‘Lagi baca apa sekarang?’
Getar aplikasi percakapan Whatsapp secara otomatis menggerakkan tangan Dila. Tampak nama Mora disana. Dila melepaskan tangannya dari buku Heart Emergency yang baru dia baca, dan segera memainkan layar sentuh di ponsel pintarnya.
‘Heart emergency. Punya Falla Adinda. Dokter muda, bagus lo. Rekomen. Kamu?’
Send.
Tidak berapa lama, pesan berbalas.
‘Masih 2 cm, belum abis-abis dari kemarin’
Dila ngakak sejadi-jadinya. Sampai kecoa yang lagi ngumpet di balik lemari ngintip, siapa tahu bisa ikutan ketawa.
‘2 cm? ini terusannya 5 cm apa?’
‘Iya, yang buknya merah tebel itu’
‘Itu mah judulnya 2 kaleeee masbrowwww’
‘Smiley’
Emoticon adalah salah satu metode pengakhiran percakapan. Seseorang yang menulis emoticon bisa jadi sudah kehabisan kata-kata untuk meneruskan percakapan. Jadi, biasanya, kalau ada percakapan dengan emoticon, abaikan saja.
‘Tapi aku masih ada yang baru nih’
Ponsel pintar Dila kembali bergetar. Tampak lagi nama Mora disana. Ternyata dia belum selesai. Nah, biasanya kalau yang seperti ini, berharap emoticon ditanggapi, tapi karena tiada tanggapan, terpaksa memulai percakapan baru lagi.
‘apaan?’
‘Banyak. Ini ada Manusia Setengah Salmon, ada Perahu Kertas, ada Madre, ada 9 Summer 10 Autumn jugak’
‘Weehhhh.. boleh-boleh.. Jualan buku pak? wkwkwk..’
‘Pecinta buku ya kayak gitu tante’
‘Kalau cinta buku ya dibaca dong. Kalau nggak mau sini tak baca.’
‘Boleh.. Mau yang mana?’
‘MSS aja Mor. Sekalian ngelanjutin Marmut Merah Jambu kemarin.’
‘Boleh-boleh. Tak antar? Ini kayak perpus keliling yak? Hahaha..’
‘Kalau tidak merepotkan :)’
‘OK. Nanti dikabarin. Sip.’
‘Sip’
Whatsapp sudah diam kembali. Dila pun kembali memelototi halaman demi halaman Heart Emergency. Nyata ya, putus setelah 4,5 tahun berhubungan itu nggak mudah.
Membaca buku sore-sore itu ada tidak bagusnya. Karena kemudian, persis dengan buku masih di tangan, Dila malah memejamkan matanya. Mungkin menjiwai cerita pahit manisnya Falla.
Rrrtttttt….
Getaran ponsel pintar membangunkan Dila.
10 pesan baru. Masih dari nama Mora.
‘Oi tante…’
‘PING!’
‘PING lagi!’
‘Buzzzz’
‘Jiaahhhh…’
‘Mesti bobo yakkkk..’
‘Jadi dianterin bukunya?’
‘Nanti jam 7 aku kesana’
‘Halowwwww’
‘Tantee….’
Dila langsung melek. Merasa bersalah sama perpus keliling yang mau delivery buku ini.
‘Siappppp.. Silahkan datang jam 7. Oke.. Oke.. Maap, baru menikmati hidup.. hehe’
‘Noted. Ah, tante ngantukan wkwkwk..’
“Dilaaaaaaa… ada yang nyariin tuhhh…” teriak Tere dari luar.
“Siapaaaa?” Dila berteriak balik.
Maka jadilah kos-kosan itu seperti hutan belantara, ketika monyet-monyet berteriak satu sama lain saling memanggil.
Dila membuka pintu kamarnya, menapak turun ke teras, masih dengan muka bantal.
“Eh, Don, ngapain kesini?”
“Biasaa.. Mo curhat.. Nggak mo pergi kan? Dari mukanya sih kelihatan abis pulang dari alam mimpi.”
“Ngeceee… nggak sih, di kos aja.”
Doni dan Dila adalah saudara sepupu yang kebetulan satu kampus sehingga kos di daerah dekat-dekat kampus juga. Dan sebagai saudara yang akrab, curhat adalah salah satu kebiasaan mereka. Apalagi mereka adalah tipe-tipe manusia galau dan labil yang butuh pencerahan. Bagaimana rasanya jika dua makhluk labil saling mencerahkan? Mungkin malah tambah gelap.
Doni dan Dila ngobrol asyik di teras kos. Masih soal kegalauan Doni tentang pacarnya. Ini sudah terjadi setiap awal pekan. Mungkin akhir pekan Doni selalu berakhir pahit.
Deru sepeda motor memasuki area kos Dila. Sebuah sepeda motor yang nggak jelek-jelek amat, bagus amat juga jelas bukan. Lebih tepatnya adalah jelek sekali.
Mora turun dari sepeda motor dan kemudian berjalan ke arah teras. Di malam hari, semua tampak remang-remang. Termasuk Dila dan Doni yang sedang curhat itu tampak seperti dua orang berlainan jenis lagi mangkal di warung remang-remang, dan Mora tampak semacam pelanggan yang haus.
“Permisi…,” kata Mora, pandangannya tercekat pada dua insan yang sedang duduk berdekatan di teras kos.
“Eh.. Mora..” Dila bangkit berdiri dari kursinya, kemudian menemui Mora.
“Ini, MSS-nya. Semoga habis baca nggak jadi kayak Salmon,”
“Enak ajee… Makasih ya.. Mampir dulu?”
“Nggak usah Dil. Masih banyak event. Halah..”
“Oom Mora sok sibuk. Horeee.. Nyari gebetan om?”
“Hussshhh.. Udah ah.. Pamit ya..”
“Oke.. oke.. Makasih ya Mora.”
Mora berjalan ke arah sepeda motornya yang masuk kategori jelek sekali itu tadi. Sebelum menyalakan sepeda motornya, Mora duduk di jok sejenak. Membuka telepon genggamnya, akses opera mini, masukkan alamat m.facebook.com, lalu mengetik di sebuah kolom.
‘Ternyata sudah ada guguknya’
Update.
Mora mengambil nafas dalam, menggerakkan kaki semacam anjing mau gali lubang, menginjak tuas untuk menyalakan mesin, terus-menerus. Mesin kemudian menyala pada ayunan ke-99. Asap mengepul dari knalpot. Memenuhi hidung, paru-paru, sampai ke hati Mora.
Like this:
Like Loading...