Sesudah mendiamkan si BG selama sebulan, hari ini akhirnya dia bisa jalan lagi. Sebagai konsep rasa syukur, akhirnya saya mencoret syarat utama #KelilingKAJ yakni naik angkutan umum. Saya menggunakan si BG untuk melakukan kegiatan #KelilingKAJ dengan penuh rasa penasaran. Kenapa demikian?
Alkisah dua kali saya berencana mencari Gereja Santo Bonaventura Pulomas, namun entah kenapa, nggak pernah ketemu! Paling ingat itu pas Kamis Putih 2014 ketika saya masih kos di Pulo Asem yang notabene ikut Paroki Pulomas. Itu saya muter-mutar Pulomas ada kali satu jam dan menemukan sekitar 5 sampai 7 Gereja, dan kesemuanya Kristen. Bonaventura-nya entah dimana. Padahal waktu itu sudah ikut Google Maps, sudah cek website juga. Makanya saya menyebut Pulomas ini sebagai labirin, ya karena dua kali keblasuk tanpa harapan di dalamnya. Mana yang terakhir pas banjir pula. Untung si BG kuat hatinya.
Jika memang hendak naik angkutan umum, tolong siapkan kaki yang kuat karena memang jaraknya dari tempat transportasi umum lumayan jauh. Ya mirip dengan jarak Bojong Indah ke stasiun atau Kedoya ke halte TransJakarta. Halte terdekat adalah Halte ASMI untuk jalur Harmoni-Pulogadung. Jalan saja dari situ sampai pegel, ambil sisi kanan jalan karena Gerejanya di sebelah kanan. Jangan heran dengan banyaknya rumah karena memang Gereja Bonaventura terletak di dalam perumahan Pulomas yang terbilang elit dan terbilang banjir. Walau terletak di tempat elit, tapi cakupan Paroki ini juga termasuk Kampung Ambon, lho. Jadi, ya, cukup beragam.
Kenapa saya perlu menyebut Kampung Ambon? Tentu saja karena dari Kampung Ambonlah Paroki ini diawali, begitu menurut website Paroki. Pelayanan berupa pendidikan di Kampung Ambon kemudian perlahan menjelma menjadi persatuan dalam ibadah yang kemudian bermuara pada pemberkatan Gereja Santo Bonaventura Pulomas pada 20 April 1980 dan setahun kemudian diresmikan oleh Gubernur Tjokropranolo.
Saya yakin Gereja ini berproblema dengan parkiran karena berada di dalam perumahan. Sampai-sampai diumumkan kepada umat untuk tidak parkir di Jalan Pacuan Kuda, dugaan saya karena biasanya sampai mbleber ke jalan situ. Sekilas saya keliling juga lahan parkir hanya ada di depan Gereja, itu juga buat sepeda motor. Mungkin faktor itu juga yang membuat jumlah misa jadi cukup banyak.
Ketika masuk pertama kali, tentu saja tidak ditemukan nuansa ala Eropa seperti yang ditemukan di Katedral atau Alam Sutera. Konsepnya mengingatkan saya pada Kemakmuran dan Jalan Malang, dengan altar yang cukup lebar. Miring-miringnya juga mirip Pantai Indah Kapuk. Maksudnya miring itu semacam mengecil ke belakang, dari altar yang luas itu tadi. Salib di tengah itu tertempel di dinding yang miring, semacam berbahaya buat Pastor kalau-kalau kejatuhan, tapi pasti itu pernah dipikirkan. Di pojok kiri dan kanan ada patung Yesus dan Bunda Maria. Yesus ini dekat dengan koor. Sedangkan dari balik Bunda Maria muncullah rombongan petugas misa. Di depan Bunda Maria sendiri ada tempat khusus lektor dan pemazmur. Oh, plus komentator. Mimbar komentatorpun ada sendiri, persis di depan Bunda Maria. Di altar sendiri ada mimbar khusus Pastor dan mimbar untuk bacaan, doa umat, dan homili.
Gereja Pulomas ini juga sudah serupa dengan banyak Gereja lain di KAJ yakni ber-AC, meninggalkan kipas sebagai bentuk kenangan (atau mungkin buat jaga-jaga untuk kasus khusus), serta sudah pakai layar LCD dua biji di sebelah Yesus, kiri dan kanan.
Ada beberapa refleksi menarik saya ketika misa di Pulomas. Pertama adalah soal anak muda. Dari omongan Romo Natalis, tampak bahwa Paroki Bonaventura sedang berusaha menggalakkan OMK, sampai bikin retret di Samadi segala. Koornya pun disebut-sebut anak-anak muda itu. Hmmm, dari sisi cakupan kiranya banyak anak muda yang masih tinggal di Pulomas dan sekitarnya. Semoga lancar proses penggalakannya.
Kedua, di depan saya agak menyerong sedikit ada dua lelaki nan berisik pisan. Ketika bacaan pertama yang saya dengar justru:
“Eh, lo udah ikut KEP belom?”
Ketika mazmur, suara si cantik yang menyanyikan lagu sulit dengan tembakan yang tepat justru terslamur dengan:
“Lo suka muay thai nggak?”
Sumpah, saya pengen bisikin, “Mas, berisik, Mas”, namun saya tahan sambil mengelus dada sendiri, dan sambil melihat refleksi ketiga yang kebetulan persis di depan mata.
Apa itu? Ehm, tali beha. Ya, saya mah jujur saja. Di depan saya adalah wanita pakai baju tanpa lengan, dengan tali beha warna hitam yang nongol. Itu beneran persis di depan mata saya ketika saya melihat mimbar. Ya, entahlah. Itu memang urusan masing-masing, sih, tapi ya nggak menjereng tali warna hitam itu juga kali. Heu.
Eh, ada satu lagi, jadi empat. Sebelum komuni kan Prodiakonnya berjejer menghadap ke umat. Nah ada suatu momen ketika Prodiakon yang diujung–dengan posisi tangan terkatup–bisik-bisik ke sebelahnya, sebelahnya ke sebelah lagi. Mungkin koordinasi tempat, jadi bisa dimaklumi. Namun saya justru ingat ketika di waktu kecil, pada suatu misa, saya dalam posisi menghadap umat sibuk memberesi tali bajunya putra altar sepanjang homili dan itu jadi kritik keras orangtua saya. Jadi, kalau posisinya menghadap umat, baiknya sih ya anteng-anteng saja. Mungkin baiknya begitu.
Sesudah misa, saya mlipir ke belakang, mencari Bunda Maria. Rupanya di Pulomas ini ada tempat doa yang cukup memadai, namun sayangnya agak gelap kalau sore hari. Tapi malah syahdu, sih. Tempat duduknya buat saya menarik juga. Dan karena berada di perumahan, maka ini jelas bukan Bunda Maria di Keramaian.
Satu lagi yang menarik adalah adanya sesi menyanyikan lagu “Tiada Syukur Tanpa Peduli”, mungkin untuk menggantikan Doa Tahun Syukur. Dinyanyikan sambil berdiri pula. Ide bagus untuk memaksa umat hafal lagu itu. Saya sendiri baru hafal karena disuruh mimpin lagu itu di Puncak, tapi saya yakin masing banyak umat KAJ yang tidak hafal, wong dinyanyikan juga jarang. Angkat jempol bagi Paroki Pulomas untuk hal ini.
Misa di Pulomas dipersembahkan pada hari Sabtu pukul 17.30 dilanjutkan Minggu pukul 06.30, 08,30, 16.30, dan 18.30. Untuk Jumat Pertama bahkan ada 3 yakni 06.00, 12.00, dan 18.30. Untuk misa hariannya setiap hari Senin sampai Sabtu pukul 06.00. Cocok sebelum berangkat bekerja. Uye.
Yup, satu lagi TKP #KelilingKAJ didatangi, namun masih banyak yang belum. Belum lagi kalau menghitung ada TKP baru di Harapan Indah dan Melati Mas. Nggak apa-apa, suatu saat pasti akan didatangi semua. Semoga Tuhan memberkati perjalanan kita semua. Amin.
2 thoughts on “Menemukan Santo Bonaventura di Labirin Pulomas”