Bicara soal kebebasan berekspresi, negara ASEAN yang paling mula mendapatkan kesempatan itu adalah Filipina, via pergerakan people power yang berhasil menggulingkan Presiden Ferdinand Marcos pada tahun 1986.
Yah, saya saja belum lahir itu.
Bicara soal kebebasan berekspresi, negara ASEAN yang paling mula mendapatkan kesempatan itu adalah Filipina, via pergerakan people power yang berhasil menggulingkan Presiden Ferdinand Marcos pada tahun 1986.
Yah, saya saja belum lahir itu.
“Kalau gini terus, lama-lama gue resign juga nih!”
Siapapun yang pernah kerja di perusahaan pasti pernah mendengar kalimat macam ini. Saking seringnya didengar, soalnya ternyata yang mengucapkan kalimat adalah orang yang sama, selama 35 tahun, dan sebenarnya ya dia nggak resign-resign. Memang pada umumnya orang yang kebanyakan berkoar inilah yang nggak resign-resign nantinya.
Begitulah kelakuan karyawan. Sudah susah-susah apply, kemudian ujungnya resign juga.
Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Ber-apply-apply dahulu
Lalu resign kemudian
Eh tapi resign ya nggak semudah itu juga. Kayak saya ini, walaupun disenggol sama beberapa PMA, tapi ya masih teguh kukuh berlapis baja untuk bertahan pada panji-panji yang sama (waktu itu). Ada banyak pemikiran yang kemudian menyebabkan munculnya pernyataan di awal tulisan ini. Berikut lima diantaranya.
1. Nggak Dapat Company yang Cocok Tempatnya
Kayak saya nih, waktu di Palembang, pabrik yang bergerak di bidang itu ya cuma satu itu. Kalau udah kebetulan menetap disana, sudah KPR rumah, sudah ini dan itu, mau pindah kemana lagi dong? Namanya pekerjaan dengan ilmu spesifik apalagi. Jadilah kadang ada orang sarjananya Apoteker, kerjanya di Bank. Sarjananya Enjinir, kerjanya di Bank. Kalaupun jadi pindah, ya harus mempertimbangkan aneka faktor termasuk KPR rumah lagi, cari rumah lagi, hingga cari istri lagi.
Dan ada teman juga yang sudah nyariiiiisss banget pindah, dan baru ngeh kalau kantor pusatnya ada di tengah kota Jakarta. Mengingat macet sudah begitu menggila, maka yang nyaris tadi berubah menjadi nggak jadi. Pada dasarnya tempat memang sangat krusial.
2. Merasa Akan Sama Saja di Company Berikutnya
Kadang sudah interview, sudah ditanya-tanya, sudah akan oke. Tapi kok perasaan bilang lain ya. Ini yang disebut intuisi. Ada nih teman sudah interview dan pengen pindah karena di tempat lama isinya lembur melulu. Begitu interview, ketahuan kalau bakalan lembur juga.
Jadi ya sudah. Nggak resign deh. Tetap saja lembur di tempat yang lama dengan segala kepastian indahnya jadi karyawan tetap.
3. Apply-an Nggak Ada yang Tembus
Ini nasib. Sudah berencana pengen resign, lalu masukin apply-an kemana-mana, dan pada akhirnya.. nggak ada yang manggil.
Daripada jadi pengangguran, ya sudah deh, resign-nya kapan-kapan aja.
4. Dapat Pacar di Company Sekarang
Satu hal yang bisa mempertahankan keadaan adalah ketika tiba-tiba dapat pacar di lokasi yang nggak enak sekarang. Bermula dari pengen resign, akhirnya lupa kalau pernah pengen resign. Ya kurang enak apa kalau sekantor sama pacar? Bisa berkasih-kasihan dengan indah dibawah naungan owner. Misalnya, memadu kasih bisa dilakukan di dalam gudang, di atas pallet pada level ke-7.
Resign-nya ntar aja kalau salah satu diantaranya nikah. Atau kalau memang tidak ada peraturan company yang melarang nikah sesama, ya terusin aja. Kapan lagi bisa sekantor sama laki atau bini, sementara jutaan orang lain LDR?
5. Sukses Dirayu Petinggi
“Kamu yakin? Saya bisa naikkan gaji kamu loh.”
Awalnya begitu. Maka kemudian keyakinan tinggi berlapis emas ketika maju ke bos bilang resign, kandas seketika. Apalagi kalau kemudian gajinya sebelas dua belas juga. Yah akhirnya bilang ke calon Company baru. Nggak jadi ya. Huiks. Tapi kalau yang begini nggak akan berlaku buat yang resign jadi PNS. Company juga bingung mau nawarin apa. Nggak akan tega juga nawarin gaji 1,7 juta, dari aslinya 8 juta. Simpel to?
Jrenggggggg…. poin-poin untuk resign itu tergantung kekerasan hati yang mau resign. Kalau memang sudah mentok, ya sudahlah. Apalagi kalau sudah disingkirkan sama teman selevel. Memberi ruang karier pada orang lain itu kadang-kadang tergolong berbuat baik kok.
Semangat!
Jona meradang setiap kali mengamati timeline Twitter. Entah bagaimana ceritanya dua orang yang suami istri bisa komen-komenan di TL, padahal mereka sebelahan?
Ah, bukan itu sebab radangnya.
Jona adalah penikmat setia TL Tian, meski Tian bukanlah follower dari Jona. Pun sebenarnya Tian juga bukan artis.
Jadi?
Jona hanya meradang betapa Tian dengan mudah beradu retweet romantis dengan seorang pria yang Jona tidak tahu siapa.
Pasal apa sih?
Sepele, Jona naksir Tian. Ini keniscayaan.
Dan sebagai follower sejati, Jona hanya berharap kesempatan. Tapi bahkan berbagai mentions pun tidak berwujud kepada sekadar saling follow. Pedih juga kalau begini ceritanya.
Lama-lama Jona berpikir, mungkin lebih baik un-follow saja Tian. Jadi tidak repot otak karena melihat TL.
Hmmmm..
Jona sempat un-follow Tian dan sejurus kemudian follow lagi. Tak lama, sebuah mentions masuk plus angka follower bertambah.
Siapa?
@T1an_Ayu: @J0jonat eh, baru follow?
@Jojonat: uda lama kok @T1an_Ayu. Kenapa?
@T1an_Ayu: nggak apa-apa kok (^_^)v
Mentions berhenti, tidak ada bahan untuk mentions lagi, walau naksir. Dasar pria payah.
@T1an_Ayu: malam minggu sunyi, butuh puisi cinta..
Tampaknya ini gadis sedang galau. Dengan mengumpulkan tekad dan niat, Jona beraksi dengan mentions:
@Jojonat: siap hadir untuk puisi cinta pada @T1an_Ayu.. #eh
@T1an_Ayu: serius @Jojonat? RT siap hadir untuk puisi cinta pada T1an_Ayu.. #eh
@Jojonat: menunggu itu ga enak, kecuali menunggu cinta @T1an_Ayu #TianPoem
@Jojonat: cinta itu diam pada keindahan @T1an_Ayu #TianPoem
@Jojonat: ketika kata-kata tak bermakna, rasalah yang menyatakan cinta @T1an_Ayu #TianPoem
@T1an_Ayu: sweet word @Jojonat! Thanks!
@Jojonat: aku punya lebih lho @T1an_Ayu.
@T1an_Ayu: apa? @Jojonat
@Jojonat: cek http://t.co/S5tYJwpH @T1an_Ayu. 🙂
Jona berdebar-debar sampai sejurus kemudian page view di blog-nya bertambah 1. Jona lalu cek ke dashboard dan penglihatan itu berasal dari link di Twitter. Pastilah Tian.
Jona hanya menunggu respon balasan dari Tian ketika ia membaca review sebuah buku yang berkisah tentang cinta diam-diam Jona pada Tian.
Sebuah respon penantian, akan sebuah kesempatan.
Aku Repa, sebuah jalan tanpa arah.
Aku baru saja keluar dari sebuah rumah, tempat dimana aku cukup lama tinggal. Ya, sebenarnya waktu itu niatnya mau mampir, tapi ketiduran, jadi mampirnya agak lama. Nggak apa-apa. Ini mohon dimaklumi. Aku sebenarnya hendak menuju ke Hera di sebelah sana. Tapi selalu tampak sedang sibuk atau tidak mau diganggu. Aku belum sempat kontak dia sebenarnya, apakah dia mau ditemui atau tidak. Karena hanya tampak saja, jadi ya aku mampir dulu. Minum-minum lalu mabuk.
Ketika sudah sadar, aku bangun dan sesekali melihat ke luar jendela. Aku agak pusing, jadi belum berani keluar rumah. Kebanyakan minum tuak soalnya. Di jendela, aku masih menemukan hati yang di sebelah sana itu. Masih sibuk juga dia. Jadi biarlah aku tinggal dulu sebentar.
Hmmm.. Tapi lama-lama waktu mendesakku untuk menuju ke Hera yang ada disana. Ya sudah, aku keluar dari rumah, lalu beranjak. Karena aku nggak bayar, jadi aku nggak boleh menginap lagi di rumah itu. Nggak apa-apalah, aku sudah sadar ini.
Bukan hal yang mudah ternyata. Hera masih sendiri dengan rumah terbuka. Tapi di papan yang nangkring di depan tempat tinggalnya tertulis “sedang menunggu”. Wah, payah juga ini. Ini menunggu siapa, dan kapan aku bisa masuk menemui Hera. Mau nunggu sampai kapan aku disini? Padahal aku sudah nggak nginap di rumah itu lagi loh.
Baiklah, aku tunggu deh. Kalau memang kelamaan, aku duluin saja. Kelamaan menunggu itu nggak baik, tapi tanpa menunggu itu juga sama tidak baiknya.
Dan ini hari ke dua ribu aku menanti, dalam panas dan hujan, dalam siang dan malam. Berharap papan “sedang menunggu” itu bisa dilepas.
Baiklah, aku akan terus menanti.
Entahlah.. Saya itu orangnya terlalu ngeh sama angka-angka. Mungkin itu pula ya yang bikin saya kerjanya di area kotak dan angka. Sampai muka bentuknya sudah kotak dan angka. Hehe.. Tapi serius, dulu waktu mau usia 17 tahun, rasanya ngeri. Demikian pula pas mau usia 20 tahun, ngeri juga. Yang 17 nggak kebayang bagaimana rasanya jadi “dewasa”. Sedangkan 20 tahun relevan dengan kepalanya yang sudah 2, dan waktu itu saya belum pernah pacaran. Hahahaha..
Dan hari ini, 11 Januari 2012, saya sudah 25 tahun.
Astaga!
Saya sudah seperempat abad ada di dunia yang fana ini.
Apa yang sudah saya dapat, apa yang sudah saya punya, apa yang belum saya capai?
Ketiga pertanyaan itu jawabannya sama: BANYAK!
Terima kasih kepada Tuhan yang telah memberikan saya tubuh yang sehat. Sebagai Apoteker yang teregistrasi dan berkompeten (ditandai dengan STRA dan sertifikat kompetensi, asline yo mboh..) saya cukup paham bahwa tubuh yang sehat adalah sumber dari segala upaya di dunia. Untuk itu, terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan.
Terima kasih juga pada orang tua saya yang sudah melahirkan (ini tentunya mamak saja) dan membesarkan saya sampai sejauh ini. Meskipun lama-lama persentase waktu saya hidup seorang diri dan di bawah naungan orang tua semakin berkurang, tapi itu kan bagian dari hidup. Saya merantau umur 14, artinya sudah sekitar 11 tahun saya merantau. Tiga tahun lagi, sudah imbang itu. Hehehe…
Terima kasih pula kepada adik-adik saya yang heboh minta ampun. Kalau tidak ribut maka itu pasti bukan kita. Meskipun saya tahu kalau mereka kurang sopan sama saya, tapi setidaknya hanya mereka yang dengan teguh dan konsisten memanggil saya dengan BANG ALEX. Hahahahaha.. Yo kudu kuwi..
Terima kasih kepada teman-teman, dimanapun, yang telah ikut membantu membentuk diri saya seperti sekarang ini. Mulai dari diri saya yang lumayan paham spreadsheet hingga saya yang lama-lama semakin fasih misuh ala Jawa Timur-an. Halah. Tapi serius, lingkungan tentunya memberi banyak pengaruh pada diri kita, dan di lingkungan itu ada kalian wahai teman-teman!
Yah, seperempat abad ada di dunia. Banyak sekali riak-riaknya. Syukurlah saya dilahirkan sebagai melankolis sehingga setiap detail dari riak-riak itu terekam baik di otak saya. Mulai dari luka parah waktu lompat jauh pas SMP, ikut cerdas cermat filateli, juara lomba PBB di Ngarai Sianok, juara lomba gerak jalan se-Bukittinggi, nyasar di Kusumanegara waktu kelas 1 SMA, ikut workshop di Kanisius, juara lomba menulis, retret, membuat mading, nongkrong di perpus, Titrasi, angkringan tugu setiap malam minggu galau, berdoa minta jodoh di ganjuran dan sriningsih, wisuda, praktek kerja di ibukota, tugas di Nias, sumpahan apoteker, kerja di pabrik ternama, menggalau di simpang patal dengan bandreknya, jadi kiper di liga kantor, bolak-balik naik pesawat, bolak-balik nginap di hotel, pindah kerja, dan banyak lagi hal yang sudah saya peroleh di dunia ini.
Thanks a lot!
Sekarang saatnya bertindak. Yah, usia saya sudah berkurang 1 dari yang diberikan oleh Tuhan pada awalnya. Kalau memang Dia memberi 60, maka usia saya tinggal 35 tahun. Kalau diberi 70 maka usia saya tinggal 45 tahun. Yah, seperti itulah.
Artinya, jangan lama-lama berkutat untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan kata hati. Kata hati adalah mimpi. Maka, mulai hari ini, saya harus FOKUS pada semua mimpi-mimpi saya. Dan asal tahu saja, mimpi saya itu banyak (tidak termasuk mimpi basah ya..)
HAPPY BIRTHDAY TO ME.
I’m 25 Years Old Now.
🙂