Tentang Tweet #gombal

C: kamu anak farmasi kan? | D: iya, knp? | C: tolong ukur kadar cintaku padamu dong #analisis #gombalfarmasi

Kenapa dengan percakapan di atas? Kalau bukan anak farmasi, atau kimia, atau sejenisnya, mungkin sulit paham. Inilah yang membuat saya mencoba membuat beberapa jenis twit gombal. Bisa dicek dengan hashtag #gombalpabrikobat, #gombalapotek, #gombalgudang, #gombalauditor, dan #gombalfarmasi.

Sebenarnya semua dimulai dengan iseng ini:

Gombal pabrik obat:
A: kamu kerja di lini injeksi ya?
B: kok tahu?
A: soalnya mau masuk ke hatimu susah banget, banyak prosedurnya..

Setelah mengetik gombalan di atas yang ngenes ini, saya mulai merasa bahwa ilmu ini bisa dihantarkan dalam wahana yang beda. Bagaimana mencerna lini injeksi pabrik obat? Mulai kurang samar karena ada pernyataan bahwa mau masuk ke lini injeksi itu banyak prosedurnya. Lanjutnya? Ya monggo dicerna sendiri.

Saya nggak hendak mengejek seseorang, sumpah tidak. Justru itu saya pilih ilmu dan bidang yang saya tahu di berbagai jenis #gombal di atas. Saya nggak pakai latar pabrik metal, orang retail, dll. Saya pakai bidang saya, farmasi, gudang, hingga ke pabrik obat secara umum.

Membuat tweet macam ini, meski tidak dibaca orang banyak, tapi penting untuk refresh ilmu saya yang mulai hilang. Sekaligus mencerna kelakuan sehari-hari menjadi senyum orang lain.

Demikian sedikit tentang twit-twit saya hari ini 🙂

Senja Di Matamu

Batu kali yang sedikit tajam dan tidak licin adalah peraduan yang tampak pas sore ini. Aliran sungai yang masih jernih terdengar gemericik penuh dilema. Aku memasrahkan pantatku pada batu sebagai tempat bersandar. Mataku menerawang ke sekeliling.

Tempat ini sudah berbeda.

Masih kuingat ketika kita menikmati masa bersama-sama di aliran sungai ini. Ya, bersama-sama dengan yang lain tentunya. Sebuah kebersamaan yang indah dibungkus oleh kenyataan bahwa aku tidak bisa mendekatimu. Ironi dibalik senyuman. Tak apa, sejauh aku bisa dekat denganmu, itu adalah kebahagiaan terbesar.

“Rrrrttttttttttt….”

BB-ku bergetar. Mentions. Ah, hari gini, bahwa mentions di Twitter saja sudah dibuat sepenting SMS dan telepon. Mentions itu paling menarik, tapi kurang menarik kalau semata RT tanpa komen. Yah, tak apa juga sih, RT itu kan bentuk apresiasi. Sayangnya, kamu tidak bisa RT semua Tweetku, karena tidak ada namaku di Timeline-mu. Mau mentions kamu, aku malu. Jadi ya sudahlah. Mengecek timeline-mu adalah bentuk hiburan yang tak kalah indahnya dari duduk di batu kali ini.

Sehelai daun jatuh, aku melihatnya dengan jelas. Aliran air membawanya turun mengikuti gravitasi. Tampaknya daun ini bisa sampai ke laut kalau beruntung. Mungkin di laut dia bisa bertemu dengan dunia yang lebih luas. Dia bisa menikmati hidupnya sambil santai kayak di pantai.

Tapi lebih baik kalau kusapa sejenak.

Daun itu kuambil, kuangkat setengah meter dari permukaan air, kubersihkan, dan kupandangi. Ini daun sendirian, terlepas dari batangnya, hendak mencari kehidupan di tempat lain. Mirip sekali denganku. Huh…

Senja mulai turun. Aku suka sekali ini. Menikmati senja di atas batu dibantu gemericik aliran air. Sungguh alunan melodi alam yang tiada duanya. Senja sekali mengingatkanku pada hari itu.

Sebuah senja, bertahun-tahun silam, aku dan kamu, berdua di tempat ini, dalam keramaian teman-teman kita. Aku dan kamu yang duduk terdiam menanti senja. Sesekali saling menatap. Sebuah senja yang sederhana, penuh diam, dan terbenam pada perasaan yang tidak terungkapkan.

“Kita akan selalu jadi teman baik kan?” katamu.

Aku hanya menganggukkan kepala.

Aliran airnya masih sama. Senjanya juga demikian. Hanya satu yang beda, aku sendirian di tempat ini, menikmati keadaan di sekitarku. Alunan air bisa mengingatkanku bahwa air tidak setiap kali akan masuk muara dan laut. Air bisa saja menunggu lama sebelum sampai ke laut. Di jalan bisa diambil orang. Seperti itulah aku memendam rasa kepadamu.

Dan senja bersiap menutup hari. Aliran air membasuh kakiku yang berjalan ke tepian. Aku berharap air ini akan sampai ke laut. Janganlah seperti aku, hanya mengikuti aliran air itu, menanti di titik yang sama ketika diambil orang, lalu berjalan kembali ketika orang sudah membuang air itu. Air ini berhak diperlakukan lebih berharga. Kamu juga.

Dan senja menutup hari, ketika aku tidak dapat lagi melihat aliran sungai itu.

 

 

Santo Alexander

Santo Alexander merupakan uskup dan martir. Alexander merupakan mahasiswa di sekolah Kristen terkenal pada awal 200-an. Ia menjadi uskup  Kapadokia dan selama musim penganiayaan, ia dipenjara pada 204 sampai 211. Sesudah bebas, ia pergi ke Yerusalam dan menjadi uskup pembantu disana. Di Yerusalem, Alexander mengembangkan perpustakaan teologis. Ia ditangkap lagi pada masa Decius, tentunya dipenjara lagi.

Ia mengakui Tuhan Yesus, dan kemudian diserahkan pada hewan buas yang kemudian TIDAK MAU menyerangnya. Alexander lantas dibawa masuk ke Kaisarea tempat ia meninggal dalam balutan rantai pada 251.

Santo Alexander adalah pembesar gereja dengan kelembutan hati. Ia juga teguh dalam iman dan bersedia mati dalam imannya. Ketika kita dikritik oleh teman-teman dan masyarakat untuk ajaran moral Iman, Santo Alexander menjadi contoh untuk kita tentang menghadapi ejekan dan pengucilan.

* * *

Nama yang BERAT.. Tapi saya bangga dengan nama itu 🙂

 

 

 

Pantai-Pantai Yang Pernah Saya Kunjungi

Mau absen dulu pantai-pantai yang penah saya kunjungi:

1. Pantai Air Manis, Padang
2. Pantai Padang, Padang
3. Pantai Pasir Jambak, Padang
4. Pantai Caroline, Padang
5. Pantai Parangtritis, Jogja
6. Pantai Depok, Jogja
7. Pantai Ngobaran, Jogja
8. Pantai Ngrenehan, Jogja
9. Pantai Ancol, Jakarta
10. Pantai Teluk Dalam, Nias Selatan
11. Pantai-Pantai Di Gunungsitoli (ada beberapa dan lupa namanya wkwkwkwk…), Nias
12. Pantai Kalangan, Sibolga
13. Pantai Samudera Baru, Karawang
14. Pantai Tanjung Pakis, Karawang
15. Pantai Pandansimo (kalo ga salah..), Jogja
16. Pantai di Merak dan Pantai di Bakauheni (wakakakaka…)
17. Pantai di Cirebon (di taman Ade Irma)
18. Pantai Musi (masuk nggak ya? 😀 )
19. Pantai Glagah, Jogja

Sebagai anak gunung, kira-kira begitu.. Ini masih mengingat-ingat apalagi.. Hehehe..

Valentine Yang Sebenarnya

Dylon sedang berdiri mematung dengan mata menggantung nanar. Namanya orang jatuh cinta diam-diam itu sebenarnya nggak sulit ditelaah. Cari saja makhluk yang mematung dengan pandangan kosong sambil pura-pura senyum dan ekspresi sedatar kaca. Yah, orang jatuh cinta diam-diam itu akan selalu demikian ketika ada yang dijatuhi cinta di tempat yang sama. Persis dengan Dylon saat ini.

“Duarrrrr…”

Dinamika berlanjut. Ini sebenarnya lagi malah keakraban. Maka dinamika adalah bagian dari keakraban. Sayang, Dylon berada di tempat yang jauh dengan Lana. Alias, berada di dinamika yang terpisah. Maka metode yang pas memang hanya mematung menatap menahan, kata orang 3M. Namanya juga jatuh cinta diam-diam.

Saking mematung diam setengah senyumnya, Dylon sampai tidak sadar kalau Lana sedang mendekati dia.

“Oi… Ngelamun?” kata Lana.

“…….” Dylon mendadak gelagapan, menjelang serangan jantung, eh jatuh, jatuh cinta tepatnya.

“Pin berapa?”

“3487”

“Pin apaan tuh?”

“ATM.”

Lana pingsan, tidak menyangka ada pria oon di hadapannya.

“Pin BB monyonggg…”

“Ohhhhh… ngomong dong.. hehehehe..” Dylon masih gelagapan sambil kemudian menyebut deretan huruf dan angka, eh angka dan huruf mungkin.

Dalam tiga empat kutak kutik Dylon dan Lana sudah terkoneksi. Ini mungkin yang namanya durian runtuh dalam posisi terbuka dengan buah menghadap ke atas. Barang enak datang dengan posisi yang juga enak, alias tinggal leppp.. tinggal leepppp…

Maka, di malam itu, sambil bobo macam ikan pepes di ruangan yang tidak begitu lebar, Dylon lebih sibuk mengamati BB-nya, hanya memandang profil BBM si Lana. Sosok makhluk yang sebenarnya ada lima meter di tenggaranya, dan sedang asyik bersama rekan gang-nya.

Namanya juga orang jatuh cinta diam-diam, kalau ngomong cinta, maka tidak diam-diam namanya. Dylon lebih percaya bahwa jatuh cinta diam-diam adalah bentuk terindah dalam mencintai, meski ia paham bahwa itu adalah benda yang sama dengan bentuk paling sakit dalam aspek mencinta. Dylon paham benar, hanya sesudah kejatuhan cinta Lana.

Pin BB adalah akses. Para pecinta masa kini harus bersyukur pada penemu BB. Karena para pemalu bisa mudah melakukan PDKT, tanpa perlu surat cinta, tanpa perlu belajar gitar guna bernyanyi lagu romantis, tanpa perlu bertemu bapak dan emak yang mungkin galak. Semua berjalan dengan deretan huruf, angka, plus karakter. Serba digital. Termasuk percakapan Dylon dan Lana kemudian.

“Malemmmm…” ketik Dylon.

Tunggu.

Tunggu.

Tunggu.

BB tidak bergetar.

Pantas saja, Dylon belum menekan tombol untuk memasukkan deretan kata-katanya ke dalam percakapan. Maklum, pecinta diam-diam.

“Yuppp..”

“Bole main?”

“Main apaan?”

“Main ke kosmu. Boleh ya.. ya.. ya…”

“Wkwk.. Ngapain euy? Nggak apa-apa sih. Lagi ada temen juga disini.”

“Capcussss…”

Dylon dengan semangat empat lima bagi lima alias sembilan, bergegas berangkat ke kos Lana yang jaraknya sepelemparan batu kerikil oleh meriam. Sebuah kerumitan untuk menjelaskan kesederhanaan: agak jauh.

Hari itu 13 Februari, menjelang hari kasih sayang.

Dylon tiba di kos Lana yang memang gelap. Mungkin ini bagian dari Cost Reduction Program di kos tersebut. Maklum, hari gini, penghematan itu harus dilakukan oleh rakyat. Catet, oleh rakyat doang loh ya..

Sebuah sepeda motor besar disana. Tidak, tidak, ini tidak sebuah sepeda motor sebesar mobil jeep. Sebutlah ini motor lelaki, berkopling, dan dinaiki dengan jantan. Sebagai pecinta diam-diam, Dylon agak paham soal ini. Ada deg-degan yang aneh, bukan deg-degan senang, tapi deg-degan khawatir. Dylon tahu karena nadanya beda. Yang khawatir pakai kunci minor.

Dan benarrrrr..

Untaian nada minor membahana di relung hati si pecinta diam-diam. Lana sedang bersama seorang pria. Hanya berdua saja. Betul, berdua di remangnya ruang tamu kos.

Dylon mundur teratur, teratur sekali, sampai dia perlu beraba-aba “balik kanan, grakkkk…” sebelum mengalihkan pandangan matanya.

* * *

Bilangan tahun berlalu.

Dylon kembali ke tempat yang sama. Berharap menemukan Lana. Tentu tidak ada lagi. Lana sudah tidak kos di tempat yang sama, bahkan sudah tidak di kota yang sama.

Bilangan tahun berlalu.

Dylon masih seorang pecinta diam-diam. Seorang pengharap yang bermimpi 13 Februarinya akan diikuti 14 Februari bersama Lana. Ya, Lana, valentine Dylon yang sebenarnya.

Sang Guru

Entah mengapa, tiba-tiba teringat sebuah quote bagus dari Bapak Uda waktu saya mudik kemarin.

“Bapak si Alex ini pasti ada yang kenal di jalan…”

Simple.

Bapak Uda memang jadi saksi ketika hanya untuk mengisi angin mobil saja, bapak dan mamak sudah menyapa setidaknya 3 orang.

Bapak saya lebih dari 34 tahun mengajar, kalau mamak sekitar 27 tahun. Suatu angka yang wajar untuk mengenal banyak manusia. Misal 1 tahun ajaran ada 100 anak baru, maka bapak saya setidaknya sudah kenal 3.400 orang dan mamak 2.700 orang. Itu baru muridnya, dengan orang tuanya waktu terima raport, taruhlah separuh yang diwalikelasi oleh bapak dan mamak, maka bapak kenal 1.700 orang wali murid dan mamak punya 1.350 wali murid.

Hitungan sederhana yang mungkin berkurang karena banyak kasus 1 orang tua punya 3 anak yang muridnya bapak mamak semua. Dan ada juga yang sampai anak beranak diajar sama bapak atau mamak.

Hitung deh berapa RIBU?

Yak, betul! Ribuan!

Ini sih nggak sebanyak follower Raditya Dika yang sekitar 2 juta. Apalagi sebanyak follower Lady Gaga. Tapi kalau saya jalan-jalan di Bukittinggi, NYARIS nggak pernah bapak atau mamak TIDAK menyapa seseorang.

Kalau ditanya, “siapa pak?”

“Wali murid..”

“Murid…”

“Orang dinas..”

“Orang gereja..”

“Teman kuliah..”

Yak, selain di sekolah, bapak dan mamak juga kuliah di kota yang sama (sambil momong anak plus sambil kerja). Jadi sudah nggak kehitung temannya ada berapa banyak.

Itulah ENAKnya guru. Saya nggak usah ngomong nggak ENAKnya ya. Enaknya jelas sekali, banyak RELASI. Nggak terhitung dampak dari per-wali murid-an ini. Simpel saja, saya dulu mudik, lalu di sekolah ketemu wali muridnya mamak, yang mana anaknya sudah bertahun-tahun lolos dari kelasnya mamak. Dan saya dikasih duit, lumayan, cepek.

Nggak ada dampak ke dunia pendidikan, karena anaknya sudah jauh lewat dari kuasa mamak saya. Tapi dampak relasi? Masih terus berjalan.

Dan saya menangkap, inilah KEKAYAAN dari guru. Relasi!

Dan sesekali saya bandingkan itu dengan apa yang saya alami di sebuah kawasan industri sebagai tempat mencari nafkah.

🙂

Kita kan punya jalan hidup masing-masing to?

BRB, CMIIW, dan Kepo

Sebagai manusia rajin twitter, saya sering melihat timeline. Lebih sering cek TL alih-alih cek muka sendiri. Yah, itu sih karena ketiadaan cermin. Harap maklum. Nah, di dunia maya itu, ada beberapa diksi menarik di TL, yang sering tak baca.

Kepo
Disebutkan secara etimologis berasal dari kata KAYPOH, bahasa Hokkian, jamak di Singapura dan sekitarnya. Artinya sih ingin tahu-mencampuri urusan orang lain. Jelas kan? “Dia lagi kerjain apa sih?” “Kepo banget sih lo!”. Ada juga yang bilang itu singkatan dari KNOW EVERY PARTICULAR OBJECT. Nah, entahlah yang mana yang benar.

brb
Ini banyak tampil di manusia-manusia yang saya follow. BRB, apaan coba? Berabe? Ternyata, BRB adalah singkatan dari Buka Rok Bentar atau Be Right Back! Semacam, tunggu sebentar, akan segera kembali.

CMIIW
downloadx
ini yang paling dahsyat. Singkatan apa sepanjang ini. Hmmm.. Ternyata artinya adalah Correct Me If I’m Wrong. Nah loh! Semacam apa itu? Koreksi saya, jika saya salah. Hmmm..

Terlalu luas 26 huruf itu untuk dikembangkan. Maka, update adalah upayanya. Saya kurang update, jujur saja. Nah, jadi saya harap dengan baca blog ini, bisa nggak kuper macam saya. Lha saya juga baru tahu.

Jalan Alternatif Jababeka-Lippo Cikarang

Judul di atas adalah sebuah keyword yang masuk ke blog saya. Tampaknya ada yang pengen tahu, jadi saya kasih sedikit yang saya tahu.

Pada intinya, jalur utama Jababeka ke Lippo adalah via Jalan Cikarang-Cibarusah. Cuma kalau minggu pagi, suka ada cegatan selektif di jembatan Tegalgede. Kalau hari biasa, muacettttt e rek..

Nah, beberapa jalur yang bisa dilewati adalah via Kalimalang.

Jadi menyusur Kalimalang lewat exit Jababeka II, kita bisa menemukan beberapa jembatan yang melintasi Kalimalang. Ada yang sebelum pintu 11, dari pintu 10. Ada juga yang sesudah pintu 11. Nah, yang sebelum pintu 11 ini akan masuk jalan kampung dan nanti ketemu di Gemalapik, sebelah CTC kira-kira.

Demikian pula dengan belokan pertama sesudah pintu 11. Tembusnya sama.

Nah, ada lagi via jalan berikutnya yang akan tembus ke sekitar Cibiru, Lippo Cikarang. Tembusnya sih di bundaran depan Taman Beverli.

Jalannya?

Ya, namanya juga alternatif. Hehehehe.. Klaskon saya pernah mati gara-gara lewat jalan belum jadi. Penanda kalau kita benar sih gampang, asal sudah lewat jembatan kecil yang melintas di atas jalan tol, itu berarti kita sudah benar, karena sebenarnya Jababeka dan Lippo dibelah oleh Tol Cikampek.

Jalan yang di atas sudah ditutup euy. Jadi sekarang langsung aja lewat Delta Mas melalui jembatan Tegal Danas, lalu jangan ke kiri karena itu ke Delta Mas, tapi ke kanan, nanti akan masuk kawasan Delta Silicon yang baru. Disitu nanti ada pabrik besar macam Kumon dan yang paling kelihatan Hankook. Nanti akan tembus di dekat Elysium. Jalannya cukup enak, maklum baru dan kawasannya juga masih terhitung sepi.

Semoga membantu 🙂

Bertanya

Mungkin ini perspektif saya saja sih.
Tapi begini, dalam bekerja, ada banyak hal yang kita nggak tahu.

Persoalannya, apakah setiap ketidaktahuan itu harus kita tanyakan?

Kalau saya bilang sih nggak.

Kenapa? Dalam bekerja, kita HARUS punya waktu untuk menangkap fenomena. Rutinitas kerja itu fenomena hari-hari, kalau kita menangkap semuanya, nanti pasti ketemu hal-hal yang perlu DIKONFIRMASI. Nah itu baru ditanyakan.

Karena kadang-kadang kita bertanya itu tidak ke orang yang tepat. Dan ingat, ini kerja, tekanan beda, bisa jadi kita bertanya tidak pada WAKTU yang tepat. Dampaknya? Emosi terpendam dalam jawaban.

Pertanyaan diperlukan ketika kita berhasil menemukan hal-hal yang perlu DIKONFIRMASI. Jangan setiap tidak ketemu pertanyaan, langsung ditanyakan. Pertanyaan beruntun bukan hal yang disukai di area kerja dengan tekanan dan rutinitas.

Usahakan cari sendiri, terlebih dahulu. Dan asal tahu, kalau mencari sendiri itu beneran lebih nempel di hati. Nggak mudah lupa. Sama persis waktu saya belajar VLOOKUP ketika awal-awal jadi PPIC.

Tapi satu hal yang harus DITANYAKAN adalah ketika terkait dengan EKSEKUSI. Pencet tombol mana, setting mesin bagaimana, itu jelas harus ditanyakan.

Saya memang baru 2 tahun sekian bulan kerja, tapi setidaknya itulah pengalaman yang saya punya. Saya kadang nggak tahu, saya kadang dapat jawaban emosi, dan saya juga pernah menjawab dengan emosi.

Bahwa ketidaktahuan tidak selalu relevan dengan bertanya. Kadang ketidaktahuan bisa relevan dengan kecermatan kita menangkap fenomena.

 

Sebuah Jalan Tanpa Arah

Aku Repa, sebuah jalan tanpa arah.

Aku baru saja keluar dari sebuah rumah, tempat dimana aku cukup lama tinggal. Ya, sebenarnya waktu itu niatnya mau mampir, tapi ketiduran, jadi mampirnya agak lama. Nggak apa-apa. Ini mohon dimaklumi. Aku sebenarnya hendak menuju ke Hera di sebelah sana. Tapi selalu tampak sedang sibuk atau tidak mau diganggu. Aku belum sempat kontak dia sebenarnya, apakah dia mau ditemui atau tidak. Karena hanya tampak saja, jadi ya aku mampir dulu. Minum-minum lalu mabuk.

Ketika sudah sadar, aku bangun dan sesekali melihat ke luar jendela. Aku agak pusing, jadi belum berani keluar rumah. Kebanyakan minum tuak soalnya. Di jendela, aku masih menemukan hati yang di sebelah sana itu. Masih sibuk juga dia. Jadi biarlah aku tinggal dulu sebentar.

Hmmm.. Tapi lama-lama waktu mendesakku untuk menuju ke Hera yang ada disana. Ya sudah, aku keluar dari rumah, lalu beranjak. Karena aku nggak bayar, jadi aku nggak boleh menginap lagi di rumah itu. Nggak apa-apalah, aku sudah sadar ini.

Bukan hal yang mudah ternyata. Hera masih sendiri dengan rumah terbuka. Tapi di papan yang nangkring di depan tempat tinggalnya tertulis “sedang menunggu”. Wah, payah juga ini. Ini menunggu siapa, dan kapan aku bisa masuk menemui Hera. Mau nunggu sampai kapan aku disini? Padahal aku sudah nggak nginap di rumah itu lagi loh.

Baiklah, aku tunggu deh. Kalau memang kelamaan, aku duluin saja. Kelamaan menunggu itu nggak baik, tapi tanpa menunggu itu juga sama tidak baiknya.

Dan ini hari ke dua ribu aku menanti, dalam panas dan hujan, dalam siang dan malam. Berharap papan “sedang menunggu” itu bisa dilepas.

Baiklah, aku akan terus menanti.