Tag Archives: kalau tidak

Tentang USB Flashdisk

Kemaren habis ikut acara ASEAN Blogger dan rada kaget waktu registrasi ulang. Kenapa kaget? Karena selain dapat kaos, saya juga dapat sebuah USB Flash Drive JetFlash 16 GB. Wew. Ini USB Flashdisk dengan kapasitas terbesar yang saya punya. Lumayan untuk back up foto-fotonya si EOS. Mungkin juga bisa sekalian back up foto-foto mantan gebetan.

Dan karena benda yang satu ini, saya jadi ingat USB Flashdisk pertama saya. Jujur saya lupa merk-nya apa, kalau tidak salah sih My Flash. Benda itu dua tahun yang lalu saya hibahkan ke si Dani, katanya untuk pelajaran TIK. Itu pelajaran apa sih? Tidak Ingin Kehilangan? Tetap Ingin Kembali?

Selanjutnya

5 Kelakuan Tenaga Kesehatan yang Tidak Layak Ditiru

Sehat itu adalah anugerah terindah yang kita miliki sebagai manusia. Bahkan kalau sakit gigi saja, pasti lebih memilih untuk sakit hati kan? Ya, karena sakit itu nggak enak. Maka lebih baik sehat.

*tarik ingus*

Dalam rangka sehat itu, ada yang namanya tenaga kesehatan. Kemarin saya sempat ketemu rombongan tamu dari KAJ, menyebut diri tenaga medis. Kayaknya sih dokter, karena akrab dengan Dokter Budi. Saya sebagai apoteker diberi tugas untuk…

memotret.

*sigh*

Entah gimana ceritanya, saya terus jadi ingat kelakuan-kelakuan aneh orang-orang yang paham kesehatan itu, yang sejujurnya nggak layak untuk ditiru sama sekali. Tapi itu nyata, dilakukan dengan SADAR oleh mereka (ya saya juga sih).

Ini dia.

1. Makan Telat

“Ibu, kalau makan jangan telat ya. Nanti sakit,” kata seorang bidan.

Jam menunjuk 11, mendekati 12 siang.

“Sarapan yuk! Laper berat,” kata bidan yang sama.

Ini pengakuan dari seorang bidan di sebuah rumah sakit ternama di Jogja. Mereka dengan tekun dan telaten meminta pasiennya untuk makan tepat waktu. Lha mereka sendiri?

Nggak sempat. Pelayanan kepada pasien itu adalah kewajiban, karena selain kami-kami ini memang digaji untuk pasien, tapi juga ada tanggung jawab moral yang harus dilakoni mengingat ini urusannya sama nyawa manusia. Mungkin bidan muda sudah kenyang makan hati karena digarap sama bidan senior. #eh

Nyawa sendiri nggak dipikirin tuh?

2. Merokok

“Salah satu hal yang merusak kulit, adalah kebiaaan merokok,” ujar seorang dokter di seminar tentang kecantikan di sebuah hotel di Jogja.

Beberapa jam kemudian, saya melihat dia merokok dengan enaknya.

Yaelah.

Ini fakta beneran, dan nggak 1-2 saya melihat dokter merokok. Ya sekarang dokter mana sih yang di masa perkuliahannya yang lama itu nggak dibekali fakta bahwa rokok itu merusak kesehatan?

Lha kok malah ngudud dewe?

*tanya kenapa*

3. Begadang

Bahkan Bang Rhoma saja sudah memperingatkan kita untuk tidak begadang kalau tidak ada perlunya. Masalahnya yang diurus ini adalah nyawa pasien, jadinya begadang jadi andalan.

Coba tanya koas atau juga profesi lainnya yang PKL rumah sakit. Berapa jam mereka tidur dalam sehari? Berapa malam yang dihabiskan untuk begadang?

Tanyain gih.

Pasti mereka akan menjawab dengan segala riwayat perlemburan, termasuk nggak bisa tidur bla..bla..bla..

Coba, siapa yang menyuruh pasien untuk istirahat?

4. Ngasal Minum Obat

Ini sudah pasti apoteker! Ngasal ini ada banyak. Misalnya, ada apoteker yang membeli sendiri obat di apotek, atau malah mengambil sendiri untuk dikonsumsi sendiri.

Ngelesnya sih, “kan gue ngerti!”

Kalau saya lain lagi, dan please banget, jangan ditiru. Jadi saya kemarin itu sakit gigi, dan sakit nggak kuatnya saya minum golongan steroid yang pahit itu loh. Saya mau menghajar si bengkak di gigi itu dari ujungnya.

Minumlah saya sebuah obat mungil. Sambil minum saya baru melirik ke kemasan.

Lah, sudah ED! Lewat seminggu.

Dengan pertimbangan gigi yang masih sakit dan sedikit pengetahuan tentang stabilita obat, siang-nya, itu obat saya minum lagi.

Dan ya saya nggak apa-apa itu. Tapi beneran deh, ini jangan ditiru sama sekali. Ini memang kelakuan busuk saya sebagai tenaga kesehatan.

5. Ngelawan

Coba tanya pada dokter, pasien jenis apa yang paling rese? Saya pernah nanya, dan dia bilang bahwa jenis pasien paling rese adalah sesama dokter. Hahaha.

Nggak cuma dokter, perawat, bidan, apoteker, dan yang ngerti-ngerti kesehatan itu, kalau kejatahan jadi pasien pasti ngelawan.

Ada teman apoteker yang merasa hatinya bermasalah, dan menolak diresepkan Paracetamol. Ada juga teman apoteker yang hipoglikemia, tapi minta pulang karena merasa nggak apa-apa. Ada yang sakit hati, kemudian minta gantung diri tidak kuat menanggung beban hidup ditinggal nikah sama mantan.

*abaikan yang terakhir*

Begitulah, orang kalau sudah tahu, responnya justru amat sangat berbeda.

Yah, begitulah 5 kelakuan tenaga kesehatan yang sama sekali nggak layak untuk ditiru. Ada yang mau menambahkan?

Yang Berbeda Hanya Waktu

Ini tentang rasa itu
Ini soal  rasa yang kusebut cinta
Ini soal hati yang telah memilih

Ini juga tentang semua yang telah terjadi
Ini juga soal semua yang telah kita lewati
Ini masih mengenai hubungan rasa dan waktu

Percayakah kamu, kalau tidak ada yang berubah?

Rasa itu tetap ada, tidak sedikitpun hilang
Bahkan ia membesar

Aku masih sama, Sayang!
Aku masih disini dengan rasa yang sama
Aku masih disini untuk mencintaimu

Entahlah
Aku hanya bisa menerka
Aku hanya bisa berharap
Aku bahkan sering bermimpi
Bahwa hal yang sama terjadi padamu

Kalaulah itu terjadi
Aku masih sama
Kamu masih sama

Yang berbeda kini hanyalah waktu
Dulu dan sekarang
Kini dan nanti

Ketika dalam mimpiku
Di dalam nanti itu
Akan ada “KITA”

-Senin Pagi, 081012-

Lampu Merah

Sebenarnya cinta itu mudah,
kalau tidak dibalut rasa.

Masalahnya, cinta dan rasa itu jadi satu.

Seharusnya cinta itu indah,
kalau tidak diselubungi beda.

Masalahnya, cinta dan beda itu serangkai.

sumber: idlehearts.com

Harusnya, cinta bisa bilang:
kapan aku harus melaju
kapan aku harus perlahan
kapan aku harus berhenti.

Harusnya, cinta bisa mencegah:
kecelakaan rasa
kecelakaan hati
kecelakaan cinta itu sendiri.

Tapi, cinta bukan lampu merah
cinta bukan lampu kuning
cinta bukan lampu hijau.

Cinta bukanlah apa-apa
Ia hanya untaian rasa milik manusia

Yang (bisa) datang dengan mudah
Yang (bisa) datang dengan sederhana
Yang (bisa) datang tanpa diduga

Dan (bisa) pergi dengan cara yang sama.

Demikian cinta
Demikian kita hidup
Karena hidup ini semata-mata cinta

🙂

Buku Pinjaman

‘Lagi baca apa sekarang?’

Getar aplikasi percakapan Whatsapp secara otomatis menggerakkan tangan Dila. Tampak nama Mora disana. Dila melepaskan tangannya dari buku Heart Emergency yang baru dia baca, dan segera memainkan layar sentuh di ponsel pintarnya.

‘Heart emergency. Punya Falla Adinda. Dokter muda, bagus lo. Rekomen. Kamu?’

Send.

Tidak berapa lama, pesan berbalas.

‘Masih 2 cm, belum abis-abis dari kemarin’

Dila ngakak sejadi-jadinya. Sampai kecoa yang lagi ngumpet di balik lemari ngintip, siapa tahu bisa ikutan ketawa.

‘2 cm? ini terusannya 5 cm apa?’

‘Iya, yang buknya merah tebel itu’

‘Itu mah judulnya 2 kaleeee masbrowwww’

‘Smiley’

Emoticon adalah salah satu metode pengakhiran percakapan. Seseorang yang menulis emoticon bisa jadi sudah kehabisan kata-kata untuk meneruskan percakapan. Jadi, biasanya, kalau ada percakapan dengan emoticon, abaikan saja.

‘Tapi aku masih ada yang baru nih’

Ponsel pintar Dila kembali bergetar. Tampak lagi nama Mora disana. Ternyata dia belum selesai. Nah, biasanya kalau yang seperti ini, berharap emoticon ditanggapi, tapi karena tiada tanggapan, terpaksa memulai percakapan baru lagi.

‘apaan?’

‘Banyak. Ini ada Manusia Setengah Salmon, ada Perahu Kertas, ada Madre, ada 9 Summer 10 Autumn jugak’

‘Weehhhh.. boleh-boleh.. Jualan buku pak? wkwkwk..’

‘Pecinta buku ya kayak gitu tante’

‘Kalau cinta buku ya dibaca dong. Kalau nggak mau sini tak baca.’

‘Boleh.. Mau yang mana?’

‘MSS aja Mor. Sekalian ngelanjutin Marmut Merah Jambu kemarin.’

‘Boleh-boleh. Tak antar? Ini kayak perpus keliling yak? Hahaha..’

‘Kalau tidak merepotkan :)’

‘OK. Nanti dikabarin. Sip.’

‘Sip’

Whatsapp sudah diam kembali. Dila pun kembali memelototi halaman demi halaman Heart Emergency. Nyata ya, putus setelah 4,5 tahun berhubungan itu nggak mudah.

Membaca buku sore-sore itu ada tidak bagusnya. Karena kemudian, persis dengan buku masih di tangan, Dila malah memejamkan matanya. Mungkin menjiwai cerita pahit manisnya Falla.

Rrrtttttt….

Getaran ponsel pintar membangunkan Dila.

10 pesan baru. Masih dari nama Mora.

‘Oi tante…’

‘PING!’

‘PING lagi!’

‘Buzzzz’

‘Jiaahhhh…’

‘Mesti bobo yakkkk..’

‘Jadi dianterin bukunya?’

‘Nanti jam 7 aku kesana’

‘Halowwwww’

‘Tantee….’

Dila langsung melek. Merasa bersalah sama perpus keliling yang mau delivery buku ini.

‘Siappppp.. Silahkan datang jam 7. Oke.. Oke.. Maap, baru menikmati hidup.. hehe’

‘Noted. Ah, tante ngantukan wkwkwk..’

“Dilaaaaaaa… ada yang nyariin tuhhh…” teriak Tere dari luar.

“Siapaaaa?” Dila berteriak balik.

Maka jadilah kos-kosan itu seperti hutan belantara, ketika monyet-monyet berteriak satu sama lain saling memanggil.

Dila membuka pintu kamarnya, menapak turun ke teras, masih dengan muka bantal.

“Eh, Don, ngapain kesini?”

“Biasaa.. Mo curhat.. Nggak mo pergi kan? Dari mukanya sih kelihatan abis pulang dari alam mimpi.”

“Ngeceee… nggak sih, di kos aja.”

Doni dan Dila adalah saudara sepupu yang kebetulan satu kampus sehingga kos di daerah dekat-dekat kampus juga. Dan sebagai saudara yang akrab, curhat adalah salah satu kebiasaan mereka. Apalagi mereka adalah tipe-tipe manusia galau dan labil yang butuh pencerahan. Bagaimana rasanya jika dua makhluk labil saling mencerahkan? Mungkin malah tambah gelap.

Doni dan Dila ngobrol asyik di teras kos. Masih soal kegalauan Doni tentang pacarnya. Ini sudah terjadi setiap awal pekan. Mungkin akhir pekan Doni selalu berakhir pahit.

Deru sepeda motor memasuki area kos Dila. Sebuah sepeda motor yang nggak jelek-jelek amat, bagus amat juga jelas bukan. Lebih tepatnya adalah jelek sekali.

Mora turun dari sepeda motor dan kemudian berjalan ke arah teras. Di malam hari, semua tampak remang-remang. Termasuk Dila dan Doni yang sedang curhat itu tampak seperti dua orang berlainan jenis lagi mangkal di warung remang-remang, dan Mora tampak semacam pelanggan yang haus.

“Permisi…,” kata Mora, pandangannya tercekat pada dua insan yang sedang duduk berdekatan di teras kos.

“Eh.. Mora..” Dila bangkit berdiri dari kursinya, kemudian menemui Mora.

“Ini, MSS-nya. Semoga habis baca nggak jadi kayak Salmon,”

“Enak ajee… Makasih ya.. Mampir dulu?”

“Nggak usah Dil. Masih banyak event. Halah..”

“Oom Mora sok sibuk. Horeee.. Nyari gebetan om?”

“Hussshhh.. Udah ah.. Pamit ya..”

“Oke.. oke.. Makasih ya Mora.”

Mora berjalan ke arah sepeda motornya yang masuk kategori jelek sekali itu tadi. Sebelum menyalakan sepeda motornya, Mora duduk di jok sejenak. Membuka telepon genggamnya, akses opera mini, masukkan alamat m.facebook.com, lalu mengetik di sebuah kolom.

‘Ternyata sudah ada guguknya’

Update.

Mora mengambil nafas dalam, menggerakkan kaki semacam anjing mau gali lubang, menginjak tuas untuk menyalakan mesin, terus-menerus. Mesin kemudian menyala pada ayunan ke-99. Asap mengepul dari knalpot. Memenuhi hidung, paru-paru, sampai ke hati Mora.

Dua Puluh Lima

Entahlah.. Saya itu orangnya terlalu ngeh sama angka-angka. Mungkin itu pula ya yang bikin saya kerjanya di area kotak dan angka. Sampai muka bentuknya sudah kotak dan angka. Hehe.. Tapi serius, dulu waktu mau usia 17 tahun, rasanya ngeri. Demikian pula pas mau usia 20 tahun, ngeri juga. Yang 17 nggak kebayang bagaimana rasanya jadi “dewasa”. Sedangkan 20 tahun relevan dengan kepalanya yang sudah 2, dan waktu itu saya belum pernah pacaran. Hahahaha..

Dan hari ini, 11 Januari 2012, saya sudah 25 tahun.

Astaga!

Saya sudah seperempat abad ada di dunia yang fana ini.

Apa yang sudah saya dapat, apa yang sudah saya punya, apa yang belum saya capai?

Ketiga pertanyaan itu jawabannya sama: BANYAK!

Terima kasih kepada Tuhan yang telah memberikan saya tubuh yang sehat. Sebagai Apoteker yang teregistrasi dan berkompeten (ditandai dengan STRA dan sertifikat kompetensi, asline yo mboh..) saya cukup paham bahwa tubuh yang sehat adalah sumber dari segala upaya di dunia. Untuk itu, terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan.

Terima kasih juga pada orang tua saya yang sudah melahirkan (ini tentunya mamak saja) dan membesarkan saya sampai sejauh ini. Meskipun lama-lama persentase waktu saya hidup seorang diri dan di bawah naungan orang tua semakin berkurang, tapi itu kan bagian dari hidup. Saya merantau umur 14, artinya sudah sekitar 11 tahun saya merantau. Tiga tahun lagi, sudah imbang itu. Hehehe…

Terima kasih pula kepada adik-adik saya yang heboh minta ampun. Kalau tidak ribut maka itu pasti bukan kita. Meskipun saya tahu kalau mereka kurang sopan sama saya, tapi setidaknya hanya mereka yang dengan teguh dan konsisten memanggil saya dengan BANG ALEX. Hahahahaha.. Yo kudu kuwi..

Terima kasih kepada teman-teman, dimanapun, yang telah ikut membantu membentuk diri saya seperti sekarang ini. Mulai dari diri saya yang lumayan paham spreadsheet hingga saya yang lama-lama semakin fasih misuh ala Jawa Timur-an. Halah. Tapi serius, lingkungan tentunya memberi banyak pengaruh pada diri kita, dan di lingkungan itu ada kalian wahai teman-teman!

Yah, seperempat abad ada di dunia.  Banyak sekali riak-riaknya. Syukurlah saya dilahirkan sebagai melankolis sehingga setiap detail dari riak-riak itu terekam baik di otak saya. Mulai dari luka parah waktu lompat jauh pas SMP, ikut cerdas cermat filateli, juara lomba PBB di Ngarai Sianok, juara lomba gerak jalan se-Bukittinggi, nyasar di Kusumanegara waktu kelas 1 SMA, ikut workshop di Kanisius, juara lomba menulis, retret, membuat mading, nongkrong di perpus, Titrasi, angkringan tugu setiap malam minggu galau, berdoa minta jodoh di ganjuran dan sriningsih, wisuda, praktek kerja di ibukota, tugas di Nias, sumpahan apoteker, kerja di pabrik ternama, menggalau di simpang patal dengan bandreknya, jadi kiper di liga kantor, bolak-balik naik pesawat, bolak-balik nginap di hotel, pindah kerja, dan banyak lagi hal yang sudah saya peroleh di dunia ini.

Thanks a lot!

Sekarang saatnya bertindak. Yah, usia saya sudah berkurang 1 dari yang diberikan oleh Tuhan pada awalnya. Kalau memang Dia memberi 60, maka usia saya tinggal 35 tahun. Kalau diberi 70 maka usia saya tinggal 45 tahun. Yah, seperti itulah.

Artinya, jangan lama-lama berkutat untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan kata hati. Kata hati adalah mimpi. Maka, mulai hari ini, saya harus FOKUS pada semua mimpi-mimpi saya. Dan asal tahu saja, mimpi saya itu banyak (tidak termasuk mimpi basah ya..)

HAPPY BIRTHDAY TO ME.

I’m 25 Years Old Now.

🙂