Tag Archives: #KelilingKAJ

Sederhana di Santa Clara

Yah, sama halnya dengan PPIC berencana, mesin rusak menentukan, maka perjalanan #KelilingKAJ menjadi tidak sesederhana perencanaannya. Nyatanya, hingga saat tulisan ini belum turun, pencapaian #KelilingKAJ hanya sepertiga saja. Dan, uhuk, umat seiman yang menyapa saya masih hanya sebiji di Jalan Malang saja. Tanya kenapa? Heuheu.

Salah satu kesimpulan sementara saya pada perjalanan #KelilingKAJ adalah bahwa hidup menjadi orang Katolik di Jakarta itu mudah. Parameter utama adalah kalau mau ke Gereja, bisa dilakoni dengan sangat mudah. Kurang mudah apa ketika naik TransJakarta PGC-Harmoni, kita sudah cukup dekat dengan Gereja Cililitan, Bidara Cina (depan halte persis), Matraman (ini juga!), Kramat (tidak jauh-jauh amat dari halte), Kapel RS Carolus (cukup dekat dengan halte), Katedral (lumayan berkeringat untuk jalan kaki dari Juanda), hingga Kemakmuran yang tidak jauh dari Harmoni. Sungguhpun tidak ada alasan–menurut saya–bagi orang Katolik di Jakarta untuk tidak ke Gereja.

Tapi itu di Jakarta.


Selengkapnyah!

Bergerak Sampai Grogol

Sudah enam bulan #KelilingKAJ berlangsung dan agaknya saya mulai realistis, heuheu, bahwa lebih dari 60 Gereja bukanlah jumlah yang sedikit untuk didatangi satu persatu. Makanya sekarang selow saja, mana yang memungkinkan untuk didatangi, dan karena Barat punya jumlah yang banyak, maka mari dicicil satu dengan pergi ke…

Grogol..gol..gol..gol..


Gereja Grogol boleh dibilang termasuk generasi menengah Gereja-Gereja di Jakarta. Gereja yang memakai nama pelindung Santo Kristoforus ini adalah yang mendahului Gereja di Kedoya, sehingga jelas bahwa Gereja Grogol memiliki peran penting bagi perkembangan umat Katolik di Jakarta bagian Barat. Secara paroki, menurut jakarta.go.id, paroki ini berdiri bulan Juli 1964. Adapun bangunan yang menjadi TKP #KelilingKAJ kali ini selesai pada 4 Oktober 1970 dan diresmikan oleh Mgr. Leo. Sesungguhnya mencari sejarah Paroki Grogol ini seperti mencintai seseorang yang tidak mencintai kita. Sulit sekali. Entah kenapa, Barbie juga heran.

Selengkapnya!

Misa Bahasa Inggris di Danau Sunter

Waktu survei pendahuluan misi berkeliling KAJ, saya agak heran karena di Dekenat Utara itu ada dua Sunter, Paroki Sunter dan Danau Sunter. Usut punya usut, Paroki Sunter yang diresmikan tahun 1989 adalah awal mulanya, dan Paroki Danau Sunter yang mengambil nama Paroki Santo Yohanes Bosco adalah paroki baru yang awalnya dari Paroki Sunter yang mengambil nama Lukas. Oh, jauh sebelum itu, keduanya menginduk ke Katedral dan Pademangan.

Untuk melengkapi khasanah perjalanan ke Dekenat Utara, yang sebelum perjalanan ini baru berhasil menjejak ke Pantai Indah Kapuk, akhirnya saya memutuskan untuk berangkat ke Danau Sunter. Kenapa? Karena saya telat bangun. Aslinya sih mau ke Tanjung Priok. Berhubung saya baru bangun jam 9, maka saya harus mencari misa yang relevan dan cukup bisa diakses. Itu ada di Danau Sunter, dengan catatan misanya pakai Bahasa Inggris.

Selengkapnya!

Perjalanan ke Paskalis

Kata orang, perjalanan itu dilakukan untuk pulang. Demikian pula #KelilingKAJ. Mungkin saya bisa jalan-jalan sampai Kedoya atau sampai Abepura (ini mah sudah beda provinsi gerejawi), namun kadang-kadang kita perlu menjelajah TKP yang dekat-dekat saja dari kos-kosan, walau bukan paroki tempat saya bernaung. Dimana itu? Masih satu Dekenat dengan Jalan Malang, #KelilingKAJ kali ini membahas tentang Gereja Paskalis.

Dimana lokasinya?

Paroki Cempaka Putih yang menaungi Gereja Paskalis ini sebenarnya mudah sekali dicapai, yakni di Jalan Letjen Soeprapto Cempaka Putih. Tidak jauh dari gedungnya Bea Cukai atau juga Rumah Sakit Islam maupun kantor pusat Kalbe Farma hingga Kantor Pusat Taspen. Halte TransJakarta terdekat adalah Halte Pasar Cempaka Putih yang berada di dekat Ace Hardware Cempaka Putih.

Selengkapnya!

Menyambangi Cagar Budaya Santa Maria de Fatima

Sesudah beberapa pekan sepi karena banyak hal, maka perjalanan #KelilingKAJ kembali dimulai persis pada Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus alias harinya komuni pertama. Tenang saja, saya tidak dalam posisi ngeh melakukan #KelilingKAJ pada saat komuni pertama. Cuma kok pas sampai Gereja, banyak anak dengan baju putih-putih, baru sadar. Sadar kalau misanya bakal lama, maksudnya.

TKP #KelilingKAJ kali ini sebenarnya sudah saya incar dari dulu karena keunikannya, baru sempat setelah saya melihat Google Street terlebih dahulu dan jalannya diketahui dengan pasti. Kenapa begitu? Nanti pasti tahu, deh, soalnya #KelilingKAJ kali ini melangkah ke Gereja Santa Maria de Fatima di Toasebio.

Dimana itu?

Untuk mencapai Gereja Toasebio ini, halte TransJakarta terdekat adalah Halte Glodok. Dari halte, keluar ke arah gedung yang baru dibangun, lantas berjalan sampai kelihatan JNE dan sebuah jalan berpagar hitam. Dari situ jalan saja dan ikuti petunjuk yang sangat membantu, yakni adanya papan petunjuk sekolah Ricci. Nanti akan sampai di Vihara, dari situ belok kiri lalu ikuti saja jalan yang ada dan nanti di sebelah kanan akan tampak sekolah Ricci nan megah. Gereja Toasebio ini berada persis di sebelah sekolah Ricci. Sekilas pandang, tidak jauh berbeda dengan Vihara karena sebenarnya letak keduanya boleh dibilang belakang-belakangan.

Selengkapnya!

Menemukan Santo Bonaventura di Labirin Pulomas

Sesudah mendiamkan si BG selama sebulan, hari ini akhirnya dia bisa jalan lagi. Sebagai konsep rasa syukur, akhirnya saya mencoret syarat utama #KelilingKAJ yakni naik angkutan umum. Saya menggunakan si BG untuk melakukan kegiatan #KelilingKAJ dengan penuh rasa penasaran. Kenapa demikian?

Alkisah dua kali saya berencana mencari Gereja Santo Bonaventura Pulomas, namun entah kenapa, nggak pernah ketemu! Paling ingat itu pas Kamis Putih 2014 ketika saya masih kos di Pulo Asem yang notabene ikut Paroki Pulomas. Itu saya muter-mutar Pulomas ada kali satu jam dan menemukan sekitar 5 sampai 7 Gereja, dan kesemuanya Kristen. Bonaventura-nya entah dimana. Padahal waktu itu sudah ikut Google Maps, sudah cek website juga. Makanya saya menyebut Pulomas ini sebagai labirin, ya karena dua kali keblasuk tanpa harapan di dalamnya. Mana yang terakhir pas banjir pula. Untung si BG kuat hatinya.

Jika memang hendak naik angkutan umum, tolong siapkan kaki yang kuat karena memang jaraknya dari tempat transportasi umum lumayan jauh. Ya mirip dengan jarak Bojong Indah ke stasiun atau Kedoya ke halte TransJakarta. Halte terdekat adalah Halte ASMI untuk jalur Harmoni-Pulogadung. Jalan saja dari situ sampai pegel, ambil sisi kanan jalan karena Gerejanya di sebelah kanan. Jangan heran dengan banyaknya rumah karena memang Gereja Bonaventura terletak di dalam perumahan Pulomas yang terbilang elit dan terbilang banjir. Walau terletak di tempat elit, tapi cakupan Paroki ini juga termasuk Kampung Ambon, lho. Jadi, ya, cukup beragam.

Continue reading Menemukan Santo Bonaventura di Labirin Pulomas

Akhirnya Sampai Juga ke Santo Laurensius Alam Sutera!

Agak berbeda dengan TKP dan calon TKP misi #KelilingKAJ yang lain, sesungguhnya saya sudah meniatkan diri untuk mengunjungi TKP yang ini sejak lama, semata-mata karena faktor sentimentil. Pertama, tahun 2008 pada lebaran hari kedua, saya berkunjung ke rumah Bang Dedi dan waktu itu disuruh menunggu di sebelah Rumah Sakit OMNI. Waktu itu, kalau tidak salah baru ada McD dan OMNI. Sekarang? Lihat saja sendiri. Nah, ketika mulai jalan ke rumah, saya melihat sebuah bangunan yang kata Bang Dedi nantinya akan menjadi Gereja beneran.

IMG201505231409256

Lalu yang kedua?

Selengkapnya di Alam Sutera!

Raun Ke Rawamangun

Sesudah kabur ke Ciawi, Bogor dalam rangka menghilangkan huruf C yang memperseret kemajuan peredaran darah di dompet–dan bukan dalam rangka raun alias jalan-jalan, akhirnya saya kembali lagi ke Jakarta yang royo-royo. Karena masih lelah oleh hasil internalisasi nilai-nilai ANEKA, akhirnya saya melanjutkan #KelilingKAJ ke tempat yang dekat-dekat saja, yang penting kesinambungan project ini terjaga. So, saya akhirnya mampir ke Gereja Keluarga Kudus Rawamangun.

Sesuai dengan #KelilingKAJ sebelum-sebelumnya, sebisa mungkin saya mencapai lokasi dengan menggunakan kendaraan umum. Kali ini bukan masalah idealisme, namun masalahnya memang sepeda motor saya rusak. Ah, ini semacam dejavu. 2005 saya hidup dengan sepeda motor penuh dilema yang delapan tahun kemudian tertuang kisah kampretnya di dalam buku OOM ALFA. 2015, saya kini harus berhadapan dengan si BG. Memang dari sisi umur dia layak bermasalah, sih. Tapi sebenarnya dia motor yang jelas jauh lebih tangguh daripada OOM ALFA, dan yang lebih penting dari semuanya, si BG ini saya beli dengan setengah mati menggunakan uang sendiri.

selengkapnya!

Serba Putih di Bojong Indah

“Berbahagialah yang tidak melihat namun percaya”

Seluruh Agama pasti menggunakan prinsip ini. Kita semua yang beragama terkadang merasa bahagia ketika sudah memanjatkan doa, atau membaca kitab suci, padahal sekali-kali kita nggak pernah melihat yang dilakukan oleh Nabi-Nabi di masa silam. Yup, pada akhirnya kita semua tidak melihat tapi percaya, maka kita berbahagia.

Di dalam tradisi Katolik, kalimat itu muncul di pekan pertama sesudah Paskah. Dan sebenarnya ucapan Yesus itu ditujukan kepada Thomas yang orangnya nggak percayaan. Nah, dalam rangka memperingati sesuatu yang saya percaya terjadi 2000-an tahun silam itu, maka saya datang misa Minggu Sore ke Paroki Santo Thomas Rasul Bojong Indah Jakarta Barat.

Perihal Santo Thomas ini saya ingat sekali cerita Romo Antonius Yakin Cipta Mulya Pr, produk asli Paroki Bojong Indah yang sekarang berkarya di Paroki Ibu Teresa Cikarang. Katanya dulu dia malu menyebut anak Paroki Thomas soalnya Thomas ya gitu itu, namun kemudian dia memahami dan justru kemudian bangga menyebut diri berasal dari Paroki Santo Thomas Rasul. Jujur saja, pertama kali saya dengan kata ‘Bojong Indah’ yang dari Romo Yakin ini. Makanya penasaran juga.
Selanjutnyah tentang Bojong Indah

Berhari Raya di Kedoya

Salah satu hari raya umat Katolik (dan Kristen pada umumnya) yang menjadi tanggal merah adalah Wafat Isa Almasih. Penting untuk menjadi tanggal merah karena peringatan wafat itu biasa dihelat siang-siang. Dulunya begitu. Perkembangan umat yang gila-gilaan kadang membuat peringatan itu nggak bisa sekali karena menimbulkan banyak dampak bagi masyarakat. Yang terutama tentu saja kemacetan. Nah, karena itulah di Pekan Suci 2015 ini saya memutuskan untuk tidak menggunakan kendaraan pribadi supaya tidak bikin rempong panitia, plus memilih jam-jam ke Gereja yang enak untuk naik kendaraan umum. Sesudah memilih dan memilah saya akhirnya menetapkan Gereja Santo Andreas Kedoya sebagai tujuan #KelilingKAJ edisi spesial hari raya alias pekan suci.

Namun apa daya, sudah berangkat jam 9.30 dari kosan, ternyata kendalanya banyak. Utamanya adalah jarangnya bus TransJakarta untuk arah Lebak Bulus. Walhasil, saya memang lantas sampai di Gereja yang terletak di dalam kompleks Green Garden itu, tapi mengikuti peringatan tidak dari dalam Gereja, namun untungnya tidak keringetan juga. Buat para komunitas telat-datang-padahal-sudah-1-jam-sebelum-mulai ala Pekan Suci pasti paham bahwa telat datang itu sama dengan kipas-kipas. Bagaimana ceritanya kok bisa begitu?

Ah, nanti juga tahu.

Selengkapnya Tentang Kedoya!