6 Tips Merawat Sepatu Airwalk Berbahan Kanvas

Bagi Anda yang suka bergaya santai dan kasual, sepatu berbahan kanvas pasti hadir melengkapi penampilan sehari-hari. Pasalnya, sepatu ini selain memberi kesan santai, juga memiliki sirkulasi udara yang baik sehingga tidak mudah berbau.

Sepatu kanvas memiliki bahan yang terbuat dari serat yang menjadikan ia ringan namun juga kuat. Sejak tahun 70-an, sepatu kanvas menjadi pilihan populer para anak muda. Nah, hingga tahun 2000-an, sepatu kanvas ini kian diminati dengan beragam warna, motif, dan desain yang beragam.

sumber: gamegrin.com

Salah satu merk sepatu kanvas yang digemari oleh anak muda ialah Airwalk. Sepatu ini mulai meluncurkan produknya pada tahun 1986. Saat itu, Airwalk memopulerkan sepatunya untuk para pemain skateboard dan komunitas olahraga sejenisnya. Maka, Airwalk kini dikenal sebagai sepatunya para skaters.

Sepatu Airwalk memiliki banyak sekali jenis dan desain. Mulai dari sneaker klasik, moccasin, sandal, slip on, hingga boots. Semua terbuat dari berbagai bahan, seperti suede, kanvas, hingga bulu. Salah satu produk yang menjadi favorit para penggemar Airwalk adalah sneaker yang terbuat dari bahan kanvas.

Saat ini Airwalk sudah mudah didapatkan karena telah tersedia di toko-toko sport maupun toko online. Salah satu toko online yang menjual produk Airwalk adalah MatahariMall.com. Dibanding dengan jenis yang tersedia di toko sport, jenis Airwalk yang ada di MatahariMall lebih lengkap dengan semua ukuran dan semua varian warna. Kamu bisa langsung pilih yang mana sepatu yang kamu suka.

Sneaker kanvas dari Airwalk memiliki macam-macam warna dan model. Mulai dari warna aman seperti hitam, hingga warna “bersih” seperti putih. Sneaker berwarna putih memang memberi penampilan yang bersih dan rapi. Namun warna putih ini juga mudah sekali kotor, baik itu terkena lumpur atau debu sekalipun. Maka perawatannya pun juga cukup ekstra.

Namun tenang saja. Perawatan sepatu kanvas Airwalk tidak sesulit sepatu yang berbahan suede, kok. Apapun warnanya, sepatu kanvas Airwalk yang dirawat dengan benar akan terlihat seperti baru. Penasaran bagaimana caranya? Yuk, simak tipsnya berikut ini.

Cuci secara berkala

Meskipun tidak terlihat kotor terkena lumpur, sepatu berbahan kanvas juga perlu dicuci agar tidak berbau. Tapi juga jangan terlalu sering dicuci agar warnanya tidak pudar. Cuci sepatu kanvas Anda paling tidak sebulan sekali.

Cuci dengan sikat halus

Agar warna dan gambar motifnya tetap bagus, gunakan sikat halus seperti sikat gigi. Sikatlah sepatu Anda dengan air hangat yang telah diberi deterjen atau sabun cuci piring. Setelah dibilas, jangan langsung dijemur di bawah sinar matahari. Gantung dan angin-anginkan saja supaya kering dengan sendirinya.

 Air hangat untuk sepatu yang lebih bersih

Penggunaan air hangat memudahkan Anda untuk melepaskan noda dan kotoran yang menempel pada sepatu. Jangan gunakan air yang terlalu panas agar tidak merusak warna dan lem pada sepatu kanvas.

Gunakan pemutih jika perlu

Untuk sepatu kanvas berwarna putih, disarankan juga menggunakan pemutih pakaian. Kadang setelah dicuci dengan deterjen atau sabun cuci piring, sepatu masih terlihat kusam dan dekil, padahal nodanya sudah hilang. Untuk mengembalikan warna sepatu menjadi putih bersih, gunakanlah pemutih. Campur pemutih dengan air hangat, lalu sikat ke sepatu kanvas menggunakan sikat gigi.

Biarkan lumpur mengering pada sepatu

Tak jarang sepatu terkena noda lumpur yang banyak dan tebal. Untuk menghilangkannya, biarkanlah noda tersebut kering. Setelah itu, tepuk-tepuk alasnya untuk melepaskan noda tersebut. Jika masih ada yang menempel, korek sisa lumpurnya. Kemudian, cucilah dengan sikat gigi dan air hangat bersabun.

Sebaiknya hindari mencuci dengan mesin cuci

Beberapa orang ada yang menyarankan mencuci sepatu kanvas menggunakan mesin cuci karena lebih praktis. Nah, sebaiknya saran tersebut dihindari. Mengapa? Karena dikhawatirkan lem pada sepatu kanvas akan mudah lepas karena perputaran otomatis pada mesin cuci. Jadi sebaiknya, cucilah secara manual agar hasilnya lebih maksimal.

Advertisement

Lost in Bangka (9): Kelenteng Dewi Laut

Pulau Bangka memang dikenal denngan kecantikan pantainya, demikian pula Pulau Belitung di sebelah. Selain itu, Pulau Bangka begitu identik dengan kepercayaan yang dipercaya berasal dari daratan Tiongkok sana seperti Budha dan Kong Hu Cu. Maka jangan heran kalau pagoda-pagoda dan semodelnya adalah jamak di sekitar Pangkal Pinang, sebagaimana mudah melihat Gereja di Kota Manado atau Jayapura.

Nah, selepas dari Pantai Pasir Padi, kami bergegas menuju destinasi tambahan ala bapak guide. Rencananya, bapak guide hendak menggunakan jalur alternatif yang nyatanya memang dekat sekali dengan Pantai Pasir Padi dan melewati calon lokasi yang katanya mau ada waterboom dan lain-lainnya itu. Namun, hujan hari kemarin–yang bikin perjalanan ke Tanjung Pesona terganggu dan bikin nyelup di Parai Tenggiri jadi gloomy–menyebabkan jalan tanjakan yang ada jadi hancur.

Walhasil, mobil kemudian diputar balik sebagaimana CPNS ketemu eselon 1. Balik kanan tanpa tedeng aling-aling. Seluruh isi mobil mempertimbangkan bahwa dalam mobil itu ada Kristofer yang kala itu ukurannya bahkan belum 1 sentimeter. Yah, kalau teman-teman pembaca baru baca serial Lost in Bangka ini sekarang, perlu diketahui bahwa perjalanan dilakukan pada bulan Oktober 2016 dalam keadaan istri saya hamil muda banget, kurang lebih 6 minggu. Sementara saat kisah nomor 9 ini ditulis, si bocah yang saat itu dibawa masih berada dalam bentuk serupa tanda koma sudah mau berusia 2 bulan.

PEMALAZ!

Baiklah, mari kita lanjutkan. Maka, guide Tintus mengambil jalur memutar, kalau tidak salah memang jalurnya menuju pantai lain di sebelah Pasir Padi, yakni Tanjung Bunga. Lokasi Kelenteng Dewi Laut sendiri kurang lebihnya sebagaimana tampak di peta:

Begitu mobil berhenti di bawah pohon, kami jalan kaki sembari buang snack di tempat sampah yang untunglah ada di sekitar situ. Kelenteng lumayan sedang ramai. Kelenteng ini terbilang baru, karena menurut berita-berita yang saya baca, berdirinya baru tahun 2011. Berada satu kompleks dengan Pura Penataran Agung dan Vihara Dharma Satya Buddhis Center, yang kebetulan juga tampak sambil lewat. Continue reading Lost in Bangka (9): Kelenteng Dewi Laut

Lost in Bangka (8): Pantai Pasir Padi

Perjalanan panjang di Lost in Bangka hari Minggu bikin kami–ehm, tepatnya saya–terlelap dan kemudian menyebabkan saya harus jalan keliling pasar dekat Hotel Menumbing pada pukul 12 malam. Maklum, istri lagi hamil. Kalau nggak diturutin, nanti anaknya mirip saya. Lha.

Nah, pagi hari Senin adalah hari kepulangan. Namun kepulangan tentu harus diawali dengan yang seru-seru. Daftar perjalanan kami masih panjang karena hari terakhir ini direncanakan jalan-jalan ke dua destinasi utama, yakni Pantai Pasir Padi dan Danau Kaolin. Wow!

Kami sarapan dengan bahagia di pinggir kolam hotel dengan sebelumnya telah bersiap-siap untuk check out. Lantas, menggunakan mobil sewaan, kami bergegas ke rumah Tintus untuk menjemput sang driver sekaligus penyandang dana yang ogah disauri sekaligus juga guide lokal–walaupun dia aslinya Lampung.

Selfie dahulu, kak.

Continue reading Lost in Bangka (8): Pantai Pasir Padi

Berburu Kuliner Padang di Tanah Minang

Selain identik dengan budaya Minang, sebagian orang yang mendengar kata Padang juga otomatis akan teringat dengan… rumah makan. Terutama bagi penduduk di Pulau Jawa, nama ibu kota Sumatra Barat itu sangat ikonik dengan kulinernya. Bumbu yang khas dan tajam membuat lidah yang mencicipi senantiasa ketagihan.

via: bhellabhello.wordpress.com

Akan tetapi, jika Anda datang langsung ke Padang, ada banyak makanan khas lainnya yang tidak Anda jumpai di rumah makan padang biasanya. Soal kelezatan, tidak perlu dipertanyakan lagi. Dijamin, kenikmatannya akan terbayang-bayang dan membuat Anda ingin segera kembali ke kota ini.

1. Nasi Kapau

Sekilas, nasi kapau memang tidak berbeda dengan nasi padang. Namun rupanya selain peletakan menu di atas meja yang lebih rendah dari penjual—jika nasi padang, menu disajikan di etalase yang lebih tinggi dari penjual—bahan dasarnya pun berbeda. Nasi kapau yang autentik menggunakan bahan dasar kol, nangka, dan kacang panjang serta kuah gulai berwarna kuning dengan rasa sedikit asam.

Selagi di tanah Minang, sempatkan mencicipi nasi kapau asli terlezat. Mulai wisatawan dari kalangan rakyat hingga pejabat, Nasi Kapau Uni Cah menjadi tujuan kuliner yang digemari. Lokasi rumah makan ini berada di Jalan Padang Luar Km 4, Bukittinggi. Mulai pukul 09.00 hingga 22.00 WIB, rumah makan ini siap melayani pembeli.

2. Sate Itjap

Bila sedang ingin menikmati sate, sebaiknya Anda datang ke Sate Itjap yang beralamat di Jalan Rasuna Said. Anda tidak akan susah menemukan tempat kuliner ini. Selain kemahsyurannya yang dikenal masyarakat luas, lokasinya juga berada di ruas jalan utama.

Mulai pukul 16.00 hingga malam, warung sate ini diberondong oleh pembeli. Selain harga tiap porsinya yang relatif murah, cita rasanya juga sangat khas. Sate tanpa gajih ini memiliki memiliki daging bakaran yang terasa agak manis. Selain itu, tusukan daging ini disiram kuah yang asin dan gurih sehingga menghasilkan kombinasi rasa yang sangat lezat. Satu porsinya juga sudah lengkap disajikan dengan potongan kupat.

3. Soto Rajawali

Untuk mengawali hari, Anda bisa sarapan di Soto Rajawali. Soto padang ini menyajikan daging sapi goreng yang dipotong kecil-kecil dengan siraman kuah bening yang lezat dan gurih. Nasinya disediakan di piring terpisah dengan taburan kerupuk merah. Jika ingin semakin menggugah selera, tambahkan paru yang digoreng renyah.

Bofet Rajawali berada di Jalan Juanda. Tempat ini sebenarnya merupakan cabang, tetapi lokasinya lebih strategis dan besar. Tak hanya wisatawan biasa, bahkan hingga tamu kenegaraan hingga anggota Kerajaan Brunei pun pernah singgah di sini. Terbayang kan, bagaimana lezatnya Soto Rajawali hingga seterkenal ini?

4. Martabak Malabar Arham

Malam yang dingin memang paling tepat dinikmati bersama kudapan hangat. Setelah menghabiskan sepanjang hari beraktivitas, Anda dapat bersantai di hotel dengan seporsi martabak Malabar yang gurih.

Di Padang, Anda dapat menemukan Martabak Malabar Arham yang terkenal dan banyak diburu orang. Lokasinya berada di Jalan Moh. Husni Thamrin No. 1 dan baru buka mulai pukul 17.00. Jika ingin makanan yang lebih berat, Anda bisa memilih nasi goreng kambing, sup buntut, dan lain-lain.

Selain empat kuliner di atas, ada pula nasi goreng patai, sate danguang-danguang, itiak lado hijau, es durian, dan masih banyak lainnya. Tentu saja, sajian ini tidak akan Anda dapatkan di rumah makan padang.

Karena itu, sempatkanlah mencicipi kayanya kuliner Minang selagi di Padang. Soal akomodasi menginap, serahkan pada Airy Rooms. Beragam pilihan hotel murah di Padang tersedia sesuai dengan kelas dan bujet yang Anda inginkan.

Cukup dengan koneksi internet, Anda dapat memilih hotel murah di Padang melalui situs web dan aplikasi Airy Rooms pada ponsel. Untuk pembayaran, Anda dapat melakukannya via kartu kredit, bank transfer, atau di gerai Indomaret. Praktis, bukan?

Liburan Penuh Kejutan di Anyer

Sebagai negeri yang begitu memuja garis pantai–meski sebagian kecil diantaranya lantas ditimbun reklamasi–maka sudah layak dan sepantasnya kita keluyuran ke pantai-pantai ciamik di Indonesia. Salah satu tempat yang menyediakan kecantikan pantai tiada lain adalah Anyer. Selain lokasinya yang tidak jauh-jauh benar dari Jakarta, Anyer juga memiliki value kawasan wisata nan berbeda pasca Oddie Agam melalui Sheila Madjid memperkenalkan Anyer via lagu kondangan dan karaokean sepanjang zaman “Antara Anyer dan Jakarta”. Sebuah lagu yang sebenarnya bisa dijawab dengan Cilegon, Serang, Tangerang, dan Tangerang Selatan. Atau juga dapat dijawab dengan Tol Merak.

Bicara Anyer tentu juga tidak boleh lepas dari sosok kesohor, Herman Willem Daendels. Sosok yang menurut buku Ragam Pusaka Budaya Banten karangan Drs. H. Tri Hatmaji mendarat di Anyer pada tanggal 1 Januari 1808. Gubernur Jenderal Hindia Belanda periode 1808 hingga 1811 tersebut berhasil menciptakan karya monumental dan selalu dikenal dalam rupa Jalan Anyer-Panarukan alias Jalan Raya Pos. Jalan yang satu ini terbilang bergelimang rekor. Mulai dari durasi pembangunannya yang hanya (!) setahun hingga jaraknya yang setara Amsterdam ke Paris, seribu kilometer.

Daendels tiba pertama kali di Anyer seperti Calon PNS baru masuk: tampak cupu. Berangkat diam-diam sejak Maret 1807, via Paris, lantas ke Lisbon, kemudian ke Pulau Canary dan selanjutnya Pulau Jawa. Ya, di Anyer itu tadi. Cupunya adalah karena Om Londo Galak ini tiba di Anyer nyaris tanpa pengawalan. Dia sampai di Anyer sesudah kabur kiri-kanan. Perjalanan dari Belanda sampai Anyer itu dilakoni dalam durasi kurang lebih 10 bulan. Pada tahun 2017, 10 bulan itu adalah antrean gedung untuk resepsi. Durasi yang menyebabkan banyak pasangan keburu putus sebelum resepsi.

Anyer menawarkan tipe pantai yang berbeda, sebab posisinya ada di sisi barat pulau paling dominan se-Indonesia Raya, Jawa. Sensasi Anyer sebagai pantai jelas beda dengan Ancol yang pantai utara. Juga lain dengan Parangtritis yang pantai selatan.

Pesona Anyer sebagai tempat wisata sejak dahulu kala begitu mudah ditangkap dengan melihat hotel-hotel yang berdiri di sepanjang Anyer. Hampir semua grup hotel tenar Jakarta punya cabang di Anyer. Mulai dari Jayakarta sampai Marbella, Dari Acacia sampai Aston. Anyer juga menawarkan lokasi yang tidak jauh-jauh benar dari Jakarta. Masih bisa dicapai dengan 3-4 jam, jarak yang sepantaran dengan Bandung, dengan tawaran tipe wisata yang berbeda. Belum lagi jika kita menyebut Tanjung Lesung sebagai salah satu destinasi Bali baru Pak Presiden. Menuju Tanjung Lesung ya lewat Anyer. Mampir adalah kunci.

Walau begitu, sekadar liburan di pantai adalah basi. Apa sih bedanya main ombak di Ancol, Kuta, Miami, sama di Anyer? Sama-sama asin ini. Untuk itulah Anyer secara gilang gemilang menyediakan elemen paling kunci yang sangat dibutuhkan dalam berwisata: kejutan. Percayalah, liburan di Anyer akan penuh dengan kejutan.

Continue reading Liburan Penuh Kejutan di Anyer

Selamat Jalan, Paktuo!

Halo Paktuo, bagaimana perjalanan menuju surga? Lancar, kan? Pastinya lancar, dong. Semua orang yang kenal Paktuo pasti meyakini itu. Saya sedang antre BPJS di PGI Cikini kala Cici memberi kabar bahwa Paktuo sudah nggak ada. Sumpah, ingin menangis di tempat rasanya. Kita baru ketemu tanggal 11 Juli yang lalu, lho. Kita juga saling berkata, “Nanti kan ketemu lagi…”

Tapi kok jadinya begini, Paktuo?

Ada banyak hal yang tidak saya ketahui tentang Paktuo, sebagaimana abang-abang, kakak, dan terutama Petra mengetahuinya. Ya bagaimana, kita ketemu tidak cukup intensif dalam durasi yang begitu lama, tapi perjalanan waktu membawa kita kepada diskusi-diskusi hangat. Ah, paling senang saya melayani diskusi dengan seorang old man yang penuh ide-ide perubahan. Setidak-tidaknya bisa jadi bahan untuk nakal dalam tulisan.

Sebelum semuanya seperti sekarang ini, Paktuo ada kala saya kecil. Yha, dari 1987 sampai 1993, jelas sekali memori itu dalam kepala saya. Paktuo adalah wali baptis saya. Tentu memilih wali baptis tidaklah sembarangan. Sebagaimana saya memilih Paklek Beny sebagai wali baptis Kristofer juga sangat dipertimbangkan. Sebagai sosok kakak yang tersedia di Bukittinggi kala itu, maka pilihannya ya pasti Paktuo.

Continue reading Selamat Jalan, Paktuo!