Setelah kemarin mengalahkan Indonesia dalam laga yang memang rada kontroversial, Guinea menjadi lebih kondang di negara ini. Gawatnya, perilaku rasis terjadi di kolom komentar Instagram dan media sosial lainnya, sampai federasi perlu membuat post ini di X:
Sedih sih, negara yang katanya paling ramah dan berbudaya melakukan hal tersebut. Dan kocaknya adalah perilaku rasis itu juga sampai ke federasi sebelah, termasuk IG-nya Guinea Khatulistiwa yang jelas nggak tahu apa-apa.
Well, dengan kebingungan dari para warga ber-IQ luar biasa, mari kita jelaskan sedikit tentang Guinea dan nama-nama yang membingungkan karena merujuk pada empat negara yang tersebar di dua benua berbeda. Keempat negara ini, yaitu Guinea, Guinea-Bissau, Guinea Khatulistiwa, dan Papua Nugini, memiliki sejarah dan budayanya masing-masing yang unik dan menarik untuk ditelusuri.
Guinea: Republik Demokratik Rakyat Guinea
Terletak di Afrika Barat, Guinea, yang secara resmi disebut Republik Demokratik Rakyat Guinea, merupakan bekas koloni Prancis. Negara ini merdeka pada tahun 1958 dan dipimpin oleh Ahmed Sékou Touré selama 26 tahun. Beliau ini satu angkatan dengan Bung Karno . Guinea kaya akan sumber daya alam, seperti bijih besi, bauksit, dan emas, tetapi ekonominya masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangganya. Nggak asing ya, negara yang punya sumber daya melimpah tapi ekonomi tertinggal.
Budaya Guinea sangat beragam, dengan lebih dari 30 kelompok etnis yang berbeda. Bahasa resmi adalah bahasa Prancis, tetapi bahasa-bahasa lokal seperti Malinke, Susu, dan Fula juga banyak digunakan. Musik dan tari merupakan bagian penting dari budaya Guinea, dengan instrumen tradisional seperti djembe dan balafon yang terkenal di seluruh dunia.
Guinea-Bissau: Sebuah Negara Kecil dengan Sejarah Besar
Guinea-Bissau, yang terletak di Afrika Barat, juga merupakan bekas koloni Portugis. Negara ini merdeka pada tahun 1974 setelah perjuangan panjang dan berdarah. Guinea-Bissau adalah salah satu negara termiskin di dunia, dengan ekonomi yang bergantung pada pertanian dan perikanan.
Budaya Guinea-Bissau dipengaruhi oleh budaya Portugis dan Afrika. Bahasa resmi adalah bahasa Portugis, tetapi bahasa Kriol, bahasa campuran Portugis dan bahasa Afrika, juga banyak digunakan. Musik dan tari merupakan bagian penting dari budaya Guinea-Bissau, dengan gaya musik tradisional seperti gumbe dan batuque yang terkenal.
Guinea Khatulistiwa: Perpaduan Budaya Spanyol dan Afrika
Guinea Khatulistiwa, yang terletak di Afrika Tengah, adalah satu-satunya negara Afrika yang pernah dijajah oleh Spanyol. Negara ini merdeka pada tahun 1968 dan dipimpin oleh Teodoro Obiang Nguema Mbasogo sejak saat itu. Guinea Khatulistiwa adalah salah satu negara terkaya di Afrika, dengan ekonomi yang didorong oleh produksi minyak dan gas alam.
Budaya Guinea Khatulistiwa merupakan perpaduan budaya Spanyol dan Afrika. Bahasa resmi adalah bahasa Spanyol, tetapi bahasa-bahasa lokal seperti Fang, Bubi, dan Ndowe juga banyak digunakan. Musik dan tari merupakan bagian penting dari budaya Guinea Khatulistiwa, dengan gaya musik tradisional seperti asico dan mbalax yang terkenal.
Papua Nugini: Permata Pasifik dengan Keanekaragaman Hayati yang Luar Biasa
Papua Nugini, yang terletak di Oseania, adalah satu-satunya negara Guinea yang tidak berada di Afrika. Negara ini adalah bekas koloni Australia dan Papua Nugini merdeka pada tahun 1975. Papua Nugini adalah negara terbesar kedua di Oseania, setelah Australia, dan memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa.
Budaya Papua Nugini sangat beragam, dengan lebih dari 800 bahasa yang berbeda yang diucapkan di seluruh negeri. Bahasa Inggris adalah bahasa resmi, tetapi bahasa-bahasa lokal juga banyak digunakan. Musik dan tari merupakan bagian penting dari budaya Papua Nugini, dengan berbagai gaya tarian tradisional yang unik di setiap wilayah.
Mengapa Papua Nugini Memiliki Nama Mirip dengan Guinea di Afrika?
Meskipun terletak berjauhan, Papua Nugini memiliki nama yang mirip dengan negara-negara Guinea di Afrika. Hal ini dimungkinkan oleh faktor penjelajahan awal.
Pada abad ke-16, penjelajah Spanyol, Yñigo Ortiz de Retez, menamai pulau di Pasifik yang sekarang dikenal sebagai Papua Nugini sebagai “Nueva Guinea”. Nama ini berasal dari kemiripan yang dia lihat antara penduduk pulau tersebut dengan penduduk Guinea di Afrika Barat, yang sudah dikenal oleh orang Eropa. Jadi emang kelakuan orang Eropa, sebagaimana Christopher Columbus dalam beberap sumber dinyatakan salah menyebut penduduk asli Amerika sebagai “Indian” ketika dia tiba di Amerika pada tahun 1492. Columbus mengira dia telah mencapai Hindia Timur (India) ketika dia mendarat di Kepulauan Bahama, sehingga dia menyebut penduduk lokalnya sebagai “Indian”. Kesalahan ini terus berlanjut selama berabad-abad, dan hingga saat ini, istilah “Indian” masih digunakan oleh beberapa orang untuk merujuk pada penduduk asli Amerika, meskipun dianggap tidak pantas dan menyinggung oleh banyak orang.
Ketika abad ke-19, bagian utara Papua Nugini dikuasai oleh Jerman, daerah itu diberi nama “Neuguinea” dan diteruskan saat kemerdekaan Papua Nugini pada tahun 1975, nama “Papua New Guinea” dipilih untuk mencerminkan sejarah dan identitas ganda negara tersebut.
Jadi begitu ya gaes. Rasis gitu ngapain sih. Lagian timnas dari liga dengan strata cuma 3, pembinaan usia dini masih begitu-begitu saja, liga hasilnya masih aneh, bisa sampai di 4 besar Asia saja sudah terbilang bonus. Nggak usah menyalahkan negara lain juga walaupun memang penalti-nya aneh.