Sebuah Pagi Bersahaja di Pantai Sanur

photogrid_1464103239473.jpg

Pagi hari, berbekal perut penuh babi guling yang enaknya setengah mati, saya terjaga. Pagi yang biasa di sebuah kota nan tidak biasa, namun lama-lama ya biasa juga. Mungkin yang bikin tidak biasa adalah karena begitu saya terjaga dan melangkah keluar kamar, tanah bisa langsung dijejak dengan sempurna. Kota kesebelas, baru kali ini dapat kamar yang menempel langsung pada tanah. Bukan mengawang strata title layaknya di kota-kota lainnya.

Sebuah pagi yang kesekian ribu dalam hidup. Namun pagi yang semacam ini selalu berbeda, tentu saja karena tempatnya berbeda. Di kota pertama, Kendari, saya memberanikan diri untuk keluar hotel sendirian menyusuri pantai teluk yang penuh sampah, semata-mata hendak menikmati matahari yang terbit begitu tenangnya. Di Manado saya beranjak pagi-pagi buta untuk mencari Tuhan, yang ternyata ada persis di sebelah hotel. Di Jayapura, saya melintas sepinya hari sabat untuk merasakan pagi yang berbeda di pulau surga. Sebuah pagi pada prinsipnya selalu berbeda, apalagi ketika pagi itu tiba ketika kita sedang berada dalam sebuah perjalanan.

Maka, pagi itu kedua kaki saya lantas menempel pada sandal hotel berwarna khas, karena saya memang tidak membawa sandal. Langkah demi langkah kemudian membawa saya melintasi gerbang lapangan golf, homestay-homestay kecil, sisa-sisa malam nan belum berakhir, dan aroma laut yang tiada bisa ditipu. Semuanya khas pagi yang saya rindukan. Pagi yang tidak tergesa-gesa, pagi yang sunyi dan tenang, pagi yang bersahaja.

Tidaklah cukup jauh kaki saya melangkah untuk kemudian jejak pada aspal berpindah menjadi jejak pada pasir. Ya! Pantai! Aroma laut, angin khas penuh lembab, hingga desir ombak menjadi satu di dalam otak melalui panca indera.

photogrid_1464102893272.jpg

Inilah Pantai Sanur. Sebuah nama yang bertahun-tahun silam hanyalah sebuah mimpi bagi saya. Menginjakkan kaki di Bali adalah suatu ketidakmungkinan pada suatu masa, namun lantas menjadi sebuah probabilitas yang begitu mudah pada masa lainnya. Dan kini saya telah menginjak Bali, setelah terlebih dahulu melihat Jalan Mandara dari atas langit. Jalan yang hanya tinggal diisi tanah saja, sudah bisa mengubah tol tengah laut menjadi tol pinggir laut. #TolakReklamasiBali

Matahari terbit dengan jelas, meski langit tidaklah cerah benar. Perlahan dia tampak naik, meski sebenarnya bumi yang berputar. Terang perlahan-lahan membuat dirinya paripurna sebagaimana hakikatnya. Sementara itu, saya menyibukkan diri dengan menghirup segar udara pantai. Ah! Surga nan sederhana.

Cukup banyak orang yang menghabiskan waktu dengan berendam di Pantai Sanur ini. Tampaknya hidup mereka begitu selow, sementara saya sebentar lagi harus bergegas mandi, makan, berangkat, bekerja, kemudian kembali ke Jakarta. Adakah nanti kiranya waktu bagi saya untuk menikmati kehidupan layaknya mereka? Oh, saya rasa tiada perlu. Toh, saya sekarang justru tengah menikmati kehidupan via kesempatan yang diberikan untuk menjejakkan kaki di Bali.

photogrid_1464102953399.jpg

Sementara mentari bertambah tinggi, tampak anjing-anjing muda berkejaran satu dengan lainnya di sela-sela bebatuan yang ada di pantai. Ada yang tercebur ke laut, mencoba berenang sendiri dengan susah payah, namun lantas berhasil mencapai bebatuan dan bermain kembali tanpa tampak takut akan terjatuh lagi.

Begitulah. Sanur di pagi hari menawarkan kesahajaan. Entah jika saya datang lagi di siang atau sore hari. Entah pula jika saya datang ke Kuta pada pagi hari, mungkin saya bisa beroleh pagi nan bersahaja pula. Bukankah hidup ini adalah soal kesempatan yang mungkin kita dapat dan semaksimal mungkin usaha kita untuk mengelolanya?

Maka dengan paru-paru yang penuh saya berbalik pulang, pulang dalam terminologi pendek–tentu saja. Meninggalkan pagi yang bersahaja di Sanur, sambil berharap jiwa pagi itu bersemayam dalam hati nan penuh gegabah ini.

Tabik.

Mencari Jejak Kisah di Duren Sawit

Wew! Entah sudah berapa lama #KelilingKAJ tidak ditulis di blog ini. Saya malah takut project ini bubar jalan dengan sendirinya. Namun saya tetap berupaya agar project pribadi ini lanjut meski tertatih-tatih gegara dua pekan sekali saya ke Bandung dan otomatis tertangkap Romo Paroki melulu di Cimahi.

Kesempatan muncul ketika suatu pagi saya berangkat dari Bekasi ke Jakarta sembari mengantar Mbak Pacar ke Bandung dari Bekasi. Sembari mengandalkan angin bertiup saya akhirnya memutuskan untuk turun di Stasiun Klender, yang menurut gambaran adalah stasiun yang cukup dekat dengan Gereja Santa Anna di Duren Sawit. Masalahnya, saya agak-agak kurang paham sehingga lantas berjalan salah arah hingga Indomaret. Karena sadar bahwa saya nggak akan sampai tepat waktu kalau jalan kaki sampai Gereja yang ternyata masih jauh sekali. Gini dah kalau songong, nggaya mau jalan kaki.

Saya akhirnya menggunakan aplikasi kekinian bernama Gojek untuk menuju ke lokasi. Ternyata masih lebih dari 3 kilometer jauhnya. Nggak kebayang kalau saya maksa jalan kaki seperti #KelilingKAJ yang lain, bisa keburu jomblo saking lelahnya. Maka, mari berterima kasih pada teknologi. Salah satu patokan terdekat adalah Rumah Sakit Yadika, begitu habis RS ini tinggal belok kiri dan ikuti jalan sampai ramai-ramai khas rumah ibadah.

Gereja Santa Anna Duren Sawit ini terbilang sunyi apabila dibandingkan dengan Matraman hingga Bidara Cina yang persis di pinggir jalan besar. Sebagai Gereja yang berada di perumahan, ini adalah karakter yang khas, ya selayaknya Bojong Indah kalau mau dipersamakan.

Selengkapnya!

Ngalor Ngidul Fantasy Premier League Ultimate 2015/2016

NGALORNGIDUL

Namanya simpel, Ngalor Ngidul Fantasy Premier League Ultimate. Ini sebenarnya hanya 1 dari ribuan liga di permainan bagi kebanyakan laki-laki yang doyan berfantasi tentang Liga Inggris alias Premier League. Kebetulan, website resmi Premier League memang menyediakan permainan yang lantas jamak dikenal sebagai Fantasy Premier League.

Nah, sekumpulan anak manusia lantas berkumpul dan pada musim 2015/2016 ini memasuki musim ke-4. Tiga musim sebelumnya, seluruh liga dimenangi oleh satu tim saja, Berkah FC, utusan dari Tiongkok cabang Tegal. Di musim ke-4 ini, muncul ide untuk menambahkan unsur fulus dalam permainan. Tenang saja, ini bukan judi. Kenapa? Karena menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berjudi bermakna mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar daripada jumlah uang atau harta semula.

Selengkapnya tentang Ngalor Ngidul FPL Ultimate!

Review: X-Men Apocalypse

xmenapocalypseimax-1

Sesudah menyaksikan manusia biasa dan manusia (?) dari Krypton berantem dalam Batman vs Superman, yang dilanjutkan dengan berantemnya Captain America dengan Iron Man, kini penikmat film disuguhi berantem dalam perspektif yang berbeda. Menyambung X-Men Days of Future Past yang bikin jaman terbolak-balik tak terhingga dan menghasilkan masa yang berbeda karena Wolverine berhasil kembali ke masa lalu untuk mengubah masa depan, maka kini muncul X-Men: Apocalypse yang meski tidak sewolak-walik jaman kayak film terdahulu, tetap saja bermain dengan periode waktu tertentu.

Kisah dimulai sekian ribu tahun sebelum masehi. En Sabah Nur (Oscar Isaac) hendak melakoni sebuah ritual untuk memperoleh kemampuan pemulihan diri ala Wolverine. Ritual dilaksanakan di piramida dengan mengandalkan sinar matahari. Apa daya, En Sabah Nur yang rupanya sudah melakukan banyak ritual sejenis dengan mengambil kemampuan dari banyak mutan lain itu malah dikhianati oleh beberapa manusia. Kemampuan itu berhasil diperolehnya, namun yang terjadi kemudian dia bobok panjang dalam reruntuhan piramida.

Klik disini untuk membaca selengkapnya!

20 Hal Tentang Ada Apa Dengan Cinta 2

aadc22

Bahkan perlu bantuan dari negara hingga akhirnya saya bisa nonton film yang so mainstream: Ada Apa Dengan Cinta 2. Iya, bantuan berupa uang harian sungguh mampu membuat saya membayar tiket bioskop plus tiket parkir di Taman Ismail Marzuki. Ah, duit dari negara, saya kembalikan Rp6.000 dalam bentuk uang parkir ke negara juga. Hidup Indonesia!

Sebagai penonton ke dua atau tiga atau malah empat juta sekian, tentu kurang pas jika saya harus menulis review tentang AADC 2 ini. Namun sebagai blogger nyaris bubrah, saya juga harus menulis karena WordAds saya menurun secara hore. Maka, saya mencoba menyajikan beberapa fakta unik yang mungkin baru kamu sadari, atau tidak kamu yakini kalau itu benar-benar ada sehingga kamu lantas mau nonton lagi, atau bahkan kamu yakini tidak ada dan saya hanya ngarang belaka.

Jadi, apa saja fakta-fakta unik itu? Monggo disimak hasil pengamatan saya sembari menahan cenut-cenut dampak kolesterol ketinggian hasil tujuh hari berturut-turut makan nasi Padang.

Selengkapnya tentang AADC2!

Selamat Ulang Tahun Pernikahan Ke-30

kaveredit

Seorang anak adalah produk dari suksesnya pertemuan seorang pria bernama Spermanto dengan gadis manis semlohe bernama Ovumwati. Itu takdir alam dan sudah dipercaya sahih secara saintifik. Sama halnya dengan anak manusia yang memiliki blog ariesadhar.com ini. Saya tentu saja tidak tiba-tiba dipungut dari bawah batu maupun dari dalam amplop honor narasumber. Saya adalah produk dari dua manusia nan berkasih-kasihan. Dua manusia yang mengikrarkan janji sehidup semati tepat 30 tahun yang lalu.

Yes, 30 tahun yang lalu itu berarti tepat pada 4 Mei 1986, Bapak dan Mamak saya melangsungkan pernikahan di Gereja Santo Petrus Claver Bukittinggi. Bangunan tua yang jika sekarangpun kita lewat Jalan Sudirman Bukittinggi, bentuknya ya sama saja dengan 30 tahun silam. Dan hari ini, tepat 30 tahun keduanya memadu kasih dengan legal ke negara pun legal ke Tuhan.

Bahwasanya peristiwa 30 tahun silam itu adalah sesungguhnya misteri ilahi. Bagaimana mungkin Bapak saya yang asli kelahiran Sleman itu bertemu dengan Mamak saya yang lahir pun besar di Padangsidimpuan? Dua kota yang sama-sama berakhiran -an, dua kota yang sama-sama ternama dengan salaknya, dua kota yang sangat berjauhan. Dan keduanya bertemu di tempat yang sama sekali berbeda, bukan di salah satu kota. Bapak dan Mamak bertemu di Bukittinggi. Kondisi inilah yang selalu membuat saya berasa absurd ketika ada orang bertanya, “kamu orang mana?”

Lha, saya harus jawab apa? Orang Jawa? Bisa banget, jika dirunut secara patrilineal saya dapat membawa garis Jawa milik Bapak. Orang Batak? Bisa juga. Demi mengesahkan cinta dengan Mamak, Bapak sudah memiliki marga Simamora. Orang Bukittinggi alias orang Padang? Kalau mengacu bahwa asal itu adalah tempat kelahiran cum tempat dibesarkan, jelas saya sahih menjadi orang Bukittinggi. Kalau tidak ada misteri ilahi 30 tahun silam, sosok absurd semacam saya dipastikan tidak ada.

Selanjutnya!