Oke. Saya memang kebanyakan janji sama diri saya sendiri. Saya pernah janji–tanpa bilang siapa-siapa–bahwa saya akan ngereview buku-buku yang akan nongol di halaman belakang buku saya. Dan kebeneran, di halaman terakhir Oom Alfa, ada gambar SGFD alias #bukukevin dan satu lagi adalah novel yang akan saya bahas berikut ini:
Lontang-Lantung.
Sebenarnya saya mengenal Oom Roy dari twitnya @pervertauditor. Saya adalah followernya si Pervie walaupun saya bukan akuntan dan tentu saja bukan enjinir. Lah, ini kok malah bahas Pervie?
Dan nama Lontang-Lantung kemudian mengemuka ketika saya makan bareng editor-editor Bukune di FX. Fial–editor Lontang-Lantung–bercerita soal penamaan Yohan Sitompul, yang ada di blurb buku ini. Jadi, saya akhirnya mengharuskan diri untuk membaca dan membeli buku ini.
Ehm, tentu saja saya beli dulu baru baca.
Dibandingkan dengan SGFD punya Kevin, tentu saja Lontang-Lantung lebih sesuai dengan konteks hidup saya sekarang. Saya sudah beberapa tahun ini merintis karier sebagai profesional muda yang akan nangkring di depan pabrik ketika rombongan orang demo. #lah
Buku ini dibuka dengan statement coach Rene yang dimodifikasi. Kalau coach Rene bilang “your job is not your career”, dan statement itu yang memberanikan saya menolak promosi jadi DSP Section Head, Om Roy menulisnya sebagai “How is my job not my career when I don’t even have one?”
Ya, untungnya saya baca bukunya coach Rene dulu, baru baca novelnya Om Roy. Repot kalau kebalik.
Tokoh di novel ini juga mengambil nama saya. Cuma, ada untungnya Bapak kasih nama saya agak aneh. Ari tapi pakai e, sebuah huruf yang nggak mempengaruhi bunyi. Jadi ketika setiap nama tokoh Ari Budiman tertulis di novel, saya langsung berasa itu diri saya sendiri.
Ada banyak realita yang sebenar-benarnya realita di novel ini. Sebut saja ketika Suketi mendapat kerja lebih dulu daripada Ari. Itu saya pernah mengalaminya, pun teman-teman yang lain. Pahitnya semacam makan pare lanjut minum kopi lalu lihat mantan gebetan lewat dengan tiga anak yang sudah besar-besar.
Nah, persoalan disini adalah ketika terjadi Ari Budiman yang tertukar, mungkin Om Roy kebanyakan nonton Putri Yang Tertukar. Bahwasanya itu bisa dijelaskan dengan logika, dan menjadi inti cerita, tapi saya sebagai orang pabrik jadi berasa aneh aja. Wong saya kalau ada operator atau admin wawancara, bisa mengenali dengan jelas. Lah ini IT Division Head nggak. Apapun, namanya juga novel komedi, dan justru disitu letak komedinya. Bukan begitu?
Entah mungkin karena ini reproduksi atau bagaimana, tapi bagi saya Lontang-Lantung ini sangat mulus dalam hal per-typo-an. Dan kebeneran sih, proofread plus setter-nya sama dengan Oom Alfa. Jadi harusnya sama kerennya. *promosi terselubung*
Meskipun saya bilang bahwa Ari Budiman yang tertukar itu jadi persoalan, tapi saya berhasil dibuat gemes sama Ari Budiman yang kemudian membuat tindakan yang menjadi ending dari novel ini. Ya baiklah. Harusnya ya memang begitu. Tindakan apa? ADA DEH! BACA AJA NOVELNYA! #gerakanantispoiler
Konflik di novel ini disudahi dengan statement bagus dari Ari Budiman (entah Ari Budiman yang mana lagi), “live your own life”. Ya, percayalah, meski tidak seekstrim Ari Budiman, tapi banyak kaum pekerja kerah putih alias kelas menengah ngehe yang sebenarnya tidak hidup dalam dirinya sendiri.
Contohnya ya, yang nulis review ini.
Okay. Intinya sih, novel ini bisa menciptakan ngakak dengan cerdas. Kalau saya bilang sih, sama mulusnya dengan Skripshit yang juga digarap sama Fial. Dan itu yang terus saya pelajari sampai sekarang, bagaimana menulis komedi yang cerdas. Salut buat Om Roy 😀
Udah deh. Salam lontang-lantung.