Category Archives: Persona

Tentang seseorang

Mengenal Doktor Moeldoko

Mengenal Doktor Moeldoko – Moeldoko merupakan Kepala Staf Kepresidenan Kabinet Indonesia Indonesia Maju. Hal ini merupakan periode kedua karena sebelumnya Moeldoko memegang jabatan yang sama sejak menggantikan Teten Masduki pada 17 Januari 2018.

Panglima TNI Moeldoko Resmi Bergelar Doktor Ilmu Administrasi
Moeldoko (Sumber: Detik)

Sebagaimana dijelaskan oleh Agus Mulyadi dari media kondang, Mojok, Moeldoko merupakan peraih Adhi Makayasa sebagai lulusan terbaik Akademi Militer angkatan 1981. Moeldoko merupakan bagian dari Angkatan Darat. Beberapa jabatan yang pernah diemban oleh Moeldoko adalah Panglima Diisi Infateri 1/Kostrad pada tahun 2010 menggantikan Mayor Jenderal TNI Hatta Syafrudin.

Moeldoko juga merupakan Panglima Kodam XII/Tanjungpura ketika diaktifkan kembali pada tahun 2010. Sebelumnya, Kodam di Pulau Kalimantan sempat digabung menjadi 1 dalam Kodam VI/Tanjungpura di Balikpapan.

Posisi sebagai Panglima Kodam XII/Tanjungpura ini ternyata memiliki dampak panjang. Sebagaimana mungkin jarang diketahui oleh publik, Moeldoko sesungguhnya memiliki gelar Doktor yang diperoleh pada tahun 2014 dari Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Administrasi yang kala itu masih menjadi bagian dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Beberapa waktu kemudian, bidang Ilmu Administrasi berdiri menjadi fakultas tersendiri dan pada tahun 2021 memasuki usia ke-6.

Merujuk data Pangkalan Data Pendidikan Tinggi, Moeldoko menjadi mahasiswa doktoral pada semester ganjil 2008 dan lulus pada 20 Januari 2014. Moeldoko sempat cuti studi pada semester ganjil 2012. Secara umum, waktu yang dihabiskan Moeldoko untuk studi terbilang cepat bila dibandingkan dengan pada umumnya mahasiswa S3 yang memang rata-rata dilakukan sambil kerja.

Pada tahun 2008 sendiri, Moeldoko memegang jabatan Kasdam Jaya. Dengan demikian, sepanjang kuliah di UI, Moeldoko berturut-turut menjadi Panglima Kostrad, Panglima Kodam XII/Tanjungpura, Panglima Kodam III/Siliwangi, Wakil Gubernur Lemhannas, Wakasad, KSAD, hingga pada ahirnya menjadi doktor pada saat menjabat Panglima TNI.

Disertasi yang disusun oleh Moeldoko untuk meraih gelar Doktor berjudul “Kebijakan dan Scenario Planning Pengelolaan Kawasan Perbatasan di Indonesia (Studi Kasus Perbatasan Darat di Kalimantan)”. Promotornya adalah Prof. Dr. Eko Prasodjo, Mag.rer.publ dan ko-promotornya adalah Prof. Dr. Azhar Kasim, MPA.

Satu Harapan: Panglima TNI Terima Gelar Doktor
Sumber: Satu Harapan

Disertasi tersebut membahas tiga pokok permasalahan yakni perihal policy content pengelolaan kawasan perbatasan sesuai UU Nomor 43/2008 dan Perpres 12/2010 dan kebijakan terkait lainnya, perihal implementasi kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan dalam upaya mewujudkan beranda negara yang aman dan sejahtera, serta mengenai skenario dan arah kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan yang aman dan sejahtera.

Paradigma yang digunakan dalam disertasi Moeldoko adalah mixed method atau gabungan kualitatif dan kuantitatif. Paradigma kuantitatif digunakan pada penyebaran kuesioner yang menggunakan data ordinal dan nominal. Selanjutnya, Moeldoko melalukan wawancara mendalam dengan narasumber terkait. Moeldoko juga menggelar diskusi dengan pemangku kepentingan atau Focus Group Discussion.

Ada alasan menarik dalam pemilihan perbatasan Kalimantan untuk diteliti. Sebab ternyata Indonesia ini berbatasan darat dengan Papua Nugini dan Timor Leste, tapi kalau menyoal perbatasan dengan Malaysia menjadi sangat sensitif. Hal ini tentu tidak lepas dari jabatan Moeldoko di Kalimantan walau sebentar.

Sejumlah rekomendasi dibuat Moeldoko dalam disertasinya, antara lain perlunya perumusan UU yang bersifat lex specialis tentang pengelolaan perbatasan serta Peraturan Pemerintah agar amanat UU tentang Wilayah Negara dapat terlaksana dengan lebih efektif. DPR, DPD, dan Pemerintah juga direkomendasikan untuk melakukan harmonisasi terhadap sejumlah peraturan perundang-undangan pokok. Ada pula rekomendasi untuk mengembangkan Grand Design Penataan dan Pengelolaan Kawasan Perbatasan secara partisipatif.

Demikian sedikit gambaran dari Panglima TNI terakhir yang diangkat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama 10 tahun. Sebelumnya ada nama Marsekal TNI Djoko Suyanto (TNI AU), Jenderal TNI Djoko Santoso (TNI AD), dan Laksamana TNI Agus Suhartono (TNI AU).

Selamat Jalan, Paktuo!

Halo Paktuo, bagaimana perjalanan menuju surga? Lancar, kan? Pastinya lancar, dong. Semua orang yang kenal Paktuo pasti meyakini itu. Saya sedang antre BPJS di PGI Cikini kala Cici memberi kabar bahwa Paktuo sudah nggak ada. Sumpah, ingin menangis di tempat rasanya. Kita baru ketemu tanggal 11 Juli yang lalu, lho. Kita juga saling berkata, “Nanti kan ketemu lagi…”

Tapi kok jadinya begini, Paktuo?

Ada banyak hal yang tidak saya ketahui tentang Paktuo, sebagaimana abang-abang, kakak, dan terutama Petra mengetahuinya. Ya bagaimana, kita ketemu tidak cukup intensif dalam durasi yang begitu lama, tapi perjalanan waktu membawa kita kepada diskusi-diskusi hangat. Ah, paling senang saya melayani diskusi dengan seorang old man yang penuh ide-ide perubahan. Setidak-tidaknya bisa jadi bahan untuk nakal dalam tulisan.

Sebelum semuanya seperti sekarang ini, Paktuo ada kala saya kecil. Yha, dari 1987 sampai 1993, jelas sekali memori itu dalam kepala saya. Paktuo adalah wali baptis saya. Tentu memilih wali baptis tidaklah sembarangan. Sebagaimana saya memilih Paklek Beny sebagai wali baptis Kristofer juga sangat dipertimbangkan. Sebagai sosok kakak yang tersedia di Bukittinggi kala itu, maka pilihannya ya pasti Paktuo.

Continue reading Selamat Jalan, Paktuo!

Rest In Peace, Romo Ardi

Hari Sabtu sore, saya baru pulang kondangan. Siapa sangka pada waktu saya sedang mencari kepala hijau untuk istri, salah seorang pastor keren yang saya kenal justru lagi meregang nyawa. Ya, beberapa jam kemudian melalui posting Mas Adven, teman dahulu sama-sama berkomunitas, saya mengetahui bahwa Sabtu, 8 April 2017 pukul 17.30, Romo Aloysius Maria Ardi Handojoseno, SJ dipanggil Tuhan.

Sejujurnya, saya tidak percaya.

Apalagi ini era hoaks dan sejauh saya pernah mengenal beliau 13 tahun yang lalu, tidak tampak faktor risiko untuk mengaitkan sosok yang kala itu saya kenal sebagai Frater Ardi itu dengan serangan jantung. Badan ideal, merokok sejauh saya kenal juga tidak, usia juga belum tua-tua benar. Dan lagi, sejauh saya kenal pula, selain hobi naik motor lanang, setahu saya (kala itu) Frater Ardi juga hobi berjalan kaki.

Kok bisa? Ya, embuh. Sungguh sulit bagi saya untuk mengerti.

Perkenalan saya dengan (kala itu) Frater Ardi sesungguhnya singkat. Dimulai saat saya masuk Universitas Sanata Dharma tahun 2004 dan langsung mlipir masuk ke Cana Community dengan kebetulan Frater Ardi sebagai pendampingnya. Waktu itu, saya agaknya sama persis dengan masa kini: goyah iman.

Continue reading Rest In Peace, Romo Ardi

Sir Alex dan Fans Sepakbola

Sir Alex Ferguson resign, dan pemberitaan sudah semacam Sir Alex meninggal dunia. Berlebihan? Ya mungkin, tapi itulah industri sepakbola. Pemberitaan yang terbilang mendadak, sampai kemudian muncul pengumuman resign, plus pengumuman penunjukan David Moyes, adalah rantai yang sinambung membentuk sensasi.

Sebenarnya apa salahnya Sir Alex resign? Dia sudah 71 tahun, dan sudah 26 tahun membesut Setan Merah.

Yah, 26 tahun itu waktu yang sangat lama. Bahkan sebenarnya 27 tahun kalau menghitung dia tiba ke Old Trafford pada 1986. Belum genap memang.

Saya mengenal tim idola saya, Internazionale, pada tahun 1995. Usia saya 8 tahun ketika itu. Anggaplah anak-anak yang lain akan mengenal sepakbola serta kemudian mencintainya pada usia yang sama, maka kita akan mendapati bahwa sebagian besar fans, bahkan yang berusia 30 tahun pasti lekat dengan Sir Alex.

Kalau saya sebagai Interisti sudah mengalami masa-masa dari Hodgson, Castellini, Simoni, Lucescu, Tardelli, Lippi, Cuper, sampai Mancini dan Mourinho, para fans MU hanya mengenal Sir Alex. Orang yang datang ketika MU ada di bawah.

Jadi, mungkin yang legowo adalah Manchurian yang usianya 40 tahun. Iya, mereka yang mengalami nggak enaknya jadi fans MU. Ketika MU diledek saat terlempar dari papan atas sepakbola Inggris.

Soal kecintaan saya terhadap olahraga, memang mengarahkan saya pada anti kemapanan. Itu kenapa saya merupakan anggota anything but MU, apa aja asal jangan MU. Kenapa? Karena saat saya mengenal Liga Inggris, itu pas dengan zaman MU sedang jaya-jayanya. Sama persis ketika saya mendukung Eddie Irvine alih-alih Michael Schumacher.

Tapi tentu, ini bukan kebencian, tapi lebih kepada bobot respek. Bahwa saya tidak suka Juventus, itu mungkin kadarnya lebih mengarah ke kebencian, utamanya sejak insiden di musim 1997/1998 saat pelanggaran terhadap biru-hitam tidak dikenai penalti.

Artinya apa? Para fans MU, utamanya yang seumuran saya, akan sangat sulit beradaptasi dengan realita bahwa yang ada di bench MU bukan lagi sosok rapi yang berkacamata dan mengunyah permen karet. Bukan lagi sosok yang hobi marah-marah (termasuk ke wasit). Bukan lagi Sir Alex Ferguson. Sederhana kan?

Bahwa cinta kepada sepakbola itu memang luar biasa. Tinggal sekarang, sama ketika Inter ditinggal Mourinho, Juve ditinggal Lippi, AS Roma ditinggal Capello, atau juga Dortmund ditinggal Hitzfeld, ada 2 pertanyaan penting.

Siapkah tim dengan hal baru?

Siapkah fans atas perubahan itu?

Inter terbukti gagal, karena sejak Mou hengkang, selalu saja goyah. Juve, ya lumayan berhasil di bawah Ancelotti. Roma sendiri juga terbilang berhasil. Dortmund? Bubar ketika ditangani Novia Scala.

Jadi, bagaimana dengan Moyes dan MU? Mari kita nantikan.

David Moyes

Sir Alex Ferguson akhirnya pensiun dari hingar bingar Old Trafford. Ya iyalah, usianya juga sudah 71 tahun. Seingat saya pelatih yang masih melatih di usia segitu paling hanya Mr. Trap dan Cesare Maldini, serta Carlo Mazzone.

Beritanya bikin heboh dunia maya menciptakan spekulasi sekitar 24 jam, sebelum kemudian diresmikan bahwa pelatih MU berikutnya adalah David Moyes.

Siapa Moyes?

Penggemar EPL asli pasti tahu siapa Moyes. Hanya penggemar cupu yang nggak ngerti David Moyes. Kenapa? Karena Moyes adalah manajer terlama ketiga di sebuah tim FPL. Pertama tentu saja Sir Alex (sejak 1986–De Gea aja belum lahir itu), lalu disusul Arsene Wenger 10 tahun berselang, dan Moyes sejak 2002.

Lainnya? Ya tentu saja silih berganti.

David Moyes adalah orang Skotlandia, sama dengan SAF. Lahir dengan nama lengkap David William Moyes. Usianya tahun ini pas 50 tahun karena lahir pada 25 April 1963. Kariernya dimulai di Celtic dan diakhiri di Preston North End.

Di tim terakhir inilah dia kemudian switch karier jadi pelatih sampai kemudian di-hire oleh Everton pada Maret 2002. Kebetulan, pertandingan pertamanya (vs Fulham) disiarkan langsung oleh TV Indonesia (TV7 apa ya.. lupa…) dan saya nonton *nggak penting*

Waktu itu Everton mainannya di bawah-bawah, dan kemenangan 2-1 atas Fulham membantu membebaskan Everton dari jerat degradasi.

Oya, David Moyes juga adalah orang yang memberikan debut kepada bintang terang sepakbola Inggris bernama Wayne Rooney, tentunya juga ketika mencetak gol kemenangan Everton atas Arsenal (2-1).

Jangan salah juga, gol Rooney kala itu menahbiskannya sebagai pencetak gol termuda Liga Inggris. Bertahun kemudian, Moyes juga memberikan tempat untuk James Vaughan untuk bisa menjadi pencetak gol yang lebih muda lagi.

So, soal pemain muda, rasanya sih jangan ditanya ini Bapak. Sekarang saja kita masih melihat kiprah Seamus Coleman di sisi kanan Everton, atau (kalo nggak kebanyakan cedera) Jack Rodwell, serta (kalo nggak bernasib sial) Dan Gosling.

Pembelian terbaik Moyes tentu saja ketika bikin rekor klub saat meng-hire Maroune Fellaini. Dan memang nasibnya Everton adalah menjual pemain-pemain bagusnya, untuk uang besar. Lihat saja Wayne Rooney, lalu juga ada Francis Jeffers (gagal bersinar), serta Joleon Lescott.

Sampai saat tulisan ini dibuat, Moyes telah mengukir 425 pertandingan hanya bersama Everton, 172 kali menang, 123 kali seri, dan 130 kali kalah. Rataan kemenangannya 40%.  Total 565 gol disarangkan anak asuhannya, dan 501 gol dialami oleh kiper-kiper seperti Richard Wright, Nigel Martyn, sampai Tim Howard dan Jan Mucha. Semua prestasi itu melahirkan 639 poin. Masih ada kesempatan untuk menambah 6 lagi. Musim ini pencapaian Everton cukup baik, nomor 6, di bawah Chelsea/Arsenal/Spurs.

Semua yang digapai Moyes dianggap baik terutama karena dana terbatas yang dialaminya. Tim ini bahkan masih bisa membabat Citizens 2-0 lewat gol Leon Osman dan Nivica Jelavic pada pertandingan terakhir. Sejak Moyes memegang Everton, bahkan Liverpool pun bisa kalah. Sebelumnya? Rada susah.

Soal prestasi pribadi, Moyes moncer. League Managers Association Awards diraihnya pada 2003, 2005, dan 2009. Jumlah 3 itu sama dengan SAF (1999, 2008, 2011). Kayaknya sih nambah 1 lagi SAF musim ini. Cuma masih rebutan sama Michael Laudrup juga sepertinya.

Begitu kira-kira, yah kalau para Manchurian sejati saya mah nggak meragukan pengetahuan soal Moyes. Ini info aja buat orang-orang yang mengaku fans MU tapi komen yang jelek-jelek soal klub lain di setiap komentar portal berita. Fans bola sejati nggak pernah menyebut Barca sebagai Bancilona atau Inter sebagai Iler dan sejenisnya. Fans bola sejati selalu punya penghormatan tinggi pada tim lain. Kenapa? Karena fans bola sejati pasti pernah merasakan nggak enaknya mencintai sebuah klub. Yah, Manchurian yang sudah cinta MU pada saat era undefeated Gunners tentu lebih paham. Nggak kayak fans karbitan gitulah, yang begitu tim kesayangan jeblok, langsung pindah tim favorit. Hahaha.

Satu hal adalah bahwa Moyes belum pernah memenangi apapun. Pembuktian diperlukan disini. Sebagai anggota anything but MU, tentu saya berharap Moyes gagal. Cuma sepertinya, pergantian ini nggak akan berdampak besar. Moyes adalah manajer yang berkualitas tinggi.

So, mari kita tunggu.

Habemus Papam: Paus Fransiskus I

Pagi-pagi, saya buka Twitter dan melihat beberapa orang teman menyebut ‘Habemus Papam‘ di TL mereka. Well, ini kabar baik setelah setidaknya 4 misa saya ikuti tanpa mendoakan Paus, tentunya mengingat Gereja Katolik sedang dalam masa Sede Vacante setelah pengunduran diri Paus Benediktus XVI 28 Februari silam. Meskipun saya ngekek habis melihat ada yang komen di posting saya dan bilang kalau Paus (emeritus) Benediktus XVI pindah agama. Hahahaha..

Setelah asap putih tampak di Kapel Sistina, akhirnya nongollah Bapa Suci yang baru atas nama Kardinal Jorge Mario Bergoglio, kelahiran 1936 dan berumur 76 tahun. Dua tahun lebih muda dibandingkan umur Kardinal Ratzinger ketika ditahbiskan, namun 20 tahun lebih tua dibandingkan umur Kardinal Karol Wojtyla saat menjadi Paus Yohanes Paulus II. Ehm, sebenarnya untuk kasus Beato Yohanes Paulus II, bisa jadi para kardinal juga terpengaruh latar belakang sebelumnya bahwa usia masa kepausan Paus Yohanes Paulus I hanya 33 hari.

Kardinal Bergoglio terpilih menjadi paus ke 266 sepanjang riwayat Gereja Katolik, tentunya tidak dihitung dari Yesus. Ingat, Yesus sama sekali tidak membawa ajaran agama ke dunia, karena Yesus adalah penganut Yahudi yang mengajar di sinagoga-sinagoga dan tempat lainnya.

Uniknya, Kardinal Bergoglio tidak memilih nama yang sudah ada, namun memakai nama yang baru, Fransiskus. Well, itu nama SD saya memang. Nama Fransiskus sendiri ditengarai merujuk pada Santo Fransiskus Asisi. Di dunia Katolik, masih ada Fransiskus yang lain, sebut saja Fransiskus De Sales atau Fransiskus Xaverius.

Mengingat sidang kardinal bertajuk konklaf ini terhitung baru, maka terpilihnya Kardinal Bergoglio termasuk mengejutkan. Iya, posisinya Kardinal Ratzinger dulu cenderung lebih kuat dan masa terpilihnya juga cukup wajar. Kenapa? Kardinal Ratzinger adalah rektornya pada kardinal, jadi adalah cukup wajar ketika para kardinal memilih rektornya sendiri. Adapun Kardinal Bergoglio terpilih pada sidang ke lima. Asap putih tampak pada 7.05 pm dan dua menit kemudian bel di basilika Santo Petrus dibunyikan untuk mengkonfirmasi.

Banyak catatan ‘pertama’ yang ditulis hari ini. Paus Fransiskus I adalah Paus pertama dari Amerika Latin, sepanjang sejarah Katolik. Dan juga adalah Paus dari luar Eropa pertama semenjak ratusan tahun.

Pada 8.12 pm, Kardinal Jean-Louis Tauran, tampil di balkon dan kemudian berkata, “Saya umumkan kabar gembira pada kalian: kita punya Paus baru! Yang Mulia, Kardinal Roma, Bergoglio, yang memilih nama Fransiskus.”

Kabar kabur bilang kalau beliau adalah juara 2 dalam konklaf 2005 silam. Tapi entah kalau soal itu. Di luar itu, Kardinal Bergoglio memilik reputasi bagus dalam pelayanan, terutama di Amerika Latin yang merupakan region terbesar penganut Katolik dunia. *kalo nyari jodoh disana gampang kali ya -__-“*

Ada komen di salah satu portal berita Indonesia yang bilang kalau Kardinal Bergoglio/Paus Fransiskus I ini adalah Jokowi-nya umat Katolik dunia. Dan benar juga, karena dalam karyanya, beliau bahkan disebut mengendarai bis, mengunjungi yang miskin, bahkan hidup di apartemen sederhana dan memasak makanannya sendiri. Di Buenos Aires, dia dikenal sebagai Pastor Jorge.

Well, kalau begini, jadi ingat petinggi-petinggi gereja yang naiknya Harrier, Fortuner, dan malah ada yang minta mobil ketika dipindahkan ke paroki baru. *ehm*

Bagian yang mungkin harus diperhatikan adalah sikap dasar beliau yang pro-life. Hal ini otomatis akan relevan dengan sikapnya terhadap aborsi dan pernikahan sesama jenis. Bahkan pada 2010, Kardinal Bergoglio mengeluarkan protes keras soal legalisasi pernikahan sesama jenis di Argentina dan menyebutnya sebagai ‘cedera serius bagi keluarga’. Bahkan untuk pernikahan sesama jenis beliau cukup keras bilang bahwa adopsi di dalam pernikahan itu ‘merampas pertumbuhan anak yang diinginkan Tuhan diberikan oleh ayah dan ibunya’. Ini mendasar sih, tentu kasuistis untuk orang tua yang membuang anaknya.

Perannya sering memaksa beliau untuk berbicara soal masalah ekonomi, sosial dan politik yang dihadapi negara. Homilinya sering diisi dengan referensi terhadap fakta yang dihadapi dan dibutuhkan untuk memastikan semua orang respek dan peduli.

Jorge Bergoglio sendiri lahir di Buenos Aires, pada 17 Desember. Beliau awalnya adalah lulusan jurusan kimia di Universitas Buenos Aires, yang kemudian masuk Jesuit di seminari Villa Devoto. Jadi beliau nggak lewat seminari menengah.

Dalam ‘karier’-nya di Jesuit, beliau sempat menjabat sebagai Provinsial Jesuit provinsi Argentina di akhir 1970-an. Pada 1980 beliau menjadi guru di sekolah Jesuit. Ya, sederhananya, masak sih sudah jadi Gubernur, sempat ngajar anak sekolahan lagi? Bisa dibilang ini bukti kerendahhatian.

May 1992, beliau ditunjuk sebagai uskup auksilier Buenos Aires. Lima tahun kemudian menjadi uskup co-ajutor, dan pada 28 Februari 1998 menjadi uskup Buenos Aires.

Lebih jelas sila cek ke sumber asli konggregasi yang bersangkutan.

Syukurlah. Keunikan khas Katolik menurut saya memang perihal hierarki ini. Semoga kehadiran Paus Fransiskus I memberi warna yang indah untuk hidup rohani seluruh umat Katolik di dunia.

Amin!

 

 

Siapa Itu Nil Maizar?

Hari-hari gini banyak tuh yang apriori melihat sosok yang SELALU berdiri di tepi lapangan kala tim nasional Indonesia bermain. Ya, tentu saja. Setelah melihat deretan bule dari tahun ke tahun, termasuk bule yang hobinya NULIS (tebak siapa!), kini ada orang lokal yang melatih tim nasional Indonesia.

Kening pasti berkerut. Secara orang ini kurus, tidak seperti Bung Bendol. Orang ini berkumis, tidak klimis seperti Coach RD. Lalu siapa orang ini?

Sosok itu adalah NIL MAIZAR.

sumber: yiela.com

Ya, kalau sekarang banyak yang heran dengan nama ini, saya sih sudah sempat terheran-heran dengan nama yang sama pada tahun 2010 silam. Waktu itu, tahun 2009, tim Semen Padang sedang berbenah. Didatangkanlah pemain-pemain hebat dan pelatih terkenal, Arcan Iurie.

Hasilnya? Semen Padang kembali ke kasta utama Liga Indonesia. Saya kembali menyimak sepak terjang tim favorit saya ini. *ehm, aslinya sih PSKB Bukittinggi, tapi berhubung nggak ada gaungnya, ya sudah geser ke ibukota saja*

Lah kok pelatihnya bukan Arcan Iurie lagi?

Yak, manajemen Semen Padang dengan berani menunjuk Nil Maizar menjadi pelatih, dan hasilnya? Tidak ada yang bisa mencoreng rekor SP di Agus Salim. Bahkan kalau tidak karena beberapa hasil tandang yang buruk, SP sebenarnya bisa juara. You know lah Liga Indonesia. Hehehe..

Permainan SP sebenarnya standar, bahkan bisa ditebak. Ya, SP waktu itu, di musim yang itu mengandalkan formasi 4-4-2. Pergantian pemainnya sudah sangat jelas. Striker Suheri Daud hampir pasti masuk, lalu Elie Aiboy hampir pasti diganti. Edward Wilson nggak akan tergantikan. Ya, semacam itulah.

SP kemudian join ke IPL dalam kekisruhan sepakbola kita. Dan persis pasca Indonesia dibabat 10-0 sama Bahrain (bisa lebih karena ada 2 penalti yang ditepis), Aji Santoso mundur dan datanglah Nil Maizar ke tim nasional.

Hal simpel dan sederhana, siapa sih pelatih yang mau ngelatih tim nasional yang tidak utuh, yang lagi kisruh? Dia mempertaruhkan namanya sendiri untuk prestasi yang buruk. Tapi Nil Maizar, yang lahir 2 Januari 1970, ini memilih mendengarkan panggilan tim nasional alih-alih menolak. Putra Minang asli Payakumbuh ini positif memegang tim nasional Indonesia.

Kalau dulu suka baca Singgalang dan Haluan, pasti tahu dengan nama Nil. Ya, selepas jadi skuad PSSI Garuda II di awal 1990-an, Nil Maizar bergabung ke Semen Padang (1992-1997) dan kemudian pindah ke klub tetangga (1997-1999). Ini jaman-jaman saya baru bisa baca koran, dan kebetulan Haluan itu hampir pasti ada di meja Bapak. Hehehe..

Selepas jadi pemain, Nil Maizar bergabung di tim kepelatihan Semen Padang sebelum kemudian mencuat menggantikan Arcan Iurie, sesuai cerita di atas.

Yang unik ternyata pelatih ini sangat filosofis sekali. Coba lihat kutipan ini:

Salah satu yang paling favorit bagi pelatih yang punya koleksi ratusan buku ini adalah kisah heroik Jabal Al-Tarik saat menaklukan Andalusia. Saat mendarat di pantai  Andalusia, Jabal Al-Tarik memerintahkan serdadunya untuk membakar kapal-kapal mereka, sehingga tidak ada pilihan lain bagi serdadunya, selain maju bertempur dan memenangkan peperangan.

“Inti yang ingin saya berikan dari kisah itu kepada pemain, kalau kita sudah di lapangan tak ada lagi hal lain yang dipikirkan, kecuali fokus pada pertandingan dan berjuang keras memenangkan pertandingan,” katanya.

Lalu juga kutipan ini:

“Saya sadar itu (melatih timnas) adalah sebuah risiko. Banyak yang bilang, ‘Ngapain saya ke timnas? Lebih baik tetap di Semen Padang. Apalagi Semen Padang sedang onfire. Tapi, saya selalu bilang, saya melatih timnas dengan sebuah kejujuran. Saya juga mencoba menapak tangga yang lebih tinggi,” beber Nil.

Saya sebagai fans, sebenarnya menyayangkan, karena kemudian SP agak gamang meski kembali di bawah asuhan mentor-nya Nil, Suhatman Imam. Untung akhirnya tetap juara 🙂

Pernyataan ini juga menarik:

“Jangan pernah meremehkan tim ini. Ingat salah satu kunci kehidupan ini. Jangan pernah menganggap remeh suatu hal yang tidak Anda ketahui. Percayalah, suatu saat orang akan lebih dari yang Anda bayangkan. Kalau Anda menzalimi orang, Anda akan mendapatkan hal yang sama,” saran Nil.

Sungguh sebuah profil yang dalem, maklum, Capricorn. Hahaha..

Tapi, melihat tingkah Nil Maizar dari dulu selalu unik. Satu hal, dia hampir pasti pakai kemeja lengan panjang. Lalu aktif bergerak mengarahkan pemain, dan itu terjadi sepanjang pertandingan. Dan yang paling asyik kelihatan ketika lawan Singapura kemarin, dia tetap ada di tepi lapangan. Ikut berhujan-hujan ria. Asli, kalau begini saya jadi ingat pelatih timnas yang hobinya NULIS. *sensi amat yak*

Ya, sungguhpun Nil Maizar mungkin bukan pilihan terbaik dari sekian pelatih TOP di Indonesia, tapi dia membuktikan kalau MAU berada di kondisi semacam ini. Yang bahkan–maaf–coach RD pun mundur karena alasan pemilihan pemain.

Jangan salah, Nil Maizar mungkin memegang rekor buruk yakni GAGAL MENANG lawan Laos. Tapi ingat, Thailand pun di 2010 juga ditahan imbang Laos. Dan ingat lagi, sederet pelatih sejak 1998 tidak ada yang bisa membawa Indonesia mengalahkan Singapura. Lihat apa yang dilakukan Nil dan skuadnya semalam? 1-0 untuk Indonesia 🙂

Lepaskan kebencian, semua demi satu. GARUDA!

*meskipun saya yakin, kalah dan menang selalu akan jadi kontroversi nggak mutu di forum, di dunia maya, hingga di televisi*

Ah, sudahlah..

Selamat berjuang, Uda!

RIP Pastor Mikael Gunadi

Pagi-pagi dapat telepon dari Bapak, ngasih tahu kalau Pastor Galli meninggal di Pekanbaru..

sumber: agusta6872.wordpress.com

Okay, nggak banyak yang saya tahu tentang Pastor yang punya nama lain Mikael Gunadi ini, kecuali:
1. beliau adalah pastor yang menyiramkan air suci ke kepala saya pada suatu hari di tahun 1987 dalam sebuah sakramen baptis
2. beliau adalah pastor yang ada di altar ketika saya dengan baju putih-putih menerima komuni untuk pertama kali
3. beliau adalah pastor yang menyerahkan dua gelas berisi air dan anggur pada saya dalam tugas putra altar perdana saya
4. beliau adalah pastor yang mendampingi Mgr. Martinus Situmorang dalam sakramen krisma saya

Yak, Pastor Galli adalah orang yang menjadi penanda momen-momen penting saya di gereja.

Beliau memang sudah lanjut usia. Based on blog kak Ade ini, disebutkan kalau Pastor Galli sudah jadi pastor dari jaman Mama-nya Kak Ade masih kecil. Sebuah waktu yang sangat lama bukan?

Pastor Galli memang sudah tua. Terakhir ketemu waktu mudik Agustus kemarin–seperti biasa karena selalu datang cepat–jadi masih sempat salaman dengan beliau. Tangannya memang sudah lama tremor, kalau tidak salah sudah sejak saya mudik 2007. Tapi ya begitulah, beliau masih memimpin misa, masih memberikan kotbah, dan, ehm, entah mengapa tanpa mengenakan kacamata.

Pastor Galli memang cenderung galak kalau di altar. Saya lupa sudah berapa kali ‘kena’ gara-gara lelet waktu di altar. Tapi di luar itu, Pastor Galli adalah orang yang tergolong ramah, dan yang saya ingat, anti benar dengan orang yang ribut di gereja.

Yah, saya nggak mengenal beliau terlalu banyak, tapi–apapun–beliau adalah orang yang hadir di momen-momen penting kekatolikan saya.

Selamat jalan, Pastor! Berkah melimpah di Surga 🙂

Ignasius Jonan Dan Semangat Perubahan

29 Juni saya ke Pasar Senen, ini pertama kalinya saya naik sepur sesudah November 2011, kala itu naik Turangga dari Surabaya ke Jogja. Agak kaget karena hendak duduk masuk ke dekat rel, eh nggak boleh. Jadi masalah, karena tiket saya dibawa sama Robert yang hampir bisa dipastikan akan datang mepet. Kalau nggak, bukan Robert namanya. Ya begitulah.

Usut punya usut, ternyata ada yang namanya sistem BOARDING. Ciee, udah kayak naik pesawat aja nih. Jadi udah minim tuh tangis-tangisan di atas kereta laiknya yang sering saya lihat zaman masih mungil dulu. Perubahan yang terjadi sejatinya sangat signifikan. Saya naik Senja Utama dan tidak ada orang ngemper di lantai. Ada sih ada, tapi itu lebih karena hendak terkapar, dia punya tiket dan punya nomor kursi kok. Lha saya ingat banget tiket Cirebon-Jogja saya tahun 2001 itu kelas Bisnis tanpa nomor, jadinya?

NGGAK DUDUK CUYY!!! Perubahan ini beda banget ketika saya naik waktu erupsi Merapi. Itu hampir nggak bisa nafas saking ramainya.

Nah, siapa sosok di balik perubahan itu? Usut punya usut, ternyata Bapak yang satu ini: Ignasius Jonan.

sumber: http://www.hidupkatolik.com

Pak Jonan dilantik jadi Dirut KAI pada 25 Februari 2009, ketika mentri BUMN-nya masih Pak Sofyan Jalil. Latar belakangnya? Akuntansi. Lha?

Lahir pada 21 Juni 1963 di Singapura sudah menjadi profil masa muda Pak Jonan. Ya, dia pasti anak orang kaya. Ayahnya Jusuf Jonan adalah pengusaha, ibunya putri seorang pejabat tinggi Singapura. Sampai umur 10 tahun, hidup di Singapura dan berlanjut ke Surabaya. Ia kemudian kuliah Akuntansi di Universitas Airlangga, Surabaya, setelah sebelumnya sekolah di SMA St. Louis, Surabaya. Pilihan SMA dan namanya sebenarnya sudah menjelaskan latar belakang religi Pak Jonan.

Sebagai anak orang kaya, yang mapan di dunia finansial, terjun di pelayanan publik tentu jadi masalah sendiri. Tapi kemudian, masalah itu dihadapi dengan cara khusus. Beliau berkata, “Saya selalu membawa ini. Saya kalau berdoa itu: Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu. Tapi, ya praktiknya susah. Saya sebagai manusia tidak bisa pasrah 100 persen.”

Apakah benda itu? Sebuah Rosario dan medali bergambar suci 🙂

Lulusan International Relations and Affairs, Fletcher School of Law and Diplomacy dan Harvard Law School, US ini pernah berkarier di PT. Bahana Pembiayaan Usaha Indonesia dan Citi Grup. Jadi benar-benar urusannya tidak ke transportasi. Jonan berhasil mengubah perusahaan rugi Rp. 83,4 M pada 2008 menjadi untung Rp. 153,8 M pada 2009 dan seterusnya di atas Rp. 200 M. Banyak terobosan dilakukan, meski diakui kadang tidak sempurna.

Kalau buat saya sih yang paling OK itu bisa pesan tiket online, kereta cenderung juga lebih bersih. Meski memang yang jualan “akua kua kua, mijon, mijon, mijon, pecel, pijet-pijet” itu masih ada. Tapi overall, numpak sepur itu sudah jauh lebih nyaman. Kenapa sih, berani melakukan perubahan? Ternyata karena secara umum memang tidak punya interest pribadi, jadi perubahan itu mengacu pada aturan yang ada.

Dan yang pasti, iman. Katanya, ”kalau saya tidak punya iman, saya mungkin tidak akan berani. Saya ini manusia kok, bukan robot. Kalau ditanya mengapa masih di sini, saya tidak tahu. Karena Gusti Allah, saya berada di kereta api. Saya percaya kalau yang Maha Kuasa menghendaki saya di sini, saya tetap di sini”.

Dan gairah utamanya kini adalah manfaat. ”Bagi saya, yang penting pekerjaan ini bermanfaat buat banyak orang”.

Nah, cuma seperti yang pernah disentil Pak Dahlan Iskan, Bapak Jonan ini perokok berat. Jadi sesuai doa pak DIS, mari kita doakan Pak Jonan berhenti merokok juga. Hehehe..

Sumber: Suara Karya OnlineKompas.comHidup Katolik

Andrea Stramaccioni: Siapa Dia?

Claudio Ranieri harus kehilangan gelarnya sebagai The Tinkerman. Sebelum ini, Ranieri selalu sukses membenahi tim yang remuk redam. Banyak contoh, Chelsea, Roma, Juventus, dll semuanya dalam kondisi semenjana ketika The Tinkerman datang. Gelar tidak didapat memang, tapi fondasi diperoleh, dan pelatih berikutnya sukses membenahi.

Tapi di Inter dia gagal. Sempat meraih 16 kemenangan, tapi 13 kekalahan yang mana sebagian besar terjadi sejak mengalahkan Lazio di Januari 2012, membuat posisinya hilang.

Dan, entah angin darimana, Andrea Stramaccioni didapuk jadi pelatih Inter.

Kening Interisti berkerut, siapa dia?

Sebelumnya, mari kita flashback pelatih Inter sebelumnya, semasa Senor Morrati Junior bertugas.

Tahun 1995 ada nama Ottavio Bianchi. Tidak lama, namun berperan dalam datangnya Javier Zanetti di Inter. Bianchi dipecat di tengah jalan dan digantikan legenda jadul, Luis Suarez. Sebelumnya, Luisito pernah melatih Inter pada 1974 dan adalah bagian integral Il Grande Inter di medio 60-an. Berikutnya, di musim 1995-1997 ada nama Roy Hodgson. Saya senang Inter mulai era ini. Ada Ronaldo disana. Paling miris adalah nyaris juara Piala UEFA tapi kalah adu penalti. Hodgson dipecat di tengah jalan dan diganti pelatih kiper, Luciano Castellini, untuk dua match terakhir di 1997. Era sukses Piala UEFA diraih dalam asuhan Luigi Simoni, menang 3-0 lawan Lazio di final. Di era ini juga tragedi penalti kontroversial melawan seteru abadi menyeruak. Sempat oke di musim pertama, Simoni keder di musim kedua. Ia dipecat dan diganti Mircea Lucescu. Ini juga nggak lama, dan dipecat lagi, Castellini membali turun tangan, namun kali ini tidak memuaskan. Muka jadul nongol lagi ketika Hodgson kembali melatih Inter di 1999, untuk 4 pertandingan terakhir. Era Ronaldo-Bobo sempat menggebrak di bawah Marcello Lippi pada 1999-2000. Skuad mahal tapi tanpa gelar. Lippi malah dipecat setelah 1 pertandingan di musim keduanya dan digantikan Marco Tardelli. Pelatih ini bertanggung jawab atas pembantaian Inter 6-0 oleh Milan. Ia digantikan pelatih spesialis nyaris sukses bernama Hector Raul Cuper di 2001. Datang berbekal dua kali runner up Liga Champions, Cuper berhasil membawa Inter nyaris juara tapi kalah oleh Lazio di pertandingan terakhir. Di 2003, Cuper akhirnya dipecat dan diganti Corrado Verdelli untuk sesaat penghabis musim. Musim 2003/2004, Inter di bawah asuhan Alberto Zaccheroni yang sempat membawa Milan juara, namun magisnya nggak terasa di Inter. Hanya tahan semusim. Roberto Mancini datang di 2004 dan mulai membawa perubahan, termasuk permainan nyaris kalah yang membuat angka draw sama besar dengan angka menang, lewat pertandingan yang dramatis di banyak laga. Bergelimang gelar domestik, tapi Morrati ingin yang lebih, maka di 2008, Mancini distop. Datanglah pelatih tersukses Inter setelah Helenio Herrera, Jose Mourinho. Hanya 2 musim, tapi mengukir treble winner yang akan dikenang sepanjang hayat. Pasca sukses, Mou hengkang. Datanglah Rafa Benitez di 2010, gagal mempesona meski mempersembahkan dua gelar. ia digantikan Leonardo yang sempat melengkapi koleksi trofi juara Coppa. Pelatih medioker Gian Piero Gasperini entah bagaimana bisa jadi pelatih Inter di awal musim 2011 setelah ditinggal Leonardo ke Paris SG. Pelatih kampung ini tahan 3 bulan setelah kalah dari tim-tim nggak jelas: Novara, Trabzonspor, dll. Tinkerman datang menggantikan, dan dia gagal.

Nah, siapa sih Andrea Stramaccioni ini?

sumber: inter.it

Lahir, deket-deket saya, hehe.. 9 Januari 1976, alias baru 36 tahun. Catat! Lebih muda dari Javier Zanetti. Asli kota Roma dan berposisi sebagai pemain belakang selama semusim di Bologna, namun kandas karena cedera. Sejak tahun 2000 berkelana melatih. Mulai dari Latina sampai 2002. Dilanjutkan di Romulea 1 musim. Lanjut 2003 di Crotone selama 2 tahun. Lama di Roma, dari 2005 sampai 2011. Dan mulai masuk Inter di 2011.

Ia dipilih karena pada hari Inter kalah dari Juve, berhasil membawa Inter U-19 juara Next Gen Series, semacam Liga Champion untuk U-19. Saingannya sama La Masia pastinya. Tapi di final mengalahkan Ajax dengan adu penalti setelah seri 1-1 di waktu normal. Finalnya sendiri dihelat di Leyton Orient dan hanya ditonton 2500 suporter. Macam di Ajendam saja. Hehehe.

Disebut-sebut sebagai Andre Villas Boas versi Italia. Saya sih nggak setuju. AVB mulai karier di tim kecil, sukses baru masuk Porto. Lha bapak Andrea ini? Entahlah. Tapi semoga kali ini Morrati benar milih pelatih.

Gosip-gosip yang beredar, Stramaccioni hanya akan menjabat hingga akhir musim. Inter sudah mulai membidik target lain seperti AVB, Pep Guardiola, hingga yang agak realistis, Walter Mazzari. Tapi kita cek dulu deh, apakah pelatih yang terbiasa menangani bocah ini, bisa melatih Inter yang notabene berisi pemain level om-om. Karena pemain sebangsa Maicon, Julio Cesar, Zanetti, Forlan, Milito, Lucio, Chivu, atau Stankovic adalah pemain dengan usia yang tidak beda jauh dengan sang pelatih.

Bagaimanapun, semoga sukses pak! Hehehe..