
Tahun 2017 ini, rasanya tidak ada rakyat Indonesia yang tidak pernah menggunakan produk yang berkaitan dengan Astra. Bukan apa-apa, Astra kini telah bertumbuh menjadi 212 anak perusahaan dengan produk yang tidak jauh-jauh dari rakyat. Dapat menjadi sedemikian dekat dengan rakyat Indonesia tentu bukan perkara mudah. Semuanya adalah rintisan dan perjalanan selama 60 tahun lamanya. Sebuah usia matang kalau menyoal manusia dan usia lewat beberapa krisis kalau menyoal perusahaan.
Astra dimulai dari sebuah perusahaan dagang pada tahun 1957. Milestones Astra dimulai pada tahun 1969 ketika dipercaya menjadi distributor kendaraan Toyota di Indonesia. Setahun kemudian, Astra ditunjuk sebagai distributor tunggal untuk sepeda motor Honda dan mesin perkantoran Xerox. Pada tahun 1970 tersebut, Indonesia sedang giat-giatnya membangun sesudah pergantian kekuasaan yang menguras tenaga bangsa.
Setahun sesudah dipercaya sebagai distributor, berdirilah PT. Federal Motor dan PT. Toyota Astra Motor (TAM). Keduanya kemudian menjadi payung agen tunggal untuk sepeda motor Honda dan mobil Toyota. Dalam perkembangan berikutnya, Astra juga menjadi distributor tunggal Daihatsu yang dinaungi PT. Daihatsu Indonesia.

Pada tahun 1981, Astra semakin mengemuka kala TAM meluncurkan mobil Kijang, sebuah mahakarya pada zamannya yang lantas menjelma jadi kesayangan banyak orang di Indonesia. Sesudahnya, Astra terus mengembangkan diri hingga pada akhirnya, sebagai disebut di atas bahwa usaha Astra telah mencapai 212 anak perusahaan, 7 segmen usaha, dan 218.773 karyawan.
Dengan usaha yang sedemikian besar, Astra juga terkena dampak resesi tahun 1998. Pada tahun 1999, Astra menandatangani kesepakatan restrukturisasi hutang tahap pertama. Setahun kemudian, restrukturisasi juga dilakukan dalam bisnis sepeda motor dan bisnis BMW. Tidak lama berselang, Astra juga menandatangani kesepakatan restrukturisasi hutang tahap kedua yang diikuti dengan tindakan lain seperti restrukturisasi bisnis Daihatsu, penawaran saham terbatas 1,4 miliar lembar saham, serta divestasi PT. Pramindo Ikat Nusantara dan PT. Sumalindo Lestari Jaya.
Perbaikan dunia politik dan ekonomi Indonesia juga diikuti oleh Astra. Terbukti, pada tahun 2004 yang merupakan tahun politik peralihan pemerintahan dari Megawati Soekarnoputri ke Susilo Bambang Yudhoyono, Astra melakukan percepatan pembayaran restrukturisasi hutang sekaligus mengambil 31,5 persen kepemilikan di Bank Permata. Tidak lama kemudian, Astra juga memasuki bisnis jalan tol dengan akuisisi 34 persen saham PT. Marga Mandala Sakti.
Peningkatan bisnis tentu harus diseimbangkan dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Maka pada tahun 2009, Astra Group meluncurkan SATU (Semangat Astra Terpadu Untuk) Indonesia sebagai payung kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan yang berkelanjutan.

Secara bisnis, Astra telah bertumbuh menjadi perusahaan yang mampu mengintegrasikan konsep supplier dan pelanggan yang berantai secara optimal. Soal begini pernah saya tuliskan dalam beberapa tulisan tentang perencanaan produksi yang juga tayang di blog ini.
Sebagai contoh, Astra mengelola merk mobil Toyota, Daihatsu, Isuzu, UD Trucks, Peugeot, dan BMW. Astra juga punya Honda di level Sepeda motor. Untuk mendukung bisnis ini, Astra punya Astra Otoparts. Saya jadi ingat dua mantan teman kos di Cikarang. Riyan di Astra Honda Motor (AHM) dan Mas Santo di Astra Otoparts (AOP). Keduanya adalah orang-orang yang kalau sudah kerja, gila-gilaan.
Nah, ada kendaraannya, tentu harus ada pembelinya. Namun kita tahu bahwa membeli kendaraan bermotor tidak semudah beli cabe di pasar maupun beli Bitcoin. Maka, Astra memiliki perusahaan pembiayaan untuk tiga jenis produknya. Ada Astra Credit Company (ACC) untuk mobil, FIFGROUP untuk sepeda motor, serta Surya Artha Nusantara Finance dan Komatsu Astra Finance untuk alat berat. Di samping itu, Astra juga punya Astra Life dan Asuransi Astra. Ngomong-ngomong, saya pemegang polis Astra Life. Dan preminya menurut saya ringan dan tidak memberatkan kantong di era gaji PNS sudah 3 tahun tidak naik ini.
Guna menunjang bisnis serta mengikuti perkembangan Indonesia yang begitu gila membangun infrastruktur, Astra juga punya Astra Infra. Sekaligus untuk di bidang logistik, Astra memiliki Serasi Autoraya. Patut dicatat bahwa 2 hal ini adalah concern Presiden Jokowi dalam periode kepemimpinannya.
Astra Infra inilah yang kemudian ada di Tol Tangerang Merak, Tol Kunciran-Serpong, Jakarta Outer Ring Road 2, Tol Jombang-Mojokerto, Tol Semarang-Solo, hingga Tol Serpong-Balaraja. Oh, termasuk juga di Tol Cikopo-Palimanan yang panjang dan lurus itu. Astra ada dalam konteks konsesi ya, jadi bedakan soal urusan jual-menjual infrastruktur. Kadang saya sedih di negeri ini banyak orang kurang paham tapi bagian protes hobinya duluan.
Terakhir, Astra juga merambah properti. Dengan 218.773 karyawan pada 212 anak perusahaan dalam 7 segmen usaha, sudah barang tentu Astra butuh gedung, termasuk karyawannya butuh tempat tinggal. Maka penyediaan gedung yang dikelola sendiri dan sebagian diantaranya bisa dialihkan jadi duit, tentu menjadi wujud pengelolaan yang katanya CEO saya dulu zaman di swasta sebagai Good Corporate Governance (GCG).
Dalam perspektif rantai pasokan, mari kita ambil contoh AOP dan AHM. AHM butuh pasokan sparepart yang berkualitas untuk produk yang mumpuni. Dalam konteks ini, AHM sebagai produsen dan masyarakat konsumen. AHM tunduk pada keinginan konsumen untuk produk yang baik.

Balik ke dapur pabrik, AHM kemudian menjadi konsumen untuk produk sparepart yang merupakan bahan baku sepeda motor bikinan AHM. Produsennya? Untuk sebagian adalah AOP. Nah, berada dalam satu naungan Astra meminimalkan gap kualitas yang sering terjadi dalam hubungan pemasok dan pelanggan. Dengan demikian, ada jaminan lebih bahwa bagian ini kualitas tidak terganggu.
Konsep ini adalah ideal dan memang hanya bisa diraih oleh perusahaan yang sudah punya sejarah panjang dan kekuatan modal mumpuni, ditunjang tata kelola perusahaan yang juga baik. Kalau tidak, berada dalam satu wadah justru membuat AOP misalnya permisif memberi barang yang buruk pada AHM. Toh, saudara. Nyatanya, kini kita telah melihat Astra yang sesuai butir kedua Catur Dharma: memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.
Menjadi seperti Astra adalah cita-cita banyak korporasi. Maka, dalam usia ke-60, Astra tentu harus terus berbenah mempertahankan yang sudah ada dan meningkatkan terus bisnisnya kemana-mana. Namun, jangan lupa bahwa CSR dalam Satu Indonesia juga tidak kalah pentingnya.
Selamat ulang tahun ke-60 untuk Astra. Semoga selalu menginspirasi dalam perjalanan ke depan.



“Ya, sekarang tidak perlu datang ke stasiun dan mengisi form sambil berdesak-desakan di loket stasiun ala generasi 90-an karena PT KAI telah menjalin kemitraan dengan banyak penyedia, salah satunya Traveloka yang pasti semua orang sudah tahu. Blog Bapak saja sudah berulang kali mengulas layanan yang tadinya adalah tempat paling yahud mencari harga tiket dan kini menjelma semakin komplit dengan aneka layanan yang bikin kita #JadiBisa macem-macem. Salah satunya, yha, tiket kereta api.”
“Sederhana saja, Nak. Traveloka menawarkan kemudahan-kemudahan dalam penggunaan baik aplikasi maupun jika pakai laptop. Selain juga layanannya yang sudah dikenal responsif. Salah satu yang menarik adalah kita mudah untuk memasukkan tujuan. Semisal Bapak mengetik ‘Jakarta’ dalam pencarian, maka kita bisa mendapati pilihan stasiun yang tersedia di Jakarta, mulai dari Gambir, Pasar Senen, hingga Jatinegara. Sebaliknya, ketika Bapak mengetik Cimahi, langsung muncul tulisan ‘Bandung’ dengan ‘CMI’ di bawahnya. Bagi yang sering beli tiket seperti Bapak mungkin nama stasiun bukan masalah karena sudah jadi hafalan. Akan tetapi, bagi mahasiswa yang mau interview dari Jogja ke Bandung, misalnya, tentu tidak semudah Bapak. Artinya, kemudahan yang diberikan Traveloka akan sangat membantu dalam pencarian.”
Saya kemudian melanjutkan, “Begitu stasiun awal dan akhir sudah dimasukkan, ada fitur lain yang juga bisa mempermudah yakni filter. Filternya unik dan khas Traveloka karena dapat mengelompokkan keberangkatan ke pagi, siang, atau malam. Ini juga mungkin tidak masalah jika tiada bagi orang-orang yang sudah paham rute. Akan tetapi, merupakan fitur yang sangat ampuh bagi yang sekali-kali jalan.”
“Traveloka juga menyediakan fitur pilih kursi sehingga yang berpasang-pasangan tetap bisa berduaan dan bikin iri hati depan dan belakangnya. Nanti yang semacam ini akan kita gangguin dengan paripurna. Fitur yang ini menurut Bapak juga disajikan dengan responsif dan mudah, terutama bagi perjalanan yang lagi sepi dan bisa eksplorasi gerbong demi gerbong. Oya, untuk tips naik kereta api ke Bandung utamanya kelas ekonomi non premium, jika dari Jakarta ke Bandung pilihlah nomor besar dan sebaliknya dari Bandung ke Jakarta pilih nomor kecil. Niscaya perjalanan kita tidak akan terbalik, Nak. Untuk premium, Bapak belum dapat polanya karena beberapa kali naik beda melulu.”
uka aneh-aneh, jamnya seringkali perjalanan Bapak untuk melihat kamu butuh penyesuaian yang mepet sehingga kadang baru dapat kepastian jam 2-3 siang untuk berharap bisa berangkat jam 6 sore karena langsung dari kantor. Untunglah, Traveloka menyediakan layanan bisa order mepet hingga 3 jam sebelum keberangkatan, sesuatu yang menjadi keistimewaan dari pesan tiket kereta api di Traveloka. Selain itu, Nak, Traveloka juga ada diskon channel dan kode unik yang jatuhnya bukan menambah, tapi mengurangi tagihan. Kan sisanya lumayan buat tambah-tambah beli popok kamu.”







Hayo, mengingat jumlah
Mengandalkan falsafah ‘masih untung’, maka masih untung yang diunggah adalah foto nggak jelas. Bagaimana jika yang terunggah oleh si Tintus–anaknya Veren–tadi adalah file nan sangat personal, tapi terunggah ke grup kantor, misalnya. Yang ada bos besarnya, pula. Berabe kan?
Nah, namanya LDR itu harus ada esensi kejutannya. Tentu saja kejutan yang dimaksud bukan saja tiba-tiba kirim 









