Gunung itu namanya Merapi, disebut-sebut sebagai gunung berapi yang selalu aktif. Dan gunung itulah yang selalu menjadi patokan saya sejak tahun 2001 di Jogja–tentu sebelum hotel-hotel perebut trotoar berdiri di Jogja. Dulu, kalau kesasar, tinggal cari ke sekeliling, adakah Merapi? Jika ada, maka jelas, itu utara. Langkah selanjutnya adalah mudah. Gunung itu pula yang saya lihat pertama kali begitu diguncang bumi pada Mei 2006. Dia ‘hanya’ berasap, karena memang bukan Merapi yang bergejolak.
Merapi pula yang jadi saksi ketika pertama kali saya dipeluk cewek, itu ketika pulang dari Pentingsari. Merapi pun adalah tempat ketika Bang Revo dipakai jadi modus boncengin cewek. Dan yang paling jelas bin terang dari semuanya itu, Merapi adalah saksi ketika gadis idaman tsurhat sama saya tentang cowok idamannya yang bukan saya. Pedihlah mah kalau mau dikenang.
Bagaimanapun, Merapi dan Jogja pernah dan akan selalu menjadi bagian dari hidup saya. Maka, ketika sedang tidur-tidur manja di Ciawi dan tetiba saya ingat Jogja, langsunglah saya berencana liburan ke Jogja. Namun boleh jadi saya tetiba ingat Jogja itu adalah bukti sebuah feeling, karena pada akhirnya dalam waktu penantian yang sangat tidak lama saya benar-benar bisa terbang ke Jogja, tempat lahirnya OOM ALFA!
Sejak minggat dari Jogja tahun 2009, tempat yang selalu ingin saya jejak kembali adalah daerah sekitar Merapi. Entah Kaliurang, entah Kalikuning, saya nggak peduli. Namun apa daya, terlalu sibuk di kota, pun sesekali malah ke pantai, akhirnya saya baru berkesempatan berada di sekitar Merapi lagi ya tahun 2015 ini. Enam tahun lamanya saya tidak menjejak tempat yang dulu bahkan pernah seminggu tiga kali pulang pergi saya ladeni.
Yes, dengan menyewa mobil di D2 Transport milik kawan skripsi sesama perambah Ngangin-Ngangin, saya dan teman-teman menuju Merapi untuk sebuah wisata yang boleh dibilang adalah oleh-oleh erupsi dahsyat Merapi 2010. Sering dikenal dengan Volcano Tour, sering pula dikritik sebagai bentuk ketidakhormatan kepada pada korban, namun sering juga diangkat sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat pasca bencana. Itu semua soal perspektif!
Rombongan saya sampai di sekitar Kalikuning sudah sekitar jam 4.Pasca pipis-pipis unyu, perjalanan dimulai menggunakan Jeep Tour 86. Sebenarnya tinggal pilih bin tinggal tunjuk kalau mau wisata di Merapi sini karena penyedia jasa jeep sangat banyak. Kenapa saya pilih 86? Karena dengar-dengar mereka yang pertama kali memulai wisata macam ini. Karena sudah sore jadi paket yang kami ambil adalah yang Short, 300.000 rupiah saja.
Jeep yang digunakan setirnya kiri, jadi jangan harap bermodal bisa nyetir Karimun dapat bikin kamu mampu bawa jeep di kaki Merapi ini. Satu hal yang bikin was-was adalah nggak ada helm, pun nggak ada pintu. Jadi kalau saya njepat, yo iso wae modar. Namun kalau sekadar masker dan minuman, itu sudah include dalam paket tur.
Rute pendek ini melewati jalur satu arah, termasuk rumah-rumah yang kena sapu awan panas lima tahun silam. Sungguh nggak terbayang oleh saya lima tahun silam bagaimana kisah di tempat ini. Wong rumah saja nyaris lenyap, bagaimana manusia? Salah satu bentuk dahsyatnya isi Merapi adalah Museum Sisa Hartaku. Menurut mas-mas tur, museum itu adalah rumah Mas Riyan. Isinya? Ya, sisa-sisa jam, kalkulator, baju, dapur, sampai sapi yang kalah oleh panasnya Merapi. Di rumah ini pula ada semacam prasasti bertajuk Pesan Merapi yang berbunyi:
Aku ora ngalahan, tur yo ora pengen dikalahke.
Nanging mesti tekan janjine, mung nyuwun pangapuro
nek ono seng ketabrak, keseret, kenter, kebanjiran lan klelep.
Mergo ngalang-ngalangi dalan seng bakal tak liwati
Membaca tulisan itu, saya jadi ingat betapa dahulu pemerintah sudah membuat jalur-jalur untuk muatan Merapi. Namun kemudian tiba masa ketika Merapi memilih jalurnya sendiri. Itu di Jalan Magelang jelas sekali bahwa Merapi memang ‘memilih’ jalurnya sendiri.
Perjalanan berlanjut ke tempat yang dinamakan Batu Alien. Sepanjang jalan perut jelas dikocok-kocok karena selain rutenya memang bergelombang, sama mas-masnya juga dibuat semakin membahana. Wis pokoke mumet lan mules. Masih menurut mas-masnya tur, batu ini dinamakan batu alien karena bentuknya yang mirip alien. Kalau saya sih sisi menariknya bukan pada batu aliennya, tapi pada pemandangan di sekitarnya. Sungguh, saya rindu pernah bermain-main di Kalikuning dengan pemandangan semacam ini.
Banyak jeep berseliweran di jalur yang sudah disediakan. Agak lucu karena jadi model angkot dan Dishub karena di beberapa cekpoint, driver jeep memberikan duit kepada orang yang berjaga di sebuah pos. Ini Merapi kok rasa terminal? Ada jalur yang memang satu arah, ada juga yang dua arah. Dua arah itu utamanya di jalur menuju bunker. Cerita bunker yang sudah diset sedemikian rupa tapi masih tetap menghanguskan manusia di dalamnya memang menjadi wujud dahsyatnya aktivitas Merapi pada 2010 yang lalu itu. Karena memang puncak Merapi lurus sekali dengan bunker. Berdiri saja di pintu bunker, puncak tampak di depan mata. Kalau memang ingin, boleh saja masuk ke bunker. Tapi kebanyakan sih tidak, selain sempit, ngeri juga mungkin. Bagaimanapun, tempat itu pernah menjadi saksi upaya survival.
Dengan mengunjungi tiga tempat itu saja, waktu sudah lebih dari 1,5 jam. Rute Short memang pilihan satu-satunya karena sudah sore, namun dipikir-pikir lagi kalau semakin lama dan semakin panjang bergoyang perut lama-lama juga bisa mules. Namun sebagai orang yang pernah besar di Jogja, sebaiknya sih yang menengah bisa dicoba, jadi bisa eksplorasi lebih mantap ke Merapi.
Ada kondisi yang teramat berbeda pra 2010 dan pasca 2010. Merapi telah membuat kisahnya sendiri, hingga lantas muncul Volcano Tour semacam ini. Dulu sih nggak ada, atau mungkin ada tapi saya nggak kuat bayar kali ya? Diantara perbedaan itu ada satu yang menggelitik yakni pembangunan (katanya) resort dan waterboom wannabe di sekitar jalur Volcano Tour. Heran saja saya ada yang mau investasi di situ. Bukan apa-apa, itu kalau Merapi pengen, sekali niup langsung ketutup.
Buat yang hendak menuju Merapi dengan cara lain ini tentunya tidak lewat Kaliurang. Sesudah Pakem kita jangan belok kiri ke Kaliurang, tapi lurus lagi ke arah Cangkringan alias Moro Lejar terus. Lokasinya ya sejalan dengan Pentingsari, Sinolewah, dan Wonogondang. Papan petunjuk Volcano Tour cuma ada lepas APILL Pakem. Pas di Cangkringannya nggak ada, jadi ya diharapkan untuk titi teliti sekali bagi yang pertama kali ke Kalikuning.
Yes, kembali lagi ke Jogja adalah sebuah kegembiraan tersendiri buat saya. Apalagi kembali ke Kaliurang yang sudah berbeda dengan enam tahun silam. Maka, setiap kali cabut dari Jogja yang saya inginkan hanya diijinkan untuk selalu pulang lagi. Sampai jumpa lagi, Jogja!
keren nih tulisan..
LikeLike
Ehehehehehehe….
LikeLike
Terlepas dari tulisan ini, Jogja memang ngangenin, pengen banget main kesana lagi 😀
LikeLike
#JogjaSelaluDiHati
LikeLike