Akhirnya Sampai Juga ke Santo Laurensius Alam Sutera!

Agak berbeda dengan TKP dan calon TKP misi #KelilingKAJ yang lain, sesungguhnya saya sudah meniatkan diri untuk mengunjungi TKP yang ini sejak lama, semata-mata karena faktor sentimentil. Pertama, tahun 2008 pada lebaran hari kedua, saya berkunjung ke rumah Bang Dedi dan waktu itu disuruh menunggu di sebelah Rumah Sakit OMNI. Waktu itu, kalau tidak salah baru ada McD dan OMNI. Sekarang? Lihat saja sendiri. Nah, ketika mulai jalan ke rumah, saya melihat sebuah bangunan yang kata Bang Dedi nantinya akan menjadi Gereja beneran.

IMG201505231409256

Lalu yang kedua?

Nah ini. Gereja Santo Laurensius ini menjadi penting bagi saya karena hikayat Panitia Pembangunan Gereja (PPG) yang tidak lepas dari Pakde Romo saya (kandung dan orisinil) yakni Pastor Yohanes Djino Widyosuharjo, OSC. Memang, sejak cabut dari Cirebon–saya lupa tahun berapa–beliau tugas di Santa Monika, BSD, yang merupakan cikal bakal Santo Laurensius. Sesudah itu, Pakde Romo pindah ke Cimahi. Siapa sangka kemudian saya malah dapat pacar yang merupakan umatnya Pakde di Cimahi?

Ah, dunia!

Woke, lanjut. Masalahnya adalah saya coba fokus di sekitar Jakarta dulu, kalau Tangerang nanti saja karena faktor transportasi soalnya kan saya ingin penuh berkendara umum, gitu. Eh, kok tetiba dapat invitasi untuk tugas koor sekaligus menghadiri misa perkawinan teman di Cantus Firmus is Xtraordinary (CFX), si Mpok Norma. Kalau pembaca ariesadhar.com adalah penikmat setia Dunia Lain, pasti pernah lihat mbak-mbak ini, sekitar tahun 2011-2012 gitu deh. Oh, sebagai peserta ya, bukan sebagai penampakan. Pernikahannya dihelat di Gereja Santo Laurensius, Alam Sutera. Okesip.

Untuk mencapai Gereja Santo Laurensius, sebenarnya bukan hal sulit asal kita bisa mencapai sekolah Santa Laurensia. Bukan apa-apa, keduanya sebelahan. Kalau mau mengacu pada penunjuk jalan memang tidak akan ada nama Laurensius, tapi sejak dari jauh sudah ada nama Laurensia. Kalau berkendara umum, bisa berhenti di pintu masuk Alam Sutera (McD, OMNI) kemudian jalan saja mlipir di Living World, kemudian pas bundaran, belok kanan. Tenang saja, nggak akan ketukar, pasti kelihatan.

Beberapa kali lewat Gereja ini, saya boleh bilang bahwa bangunannya mirip istana. Ya, boleh jadi begitu karena konsepnya semacam mengambil pola vintage, bahkan sampai ada kubahnya dan itu tinggi sekali. Dan nggak sembarangan juga karena di bagian dalam kubah ada lukisan yang karena menampilkan pose tertentu saya menangkap itu adalah tentang awal mula dosa manusia. Begitu masuk, boleh jadi nggak kerasa kalau Gereja ini bahkan belum 10 tahun umurnya. Gereja ini, menurut santo-laurensius.org, topping off pada 2007 dan 2009 diresmikan oleh Uskup Agung Jakarta, Mgr. Julius Kardinal Darmaatmaja, SJ.

Namun begitu, skemanya sudah kekinian. Gerejanya terletak di lantai 2, namun lantai 1-nya tidak dipakai untuk parkir semacam di Pantai Indah Kapuk, namun untuk semacam aula yang sekaligus menjadi ekstensi ruang misa. Saya yakin umat di Laurensius ini berlimpah karena Tangerang sisi BSD, Alam Sutera, dan sekitarnya itu merupakan ranah keluarga baru berkembang. Jadi pasti banyak bayi-bayi bertebaran. Sebelum nikahan saya ada misa baptisan. Nah untuk menuju lantai 2 itu bisa via tangga di lantai 1, atau via jalan memutar yang bukan tangga. Ini konsep ramah difabel semacam Bojong Indah. Namun di Bojong Indah jalurnya tidak tinggi karena memang posisi Gerejanya bukan di lantai 2. Keramahan terhadap difabel juga tampak di area-area yang diberi kode kursi roda. So, umat dengan kursi roda bisa mendapat tempat yang layak.

Pastornya keluar dari sakristi di sebelah kiri–itu pas misa nikahan, entah misa sehari-hari. Mimbar di kiri digunakan untuk Pastor dan sabda. Di kanan untuk komentator. Soal altar saya nggak terlalu ngeh soalnya ketutup. Oya, untuk sisi kiri kanan altar saya bisa bilang mirip Pantai Indah Kapuk karena ada zona dua lantai disana. Tapi kalau di Regina Caeli, koornya di kiri altar bagian atas, kalau di Laurensius di bagian bawah. Oh, sebelum lupa, mikrofon untuk lektor dan Pastor membaca sabda itu keren banget. Model mikrofon paling keren selama saya menjalani misi #KelilingKAJ.

Sebagai Gereja yang pasti akan banyak dihadiri bayi, sebenarnya secara sound agak kasihan. Soalnya kan tinggi semacam Katedral, jadi orang berisik itu langsung menggema suara sangkakala membelah angkasa mempelai berdua seiring dengan senyum bahagia. Tapi nggak apa-apa, kan biar kanak-kanak datang kepadaku, kata Yesus. Dan ngomong-ngomong, di lantai 1 juga pasti ramai sekali dengan anak-anak karena ada keterangan “dilarang menyuapi”. Heuheu. Anti suap, nih.

Soal parkir sepertinya agak berproblema yah, mungkin kalau misa biasa, jatuhnya bakal sejauh di Regina Caeli parkirannya, apalagi kalau pekan suci bisa mirip di Kedoya yang sampai ke jalan besar. Tapi sungguh saya tidak tahu.

Nah, patungnya dimana? Awal mula saya mengira bahwa Pieta yang persis di pintu masuk itu adalah tempat doa kepada Bunda Maria, namun setelah berkepo ria sedikit, di sebelah pastoran ternyata ada Gua Maria Penuh Rahmat yang cukup kondusif dengan kursi-kursi dan space orang berdoa secara berdiri. Nuansa Bunda Maria-nya kecoklatan, dan karena ini di Alam Sutera, tentu tidak terjadi kondisi Bunda Maria di Keramaian semacam terjadi di Bidara Cina atau juga Matraman. Tempat ini tidak seluas di PIK pun Kedoya, mungkin bisa disamakan dengan Kemakmuran atau Jalan Malang.

IMG20150523141501

Ekaristi di Santo Laurensius ini dipersembahkan Sabtu sore pukul 17.00 dan 19.30 (wah, pilihan misa malam minggu untuk kedok religi, nih). Minggu pagi pukul 06.00 dan 08.30, serta Minggu sore pukul 17.00 dan 19.30 juga. Jumat Pertama juga 19.30, pada hari Jumat (ya, iyalah…). Oya, semboyan Gereja ini “Pauperes Sunt Thesauri Ecclesiae” alias Kaum Miskin adalah Harta Gereja, cukup menarik juga ya. Apalagi mengingat posisinya yang di tempat “orang berada”. Hehe. Ngomong-ngomong, di sekitar Santo Laurensius sendiri sudah berdiri Santo Ambrosius (Melati Mas) dan menyusul Gading Serpong. Ya, memang harus gitu. Saya ingat waktu di Monika, nunggu komuni kelar saja setengah jam saking tumpahnya umat. Semoga dilancarkan jalannya ya.

Kira-kira demikian cerita hari ini, menambah koleksi Gereja di Dekenat Tangerang, setelah Helena, dengan sedikit bumbu sentimentil yang nggak penting. Semoga Tuhan selalu memberkati perjalanan #KelilingKAJ yang merupakan salah satu cara buatan saya sendiri untuk mengenal dan memahami Tuhan.

Advertisement

3 thoughts on “Akhirnya Sampai Juga ke Santo Laurensius Alam Sutera!”

Tinggalkan komentar supaya blog ini tambah kece!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.