang orang asing pula.” (Hal. 27)

Pada waktu itu Minangkabau adalah satu-satunya wilayah yang menganut kekerabatan matrilineal. Sebab di Minangkabau peran ibu sebagai pusat regenerasi menjadi pusat perhatian. Sehingga status ibu sangat dihormati.

Dengan demikian faktor kekerabatan matrilineal yang dianut Minangkabay menjadi permasalahan adat lain yang muncul dalam cerita novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ini.

Penutup

Berdasarkan pembahasan dalam Bab III, maka dapat dirumuskan empat macam permasalahan adat yang muncul dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka.

Pertama, sikap ninik mamak Hayati yang terlalu memperhitungkan masalah bako meski sebenarnya kedudukan bako sendiri lemah karena ia hanya saudara dari ayah, padahal kekerabatan di Minangkabau adalah menurut garis keturunan ibu.

Kedua, status Zainuddin dalam adat Minangkabay terutama di wilayah Batipuh. Hal itu dipersulit dengan cara meminang yang salah.

Ketiga, faktor otokrasi sebagai dasar politik di wilayah Batipuh. Faktor ini sesuai sifat kelarasan Koto Piliang yang dianut oleh Batipuh sebagai bagian wilayah Luhak Tanah Datar. Pemaksaan, sebagai inti dari otokrasi, membuat Hayati terpaksa melakukan sesuatu yang tidak ia inginkan yakni menikah dengan Aziz. Padahal Hayati menginginkan menikah dengan Zainuddin.

Keempat, faktor sistem kekerabatan matrilineal di Minangkabau yang menyebabkan Zainuddin dipandang sebagai orang asing di kampung halaman tempat ayahnya lahir dan dibesarkan.

Dalam karangan ilmiah ini hanya dibahas tentang permasalahan adat dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka. Maka disarankan kepada peneliti lain untuk meneliti matra lain dari novel tersebut seperti tema, tokoh, atau latar. Selain itu peneliti lain juga dapat mengangkat tema adat lain dalam novel Hamka yang lain.

* * *

KI saya diterima sama Pak Kartono pada 19 Desember 2002. Jadi tulisan di atas ini adalah asli tulisan saya lebih dari 10 tahun yang lalu. Jadi wajar kalau masih banyak labilnya. Lah sekarang saja tetap banyak labilnya.

Kalau sekarang saya malah menelisik pada pertentangan dua aliran konservatif dan modern di adat Minang, plus galaunya Zainuddin, sama apa kira-kira alasan Hamka memberi nama tokoh dengan “Dt …..”.

Semoga tulisan di atas dapat membantu teman-teman yang belum pernah baca novel ini. Okelah mungkin akan spoiler, tapi toh ini novel dari zaman yang sudah lama, nggak mungkin juga disembunyikan kan?

😀

[Interv123] The Scientist

YEAH! Akhirnya saya dapat 1 korban untuk di-Interv123. *senyum licik ala David Luiz*

Pernah sakit? Pasti pernah, minimal ya sakit hati ditinggal kawin mantan gebetan. Kalau sakit minum apa? Ya minum obat, tentunya bukan obat nyamuk. Kalau sakit minum obat, terus sembuh, senang nggak?

Kalau situ menjawab senang, maka situ sama dengan murid-murid SD waktu saya Kelas Inspirasi dulu.

Nah, dibalik obat yang bikin sembuh itu, ada orang-orang yang kerjanya mengolah, berpikir, menggalau, berantem, putus cinta, dan lain sebagainya untuk bisa menghasilkan sebuah obat yang tentunya berkhasiat kepada pasien. Orang-orang itu adalah para peneliti, orang-orang yang mewujudkan sesuatu dari sebuah ide menjadi sebuah benda yang tampak. Jangan pikir bahwa semuanya itu mudah. Sekarang bagaimana kira-kira mengubah seonggok daun menjadi sesuatu yang berguna bagi kesehatan? Kalau nggak pakai mikir, ya jelas kagak bisa.

L4n7uT k4K@k…

[Interv123] Introduction

HALO SEMUA! *eh caps lock*

Dalam rangka ikut serta menegakkan perdamaian dunia, saya mau menghadirkan sesuatu yang baru di ariesadhar.com, blog yang random habis, serandom muka yang punya ini.

Kali ini saya mau memperkenalkan sesuatu yang bernama:

INTERV123

Apa itu?

Saya terinspirasi dari wawancaur-nya Roy Saputra. Dipikir-pikir keren juga menambahkan blog dengan konten yang mendidik macam itu. Dan berhubung seiring dengan usia yang semakin menua (dan jodoh yang tak kunjung tiba), saya semakin kenal banyak orang. Dan umumnya orang-orang yang keren-keren, dengan latar belakang masing-masing.

Jadi kenapa saya nggak mewartakan kabar gembira itu di blog saya yang hitam ini?

Nah, kenapa namanya Interv123?

Pertama, karena ini kan ceritanya wawancara, yang mana daripada kalau di dalam bahasa Inggris sama dengan Interview.

Kedua, karena saya suka sama Inter Milan dan bukan Juventus, jadi saya harus menggunakan Inter. Soalnya, nggak mungkin kan jadi Juveview. Nggak cocok.

Ketiga, dulu banget saya suka cerita kenapa saya suka angka 123. Tiga angka itu adalah deret yang buat saya ajaib karena berbagai alasan. Kalau mau tahu alasannya, silakan cari sendiri diantara 500-an posting di blog ini. Saya mau nyari link-nya aja malas.

Interview, dipotong sedikit jadi Interv, lalu ditambahkan 123, maka jadilah…

INTERV123!

Lalu apa hubungannya dengan 123?

Karena saya nggak mungkin mengajukan 123 pertanyaan karena dipastikan para narasumbernya akan mentah-mentah menolak kehadiran saya, jadi terpaksa putar otak, putar pusar, dan putar pinggang.

Maka 123 itu akan diterjemahkan menjadi 12 dan 3. Nantinya total akan ada 12 plus 3 alias 15 pertanyaan kepada narasumber. Dan berhubung saya mencoba menerapkan kaidah ilmiah jurnalistik (tsahhh…), maka 12 pertanyaan itu akan mengacu pada LIMAWESATUHA.

Tolong jangan disamakan dengan BEHA. Ini beda.

Iya. Kaidah 5W plus 1H itu kan totalnya 6, kalau dikali dua jadi pas 12. HOREEE!!!

Dan supaya beda 3 pertanyaan terakhir akan berformat 123 juga. *maniak*

Pertanyaan pertama akan ada 1 jawaban, pertanyaan berikutnya 2 jawaban, dan yang terakhir 3 jawaban.

Jadilah, Interv123!

Oke. Sebagai pembuka dan perkenalan, saya akan melakukan wawancara pada diri saya sendiri. Ya, baiklah, ini ngawur. Tapi nggak apa-apa buat contoh. Meskipun ada banyak hal yang nggak perlu dicontohkan terlebih dahulu, termasuk malam pertama.

Siap?

Ini dia, Interv123 bersama ariesadhar.

Apa makanan kesukaan kamu?

Sate padang! Makanan paling enak sedunia! Apalagi kuahnya! *nggak santai*

Kapan terakhir kali kamu minum tuak?

Desember 2011, pas malam tahun baru, beli bareng Bapak. Kapan lagi bisa minum miras dengan bantuan orang tua?

Siapa orang yang suka kamu stalking TL-nya?

Ini perlu dikasih tahu? Nanti heboh dunia.

Dimana kamu dilahirkan?

Di Bukittinggi, di sebuah tempat bidan yang unknown. Sampai sekarangpun saya nggak tahu di Bukittinggi sebelah mana saya lahir.

Kenapa kamu bikin blog?

Panjang ceritanya. Yang jelas karena saya pengen nulis, pengen aktualisasi diri gitu. #cieee

Bagaimana pendapat kamu tentang Vicky?

Vicky Vette? Vicky Burky? Vicky Peppermint?

Apa cita-cita kamu sewaktu kecil?

Pernah jadi arsitek, pernah jadi pemain bola, pernah jadi orang gila. Nggak jelas sih.

Kapan terakhir kali kamu menangis?

Kalau nggak salah waktu Mbah Kakung meninggal.

Siapa nama wakil presiden yang kamu ingat?

Ahok! Eh, itu bukan ya? Baiklah, Try Soetrisno.

Dimana kamu pernah jatuh sampai luka-luka?

Di SMP, pas lompat jauh pakai matras. Luka parah sebadan.

Kenapa kamu jarang pulang ke Bukittinggi?

MAHAL.

Bagaimana perasaan kamu kalau ditinggal kawin mantan gebetan?

#wisbiyasa

Sebutkan 1 judul lagu yang paling kamu ingat!

Tercipta Untukku – Ungu. Untuk sebuah alasan yang dirahasiakan. Uhuk.

Sebutkan 2 nama klub sepakbola yang pernah kamu sukai!

Valencia sama Leeds United.

Sebutkan 3 nama penulis yang kamu idolakan!

Dewi Lestari, Arswendo Atmowiloto, sama Ika Natassa.

Iyah, sudah segitu saja. Lumayan singkat, padat dan tentu saja tidak jelas. Saya sudah punya list pertanyaan untuk masing-masing calon korban. Jadi, nantikan saja email sayah pemirsah. 😀

Talkshow Perdana: Dari Blog Jadi Buku

Sambil menyaksikan kecerdasan Evan Dimas di lapangan hijau, saya mau posting dulu tentang talkshow perdana saya sebagai pembicara. Di usia yang sudah segini saya sih nggak asing dengan talkshow. Saya sempat jadi tukang pegang kabel, tukang bawain buku hadiah, hingga kemudian sempat menjadi MC.  Yang MC ini waktu pembahasan buku “Ekonomi Farmasi” karya Romo Spillane, dan itu sudah bertahun-tahun silam. Patokannya adalah beberapa peserta waktu talkshow itu sekarang sudah punya anak, malah sudah ada yang anaknya dua.

Suelengkuapnyuaaa

Balada Anak Kantoran

Dulu banget, saya pengen jadi anak kantoran. Soalnya tampak keren dengan baju rapi, kadang berdasi, bawa tas koper, lalu kerja di depan komputer. Itu dulu. Soalnya waktu saya bercita-cita semacam itu, Indonesia sedang melakoni PELITA 1, masih dalam PJPT 1, jadi harap dimaklumi.

Sekarang?

Adek saya–si Dani–suka menghina saya yang kerjaannya cuma duduk seharian penuh di depan komputer, klak-klik-klak-klik-kluk, lalu sore/malam pulang dengan muka berbentuk kotak dan angka. Sudahlah cuma duduk-duduk, digaji pula.

*lempar kayu manis*

Yah, duduk di depan komputer adalah keseharian sebagian besar anak kantoran. Ada yang mengerjakan report, ada yang browsing, ada yang cari OL Shop, ada yang main Onet, dan segala macamnya. Di balik aktivitas hari-hari itu, tentu saja ada beberapa peristiwa yang membuat tangan ini harus ditahan untuk tidak meninju, membanting, atau membakar komputer yang ada di depan mata.

Tentu saja karena kalau itu kita lakukan, pilihannya ya cuma besok nggak usah masuk lagi sampai seterusnya, atau mengganti dengan potong gaji.

Jadi apa saja peristiwa itu?

Ini dia!

Teknik Mencontek yang Aman

Semoga murid-murid orang tua saya nggak baca posting ini dah. Bisa-bisa saya nggak dianggap anak karena sudah menyebarkan kesesatan.

Sebagai produk pendidikan kampret, mau nggak mau saya harus berhadapan pada kebutuhan harus mencontek. Iya dong. Pendidikan–apalagi waktu saya SD-SMP–itu bertepatan dengan sidang konstituante, jadi belum modern, jadi masih tipe dan model menghafal sampai mati. Saya baru mendapati pendidikan yang agak beda ya waktu SMA, di De Britto, ketika ada saja ulangan yang menjelma menjadi pertanggungjawaban karya tulis atau paper. Itu keren.

Nah, dikarenakan saya sudah pernah mencontek dan rekor saya luar biasa: tidak pernah ketahuan, maka ada baiknya saya membagi tips mencontek.

Disini ya