Cara Mengelola Sepeda Motor Butut

Sebagai teman kos seorang engineer pabrik sepeda motor terbesar di Indonesia, saya lumayan sering ngobrol soal motor di kos-kosan. Jadi tahu deh kalau dalam 1 menit bisa dicetak 3 buah sepeda motor. Pantas saja jalanan tambah macet tiada terkira, semacet jodoh.

Nah, pas pula saya punya pengalaman bersama sepeda motor butut bernama Alfa, yang saya tuangkan dalam buku berjudul “Oom Alfa”, diterbitkan oleh Penerbit Bukune.

Lalu apa hubungannya?

Begini, sekarang-sekarang ini saya mulai jarang mendapati motor jadul berkeliaran bebas di jalanan. Kemungkinan pertama, mereka keder karena sudah tidak sesuai dengan fashion jalanan. Atau kedua, mereka dilarang berkeliaran karena sudah masuk bengkel. Atau ketiga, mereka sudah dipreteli dan dijual lepasan untuk kanibal. Jadi, kalau ada, tentu merupakan sebuah kesempatan besar.

Kesempatan apanya? Yah, orang punya motor butut itu ada 2 opsi. Satu, kolektor. Kedua? Karena mampunya ya beli yang butut. Jadi, sasaran saya di tulisan ini adalah orang-orang yang hanya mampu punya motor butut. Oke? Simak deh.

Preventive Maintenance

Ini istilah asli pabrik. Waktu saya punya Alfa, mana ada saya kenal istilah ini? Buatlah ceklist pribadi perihal bagian-bagian yang harus dicek rutin dalam kendaraan. Misalnya kalau Alfa dulu ya oli samping. Kalau habis, ya berabe. Seperti yang termaktub dalam bab 1 Oom Alfa. Hal ini berguna untuk mencegah kerusakan lebih lanjut akibat sesuatu yang sebenarnya bisa dihindarkan.

Sediakan Aneka Kunci di Jok

Memang, jok motor jadul nggak menyediakan tempat yang cukup. Beda sama motor terkini yang lama-lama kulkas juga bisa masuk. Tapi nggak ada salahnya bagi pemilik motor butut untuk menyediakan aneka kunci dan perkakas sepeda motor. Untuk apa sih? Tentu saja untuk melakukan penanganan segera ketika motor mendadak macet. Tidak ada yang tahu kapan motor butut akan macet selain motor itu sendiri dan Tuhan. Kayak saya pernah kena Alfa mandek nggak bisa apa-apa jam 21.30 di perempatan concat Jogja, 6 kilometer dari kos. Nggak bawa kunci apapun. Ya sudah, selamat mendorong. Memang, begitu sampai kos-kosan, otot-otot kaki saya sudah sebesar Hulk.

Sedia Busi Cadangan

Busi adalah salah satu bagian penting yang bisa diutak-atik dengan mudah. Dan busi juga kendala umum sepeda motor butut. Umumnya sepeda motor jadul businya bisa diakses dengan mudah. Kayak Alfa, businya persis berhadapan dengan ban depan. Jadi sekali keciprat, selesailah kejayaannya. Nah, karena mudahnya untuk diakses air dan aneka gangguan, maka sediakanlah busi cadangan. Jadi kalau dia mati karena gangguan itu, kita bisa memperbaikinya dengan mudah.

Selalu Amati Montir Saat Servis

Dulu Alfa kalau ke bengkel itu sudah ibarat nge-date. Kadang seminggu bisa tiga kali. Dan dia nggak bosan-bosan melakukan itu. Nah, dalam rangka merawat motor butut, perhatikan setiap pekerjaan yang dilakukan montir, sehingga kita tahu root cause dari kerusakan motor. Siapa tahu kita bisa mengelolanya sendiri kelak. Saya, misalnya, sudah bisa menangani sedikit perihal karburator yang bocor dan api yang tidak sampai ke busi. Kalau dalam istilah apoteker, ini namanya pengobatan sendiri.

Banyak Berdoa

Namanya barang jadul, kita nggak bisa menerka apa kehendaknya. Terkadang dia tampak lelah dengan riak-riak dunia dan ingin istirahat. Nggak mikir kalau kita lagi di tengah-tengah jembatan Suramadu. Kalau kita sudah menyiapkan preventive maintenance, juga sudah bawa kunci pas satu lemari, dan juga sudah hafal titik-titik kerusakan, maka yang kita perlukan berikutnya adalah berdoa. Supaya dia, kalaupun rusak, tidak di tempat yang menyusahkan, misalnya di tengah kuburan, atau di hati mantan.

Sebisa Mungkin Jangan Boncengan

Namanya juga sudah tua, sudah tidak kuat dengan beban hidup, ya kalau bisa jangan dipakai boncengan. Saya punya teman pemilik motor butut, yang dari 7 kali kesempatan dipakai boncengan 9 kali bocor ban. Selain untuk tidak menambah beban yang siapa tahu memaksa mesin memutar paksa melebihi kemampuan yang sudah menurun, ini juga dalam rangka tidak mengikutsertakan orang lain dalam kesusahan kita. Nggak asyik kan kalau orang nebeng tapi ujung-ujungnya bantu dorong? Kalau boncengan sama Hercules atau si vampir ganteng Twilight sih nggak apa-apa, malah bisa bantuin. Tapi jangan dicoba kalau boncengan sama Bernard Bear ya.

Hari gini kredit motor sudah begitu mudahnya. Motor butut umumnya hanya untuk dikandangkan, atau kalaulah dimiliki umumnya dalam rangka koleksi. Tapi nggak ada salahnya saya berbagi soal ini, karena saya nggak punya duit untuk dibagi. Lebih lengkap bisa dong baca buku saya, Oom Alfa 🙂

Jalan-Jalan ke Montong Edisi Tiga

Hari ini bisa dibilang melelahkan, tapi penuh dengan nasib baik. Masih nggak percaya kalau Tuhan itu betapa amat baiknya pada kita? Rugi ah.

Perjalanan pertama kali saya ke Jalan Montong adalah dalam rangka menyetor naskah Oom Alfa. Perjalanan kedua adalah ketemu sama editor, plus mengurusi beberapa printilan menjelang penerbitan. Perjalanan ketiga adalah hari ini, dalam rangka sebuah acara kumpul-kumpul yang disebut Sunday Meeting. Yah, percayalah, meski setiap bulan saya menghelat Monthly Production Planning Meeting, rasanya jelas beda dengan Sunday Meeting ini. Tentu saja saya tidak berharap bahwa meeting saya digelar di Sunday. Enak wae.

Pagi hari saya sudah cabut dari kos-kosan. Pengalaman dulu-dulu, saya menghabiskan waktu 3 jam dari Cikarang ke Montong. Cuma saya lupa kalau ada faktor hari Minggu. Nyatanya dari Pintu Tol Cikarang Barat sampai ke Komdak itu hanya 30 menit sajah saudarah-saudarah! Saya kok ya pas kebangunnya di Komdak, setelah sejenak tidur sambil mimpi punya pacar di atas bis 121A. Dengar-dengar yang 121 mogok, tapi nggak tahu juga sih.

Terbilang kepagian karena 7.15 sudah sampai Komdak, saya lalu melanjutkan perjalanan ke Halte Kuningan Barat/Timur untuk lanjut menuju arah Ragunan. Tidak, saya tidak hendak menyamakan muka dengan penghuni Ragunan. Sudah jelas lebih ganteng mereka. Kalau saya sih cenderung lebih ganteng dibandingkan dengan yang di Senayan. *if you know what i mean*

Perjalanan terbilang lancar–maklum, minggu pagi–sehingga saya sudah sampai di depan Cilandak Mall jam 8 pagi. Eleuh. Acara jam 10, jam 8 sudah hampir sampai? Memang saya ini teladan ya.

Dalam rangka niat suci mulia kebelet boker, saya akhirnya turun di tempat yang disebut Cimol ini, dan masuk ke salah satu tempat penjualan almarhum ayam. Tenang saja, saya tidak cukup nista dengan hanya boker disana lalu kabur. Saya tetap order kok. Air putih.

Jam 9 saya cabut ke Montong, kantor penerbit tempat saya bernaung. Sudah nggak kagok lagi seperti dua perjalanan sebelumnya. Sejujurnya, daerah Ciganjur, apalagi kalau sudah masuk Montong, nggak berasa Jakarta. Malah berasa di Kulonprogo. Termasuk tadi saya lihat ada orang pamit kerja sama tetangganya. Masih ada kok di Jakarta.

Saya lalu bertemu dan duduk semeja dengan 3 penulis GagasMedia, Purba, Anggun, dan Angel. Saya doang yang Bukune di meja itu. Meja orang-orang niat, dan orang-orang yang datangnya jauh-jauh. Purba dari Bandung, Anggun dari Tangerang, Angel dari BSD. Mereka-mereka ini berturut-turut adalah penulis Syarat Jatuh Cinta, After Rain, dan Tears In Heaven. HAYO BELI BUKUNYA!

Acara kali ini buat saya berguna sekali. Maklum, penulis baru. Materi-materi disampaikan oleh trio editor, Abang Christian, Mbak Iwied, dan Mbak Gita, dengan caranya masing-masing dan muatannya masing-masing.

Nah, pas di sela-sela sesi saya baru nyadar. Dari SMA sampai sebelum Oom Alfa terbit, saya lumayan sering ikut sesi kepenulisan begini. Jadi sebenarnya hal-hal yang disampaikan oleh trio editor nggak baru-baru amat. Hanya saja, ada rasa yang berbeda ketika sekarang saya berada dalam pelatihan bukan sebagai orang-yang-kepengen-jadi-penulis-buku, tapi saya adalah penulis buku. Bedanya banyak, tentu saja. Salah satu yang utama adalah ketika sudah jadi penulis buku, ilmu yang disampaikan langsung nyambung dengan prakteknya. Iyalah, orang-yang-kepengen-jadi-penulis-buku tentu saja belum mengalami rasanya ‘diedit’, jadi nggak kebayang juga soal begini.

Satu hal yang pasti, sesi hari ini menjawab pertanyaan kenapa LOVEFACTURE punya saya gagal di lomba TYAR Bukune. HAHAHAHAHA.

Self-Editing pada kenyataannya adalah bagian penting dalam proses panjang penerbitan buku. Untuk itulah, bagi yang pengen menerbitkan buku, lakukan self-editing terlebih dahulu. Jangan selalu menganggap naskah kita itu langsung baik. Cek dan ricek berkali-kali sebelum kita kemudian mengirimnya ke penerbit. Termasuk juga yang agak ramai tadi adalah perihal penempatan tanda baca, huruf besar, sampai repetisi kata.

Hujan deras memang terjadi di sesi 3, sesudah makan siang. Bayangkan betapa indahnya hidup ketika habis makan siang, lalu sejuk karena hujan. Seandainya ada bantal disana. *dikeplakmbakgita*

Acara ditutup jam 2-an, sementara saya melanjutkan dengan pengundian arisan buku Gagas-Bukune. Nantikan saja videonya di YouTube. Tolong diperhatikan dengan cermat, ada nggak muka saya. Atau kalau nggak kelihatan, cari aja yang agak gelap-gelap sedikit, pasti ada saya disana.

14.30 saya cabut dari Montong, naik M20 sampai halte TransJ Departemen Pertanian. Saya mau mampir tanya kabar impor sapi, tapi kayaknya sih tutup, nggak jadi deh. Sempat terhenyak ketika masih bergelantungan di TransJ koridor 9, eh di kejauhan tampak bis bertuliskan Kota Jababeka. Tapi nyatanya hari ini seluruh dunia berkonspirasi mendukung saya. Hanya 10 menit saya menunggu di depan Plangi, datanglah Bis Lippo. Ah, seandainya menunggu jodoh semudah menunggu bis ke Cikarang. Dan entah kenapa pula, saya tidur dan terbangun persis di bawah jembatan layang Cikarang Barat. Jadi saya turun dulu, naik angkot, baru sadar 100%.

Dua kali tertidur, dan terbangun di tempat yang tepat. Masih ditambah sama sekali tidak ketetesan hujan, dan hanya melihat sisa-sisa hujan di sepanjang perjalanan. Trip hari ini sungguh keren.

Saya tahu bahwa saya masih pemula, bahkan terbilang terlambat menerbitkan buku. Untuk itulah saya harus mengejar ketinggalan itu dengan bekerja keras. Sekadar 2-3 jam perjalanan dari Cikarang ke Jakarta, lalu balik lagi–jadi total 5-6 jam–mestinya bukan halangan untuk bertumbuh kan? Saya selalu percaya bahwa Tuhan selalu ada untuk orang-orang yang berusaha, dan untuk itulah saya terus berusaha.

Terima kasih buat penerbit saya nan kece, Bukune, atas modal hari ini. Dijamin berguna deh.

*kemudian lanjut tidur*

*bukannya lanjut nulis*

*dikepruk editor*

[Interv123] Bu Bidan

Haloh! Selamat datang kembali di Interv123! Nggak usah bingung bacanya, dibaca ‘interview’ juga nggak apa-apa kok. Sesudah mewawancarai dua orang scientist di edisi pertama dan kedua, kini interv123 hendak bergeser sedikit ke profesi lainnya.

Seperti sudah dijelaskan di profil, saya ini nongol ke dunia atas bantuan bidan. Kalau bidan yang membantu kelahiran 3 adek sama, namanya bidan Asma, rumahnya saya tahu. Sedangkan bidan yang membantu saya keluar dari perut, sampai sekarang masih anonim. Saya jadi curiga kalau sebenarnya saya itu turun dari langit.

Bidan. Sebuah profesi istimewa karena terkait erat dengan munculnya manusia baru ke dunia. Tapi kalau interv123 mah nggak akan mewawancarai sembarang bidan. Bidan yang saya wawancarai ini adalah seorang bidan yang juga penulis. Saya kenal dengan dia karena naskah kami sama-sama masuk buku Radio Galau FM Fans Stories. Dan lebih lanjut lagi, bidan yang satu ini bahkan sudah punya novel sendiri, walaupun dia adalah seorang fans Juve.

Baiklah, pernyatan terakhir tadi non korelatif.

ony

Well, mari kita sambut Ony Christy 🙂 Eh, itu foto kecil amat. -______-“, ganti yang agak gede dah…

ony

Interv123 dilakukan dengan menggunakan aplikasi bertukar pesan yang multifungsi, bisa juga untuk membersihkan yang kotor-kotor. Waslap. Tentu saja diedit seperlunya karena disela-sela interv123 kami ngobrol agak pribadi. *uhuk*

Bu bidan… Katanya libur? Mau interv123 boleh?

Boleeeehh…

Masuk 12 pertanyaan LIMAWESATUHA ya. Siapa sih Ony?

Ony itu.. perempuan biasa yang pengen jadi wanita luar biasa (halah), aslinya sih gampang galau dan mewek, cuma suka gengsi kalo mau nunjukin, alhasil sukanya pake topeng bahagia kemana mana. Dari kecil pengeeen banget jadi dokter karena nggak tegaan sama orang, berhubung kuliah kedokteran itu mahal dan lamaaak akhirnya banting stir jadi bidan. Toh sama sama bisa nolong orang kan? Ony itu nggak bisa diem, makanya nggak suka sepi, makanya jadi hobi nulis, makanya jadi hobi kenalan sama orang yang ujungnya dibilang php. Hahahah tapi aku ini keras kepala sebenernya..

Wah, jawabannya menjawab pertanyaan laen yang disiapkan.. Hahaha.. Baiklah, apa sih enaknya jadi bidan?

Enaknya jadi bidan adalah bisa maenan bayi!! Hahaha itu salah satunya sih, salah banyaknya adalah.. bisa ngambil banyak pelajaran dari pasien. Mereka kan mesti dateng dengan banyak masalah tuh, kadang ada curhat terselip soal keluarga juga, nah dari situ aku belajar. Dengan ngasih masukan ke mereka aku jadi bantu mereka nyelesein problem dan ngasih note buat diri sendiri juga..
Pasienku kan ga cuma orang hamil kan yah, ada remaja yang hamil di luar nikah, ada yang ngegugurin kandungan, ada yang emang bahagia bahagia aja nikahnya (ini biasanya aku tanyain resep bahagianya). Selain itu rasanya seneng aja tiap lihat makhluk kecil mungil lahir ke dunia, bikin kangen rumah, bikin tambah sayang sama ibu.
Kadang geregetan lihat yang ngegugurin kandungan, tapi berusaha memahami juga kenapa mereka gitu. Jadi note buat diri sendiri kalo aku ngelakuin kayak mereka endingnya.

(Ony lalu kasih tunjuk ke saya sebuah bukti dari pernyataannya di atas… ngeri-ngeri hiks gitu…)

Menurut Ony, profesi bidan itu udah dihormati masyarakat belum sih? Kalo apoteker kan belom.. Hiks.. Klo uda kenapa, klo belum kenapa?

Menurutku udah, meski kalo dikota besar eksistensinya masih kalah sama dr. Obsgyn. Kalo di desa kayaknya bidan udah dianggap hampir kayak dokter, pilek dikit dibawanya ke bu bidan, kecelakaan di bawanya ke bu bidan, apa-apa bu bidan. Masyarakat kayaknya percaya kalo bidan bisa apa aja, apa lagi kalo bidannya udah tua. Bidan kan profesi yang makin tua makin laris, tapi ini juga yang bikin dilema, di standar wewenang bidan kan aslinya ga boleh tuh ngobatin orang dewasa yang pilek, bidan harusnya ya ngurusi orang KB, hamil, melahirkan, menopause, menstruasi, bayi, balita.. bukan orang kecelakaan, batuk, pilek. Nah tapi gimana? Masyarakat maunya ke bidan, bidannya aslinya gak boleh ngobatin tapi kebentur juga sama rasa kemanusiaan kan.. Thats why sekarang wewenang bidan makin dibatasi, buka praktek juga udah gak kayak dulu.. ijinnya susah. Ya masak sekolah 3 taon, udah ngalahin dokter aja pasiennya aneka rupa. Btw.. aku seneng sih kalo dipanggil bu bidan ^^

Berarti benar saia manggil bu bidan. Pindah topik nih, sejak kapan sih suka nulis?

Sejak kecil, jadi ceritanya dulu pas kecil bundaku itu hobi dongengin kalo aku mau bobok. Bunda emang gitu sih ke semua anaknya, bunda itu kalo dongeng semau-maunya beliau, ngarang spontan. Nah dari situ imajinasiku mulai berkembang kan, mulai hobi ngayal, mulai suka princess-princessan. Pas udah lancar baca, yah sekitar TK besar tambah lagi masukan imajinasinya.. soalnya jadi gila buku (sampai sekarang). Pertama nulis karangan itu kelas 6 SD, judulnya asal mula pantai baron, itu juga jadi tulisan pertama yang di publish lah ditempel di mading. SMP-SMA mulai nulis cerpen di buku tulis, banyak bangett.. tapi sayang pada ilang. Eh nulis diary masuk hitungan nggak? Kalo iya.. berarti dari SD ya suka nulisnya..

Sesudah mading dan selain blog, dimana pertama kali tulisanmu dimuat? Majalah gitu pernah ga?

Majalah terkenal sih enggak, kalo majalah sekolah pernah.. eh bukan majalah sih, kayak kumpulan cerpen gitu, pas SMA.

Berarti yang go public, radio galau sama My Princessa (judul novelnya) dong?

Iyaaaakk.. aslinya itu iseng iseng berhadiah pas galau habis wisuda nggak tau mau ngapain. Aku suka nggak pede mau kirim kirim naskah.. jadi buat diri sendiri aja nulisnya..

Hish. Galau wisuda atau galau bercinta?

Ngahahaha dua duanya deh.. Galau bercinta yang terutama..

Biasa. Penulis. Next, ceritain dong bagaimana isi novelnyaaa.. Jangan sampai selesai tapinya, ga cukup blognya.. Lagian blog penulis nggak boleh spolier.

Hihihihi nggak boleh sampe selesei yak? Mmm.. aslinya ni novel dulu judulnya Vanila, cuman sama editor di ganti. Ceritanya sih klasik ya, kakak-adikan yang akhirnya jadi cinta-cintaan. Di novel ini aslinya nggak banyak curcol penulisnya, cuman karena nulisnya dulu pas kuliah maka setingnya emang ambil setting kebidanan yang pada akhirnya mesti bikin orang nanyak, ini kisahmu ya? (Duh sebel banget). Inti cerita sih tentang, betapa kita kadang gak menyadari bahwa apa yang selama ini kita cari dan butuhkan itu ada sedemikian dekat dengan kita. Kita baru sadar pas sesuatu itu udah nggak ada..

Eh, kenapa sih milihnya nulis genre fiksi.. kenapa ga opini-opini gitu, atau feature kesehatan atau sejenisnya?

Karena genre fiksi yang paling mudah, bisa sesuka hati gituu.. bisa berasa jadi “tuhan” kalo nulis fiksi. Sebenernya pengen nulis buku kesehatan, tapi ijasah masih D3 hiks. Apalah dayaaa~ kalo nulis non fiksi sih pengen banget ya, yang soal opini opini itu, tapi kayaknya kudu mateng konsepnya, biar nggak abal abal dan valid. Mau kolaborasi? Laaaah *modus*

Boleh. Tentang bidan dan apoteker yang malah jadi penulis gitu ya? Huhuhu. Next, siapa penulis favorit?

Agatha Cristie, Dan Brown, JK Rowling, Ika Natassa. Selalu kagum sama JK Rowling yang bisa detail banget nyambungin ceritanyaa.. Apa yang cuma printilan kecil di buku pertama, bisa jadi kunci di buku yg lain.. Kalo Dan Brown suka karena dia pake setting nyata, yang bikin bertanya tanya, dia itu nulis fiksi apa fakta. Kapaaan yak bisa nulis macam ituuu…

Pada saatnya #tsahhhh. Oke, mari ngelantur. Bagaimana pendapat kamu tentang jomblo?

Haiiikkk. Everything always have two side. Di satu sisi, jomblo itu enak, mau kemana aja sama siapa aja, bebas. Mau mengeksplore diri gimana pun juga suka suka, nggak ada yg ngatur nggak ada yg bawelin, free!! Tapi kadang.. ada masanya.. di ujung hari ketika sendirian rasanya butuh seseorang buat berbagi, kadang ngerasa apa gunanya bebas, free kemana aja tapi nggak ada yang kita ajak ketawa ketawa sebelum tidur? Atau pas pagi pagi bangun trus moodnya jelek, nggak ada yang bikin semangat. Cuman tetep sih, jomblo itu less drama. Kegalauan mau tidur dan bangun tidur nggak ada apa apanya dibanding berantem berjam jam, perasaan bersalah pas secara alamiah flirting sama orang baru yang kece, atau drama drama ala orang pacaran lain.

Tuh kan, semacam pakar jomblo…

Semacam ngece yaak -___-”

Terus, dimana tempat romantis versi Ony?

Yang banyak lampu macam bukit bintang kalo di Jogja!! Atau di GWK kalo di Bali.. atau yang ada sunsetnya.. yah romantis bagiku itu pokoknya kelip lampu yg dilihat dari tempat tinggi dan sunset.. ples kalo ada musik akustikan.. duh bang, mau ngajakin kesana??

*minta tiket rosalia indah* Eh, lalu kapan rencana nikah? 😛

Aaaaaaakkk… this question is so.. HIH. Kalo rencana dan keinginan sih, pas umur 25 tahun bang. Yah usia ideal reproduksi sehat.. hahahaha tapi gimana mau nikah kalo sekarang aja trauma jatuh cinta, trauma in relationship, trauma sama komitmen. Atau abang mau ngadoin jodoh? Eh ini sekalian promosi boleh kan yaaak.. kali ada cowok single yang baca.. *dijitak*

YAK. DIPILIH-DIPILIH!!! HUAHAHAHA. Nah, bicara soal cowok nih, Apa yg akan kamu lakukan kalo ketemu Vicky Prasetyo?

Dijitakin, dicekek, diremet remet. Gemeesss bangett!! Hih. Trus habis itu di bawa ke guru Bahasa Indonesia.. Habis ya, udah gak ganteng, ngomongnya aneh lagi, eeeh masih aja playboy. Aaaaaakkk menyebalkan.

Terus, lanjut ke pertanyaan 123. Sebutkan 1 judul lagu yg skrg lagi kamu banget!

Back to desember- Taylor swift.

Dua lagiiii.. Sebutin dong 2 istilah khas bidan, dan artinya yaa..

Inpartu : ibu dalam proses persalinan, yaitu proses pembukaan 1-10.
Partus : persalinannya, keluarnya bayi, placenta. Gampangannya gitu deh ya..

Last one, sebutkan tiga cowok yang cocok dijadikan suami versi Ony!

Diiih yang ini kudu mikir nih.. Orang biasa, gebetan atau mantan gak boleh disebutin yak? *plakk*

Habibie.. selalu suka caranya mencintai Ainun, aku jugak mau dibikinin buku gitu.. :/ Sampai tua cintanya ke ainun juga tetep gitu gitu aja, padahal beliau kan orang penting, pasti banyak dong cewek yang godain.. Aaaah aku mau potocopynya pak habibie yang masih muda dong bang.. anyone?

Christian Sugiono, ganteng.. tapi gak neko neko, sama si Titi Kamal ya gitu gitu aja. Gak kayak Andika kangen band yang.. ah sudahlah nggak usah diteruskan. Trus ya.. they have different religion tapi kayaknya damai damai aja, itu pokoknya kebangetan kalo si titi kamal gak bersyukur.

Anang Hermansyah deh, lihat tuh betapa dia bertahan setelah ditinggal Krisdayanti. Betapa dia sayang sama anak anaknya dan betapa anak-anaknya juga sayang sama dia. Tapiii kalo boleh tokoh karakter yaak.. aku suka si yong jae di full house, duh idup kayaknya lebih berwarna kalo punya suami kayak diaaa..

Heuheuheu.. Okeee.. Sippp.. Makasi bu bidan 😀

Sama sama bang 🙂

* * *

Kalau sama emak-emak di edisi kemaren aja sudah panjang, nah sama yang biasa ngurusin emak-emak lahiran malah lebih panjang. Haish. Namanya juga bidan merangkap penulis. Okelah kalau begitu.

Oya, kalau mau tahu lebih lanjut tentang Ony, dia punya Tumblr yang judulnya Reservoir Hati. Tulisan-tulisannya sih nggak jauh-jauh dari galau. Jadi yang ingin penggalauan, bisa deh dikunjungi.

Segitu dulu ya interv123 edisi tanggal 20. Saya akan berusaha interv123 bisa terbit setiap 20 hari sekali, sehingga dia akan nongol di tanggal 10, 20, dan 30. Masih ingat kan kalau angka 123 punya makna mendasar bagi saya? 🙂

Momong Cucu

“Bapak masih ngajar, kan?” tanya Adek saya.

“Tadinya sih mau jadi MC,” jawab Bapak saya.

Saya dan Adek saya bingung. Agak bingung juga kenapa di usia nyaris 60 ini Bapak baru berpikir untuk menjamah dunia baru, jadi MC?

“MC apaan, Pak?” tanya saya.

“Momong Cucu.”

AAAAAAKKKKKK!!!! *gigit-gigit sayap Garuda*

Okelah. Bapak saya tidak memberikan statement yang jelas mengenai kode momong cucu itu tadi. Tapi tentu saja, saya sebagai anak sulung yang sudah berusia cukup lanjut dan masih jomblo wajib untuk merasa bertanggung jawab pada kode yang diberikan Bapak itu.

Agak unik juga sih. Saya absen ngeblog sekitar 10 hari adalah dalam rangka menyelesaikan naskah berjudul ‘Mama Minta Cucu’, lah di hari ke-11 malah datang Bapak dengan kode yang teramat jelas untuk minta cucu. Huiks. Hal ini yang mengusik saya. Tadinya sudah berniat kembali dengan posting yang lucu-lucuan, sesudah berhasil menyelesaikan naskah novel dalam waktu 10 harih sajah saudarah-saudarah. Apalagi kemudian, Adek saya malah sudah menulis duluan, mentang-mentang di kosnya ada WiFi. Kalau di kos saya adanya malah maling, mulai dari maling air, maling raket nyamuk, sampai maling coklat.

Iya, saya paham bahwa saya si anak pertama ini belum berhasil memberikan yang diinginkan orang tua. Adalah logis bagi seseorang berusia hampir 60 tahun untuk minta cucu pada anaknya. Cuma, ternyata hidup tidak sesederhana itu.

Hampir semua yang saya lakukan di dunia ini sebenarnya tidak jauh-jauh dari keinginan bikin orang tua saya bangga. Mungkin sedikit yang tahu kalau dulu tidak ada keinginan dari diri saya untuk masuk De Britto. Kalaulah ada, justru Don Bosco Padang yang sebenarnya saya inginkan. Nyatanya? Saya menurut tanpa perlawanan sedikitpun untuk dilempar jauh-jauh keluar rumah, demi bisa sekolah di Jogja.

Bahkan mungkin saya termasuk anak muda yang rugi untuk tidak neko-neko selama masa muda. Dikasih sepeda, manut. Dikasih Alfa, manut. Disuruh tinggal di neraka, manut juga. Diminta kagak bimbel, manut juga kok. Semuanya demi tidak menyusahkan orang tua yang keadaannya sudah susah.

Termasuk ketika bekerja. Kalaulah mau jujur, sejatinya nggak ada nyawa saya dalam mengerjakan hal-hal yang menjadi penghidupan saya sejak 4 tahun yang lalu. Tapi ya saya bekerja, demi tidak menjadi beban orang tua. Kalau bisa malah membantu. Sejak pertama kali gajian akhir Mei 2009, saya baru sekali minta duit ke rumah, Rp. 300.000 karena saya habis kena tilang oleh Polisi Cikarang. Okelah bahwa saya beli si BG juga ngutang ke orang tua, tapi saya bayar kok setiap bulannya.

Sebagai anak yang dididik kecil-kecil sudah baca Kompas, saya tahu benar kalau Bapak pasti senang jika saya bisa menembus koran itu. Nyatanya? Belum sempurna, baru dua kali, itupun satunya suplemen Jateng-Jogja, satunya secuil di pojok kanan bawah halaman Freez.

Termasuk ketika akhirnya saya punya buku, yang sayangnya tidak bisa diperoleh di Bukittinggi yang jaringan toko bukunya kurang mumpuni. Saya mencoba meyakinkan orang tua saja, kalau buku saya terbit dari sebuah penerbit yang ternama pada genrenya.

Ah, sebagian di atas mungkin terlalu meninggikan diri sendiri ya? Nggak juga kok, tinggi saya masih 169 cm, nambah dikit kalau kribonya bertumbuh.

Soal momong cucu.

Well, saya jadi ingat seseorang yang kirim pesan WhatsApp ke saya.

“Mas, dia itu suka sama kamu, lho.”

Kalimat barusan–syukurlah–merujuk pada seorang wanita. Agak horor juga kalau ada lelaki suka sama saya. Ngeri-ngeri ngilu gitu.

Saya dibesarkan dengan teladan seorang suami yang sangat baik–yang diperankan oleh Bapak saya. Seingat saya, sampai 14 tahun hidup bersama orang tua, nggak pernah sekalipun ada tindakan KDRT sekecil apapun yang terjadi di depan mata saya. Bapak saya adalah role model suami yang sempurna bagi saya. Ah, kurang sedikit, kurang ambisi saja. Tapi saya malah bersyukur, kalau saja ada ambisi tidak terkontrol, salah-salah malah korupsi.

Nah, masalahnya, saya juga mendapat darah Batak 🙂 Sisi keras saya itu yang terkadang mengkhawatirkan. Itulah sebabnya saya benar-benar memilih seseorang yang kemudian hendak saya bawa ke depan orang tua sebagai partner untuk membuat cucu agar bisa dimomong. Karena itu, saya ingin jadi seseorang yang sempurna bagi dia (yang masih abstrak itu). Dan ketika orang-orang melintas, lalu tampaknya punya rasa pada saya, kontemplasi saya berakhir pada kesimpulan kalau saya nggak akan jadi sempurna buat dia, at least saya nggak akan berusaha jadi sempurna.

Yah. Hal ini sudah jadi bahan pikiran saya 1 tahun belakangan, termasuk ketika ada seliwer gadis-gadis yang katanya menaruh hati pada si hitam-jomblo-jelek ini. Saya tadi bilang ke Adek saya, “Kalau diminta begini, lama-lama yang ada di depan mata tak sabet sajalah.”

Untunglah Adek saya bilang, bahwa akan ada seseorang disana.

Saya bukannya nggak mau memberikan cucu pada orang tua. Bahkan ingin sekali. Sejak dahulu semua yang saya lakukan sejatinya ya demi bikin orang tua senang. Percayalah. Semoga waktunya segera tiba 😀

Cerita Masa Kecil: Merindukan Air Hujan

Ini saya habis mandi sore. Dan sesungguhnya saya mandi sore juga tidak berkaitan dengan tahun baru atau bahkan pacar baru. Soalnya, nggak tahun baru pun saya juga mandi sore, kadang-kadang sih. Kalau dulu jaman kuliah dan jaman punya pacar, mandi sore itu wajib soalnya prasyarat makan bareng kala pacaran adalah sudah mandi. Entahlah ada korelasinya atau tidak.

Entah kenapa, sehabis mandi sore ini, saya mendadak ingat masa kecil. Sebuah masa yang menjadikan mandi sore adalah rutinitas yang cenderung tabu.

Kok bisa?

Kok bisa ya?