Salut buat kalangan pintar yang tetiba begitu paham opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) milik Pemprov DKI sehingga bisa memaki-maki Ahok di Pesbuk. Padahal, awak yang berkutat di dunia perauditan saja masih pening dalam mencerna opini-opini audit. Diklatnya saja lebih lama dari berangkat jadi Haji. Banyak kalangan pintar–include wartawan bodrek–yang menyebut bahwa opini yang disebut WDP itu adalah indikasi korupsi. Hmmm, patut diingat bahwa korupsi itu mengandung tiga prinsip: melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, dan merugikan keuangan atau perekonomian negara. Kaitannya dengan WDP?
Nah, inilah susahnya manusia Indonesia yang terlalu gampang nge-share hoax di Pesbuk. Opini WDP milik Pemprov DKI itu diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas penyajian laporan keuangan. Itu dia makanya di Madura sana dikasih WTP tapi tetap saja ada yang tertangkap korupsi. Sekali lagi, penekanannya beda. Kalaulah disebut ‘kerugian negara’ dalam hasil pemeriksaan BPK, itu baru 1 aspek dari korupsi. Maka, menjadi lucu ketika ada wartawan bodrek yang mengirim surat minta konfirmasi ke sebuah instansi dan mengubah isi laporan ‘kelebihan pembayaran’ menjadi ‘dugaan korupsi’, kemudian di dalam suratnya ada nomor rekening. Heuheu, minta dikirim duit ya?
Ah, sudahlah. Lelah kita untuk memikirkan pemerintahan. Lebih baik kita memikirkan tentang percintaan. Ya, toh? Ngomong-ngomong, ternyata laporan keuangan dan hubungan percintaan itu bisa dilihat dari satu sudut pandang untuk kemudian diberikan opini. Jadi, ada hubungan yang bisa dikategorikan Wajar Tanpa Pengecualian dan ada pula hubungan yang masuk dalam opini Tidak Wajar.
Nah, jadi bagaimana cara kita dapat menilai sebuah hubungan berdasarkan opini audit? Ini dia!
Wajar Tanpa Pengecualian
Sejalan dengan laporan keuangan, maka hubungan percintaan yang dapat diberi opini WTP adalah sebuah hubungan yang disajikan dengan wajar dan sesuai standar umum yang berlaku. Di Indonesia, kalau sudah ML itu standar umumnya adalah sudah menikah. Maka, ketika ada pasutri yang ML, itu berarti hubungan mereka WTP. Dalam konteks anak muda juga ada hubungan ketika dua pihak sama-sama mengakui kalau mereka sudah berpacaran. Ini khas anak SMP, sih.
Teman ke Cowok: “Kamu udah jadian sama dia ya?”
Cowok ke Teman: “Udah dong!”
Teman ke Cewek: “Jadi udah resmi, nih?”
Cewek ke Teman: “Hihihi… Udah…”
Teman: *menangis dalam sunyi*
Di Indonesia, standar umum yang berlaku terbilang banyak. Selain hubungan seks sesudah pernikahan, masih ada juga standar umum dalam bidang keagamaan, kesukuan, pekerjaan, harga sinamot, dan lain sebagainya. Maka, sebenarnya di negeri nan indah ini, terbilang sulit untuk menjadi pasangan yang bisa dinilai WTP. Kenapa? Karena dalam opini audit, WTP diberikan jika tidak ada keadaan yang butuh penjelasan. Fakta di Indonesia, seringkali ada pertanyaan dari tetangga rese, “Berapa bayar sinamot?”. Nah, hal semacam ini butuh penjelasan kan? Heuheu.
Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas
Ini adalah sambungan hubungan yang WTP tadi. Bahwasanya sebuah hubungan pacaran itu pada umumnya sudah disajikan dengan baik ke depan publik, pun sudah memenuhi standar-standar umum. Namun dalam hubungan tersebut patut diduga adanya hal yang kurang konsisten, adanya juga keraguan akan going concern, dan ada hal yang butuh penekanan.
Dalam konteks kurang konsisten, sebuah hubungan menjadi aneh ketika si cewek dulu putus karena beda suku, eh tahu-tahu dia pacaran lagi dengan orang yang beda suku. Ini kan kurang konsisten namanya. Selain itu, hubungan biasa-biasa saja yang mungkin disetujui satu sama lain dalam hubungan maupun juga oleh orang-orang terdekat, tapi perbedaan agama, suku, dan kadang-kadang pekerjaan dapat memberikan keraguan akan going concern. Demikian juga dengan orang yang LDR Jakarta-Ambon sementara keduanya sama sekali tidak ada rencana untuk pindah mendekat satu sama lain, hubungan jenis ini dapat tergolong dalam hubungan yang WTP-DPP.
Wajar Dengan Pengecualian
Nah, mirip dengan opini terhadap laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta. WDP ini sebenarnya adalah WTP, tapi ada satu-dua hal yang dikecualikan. Dalam konteks standar umum beda agama, suku, pekerjaan, dan kadang-kadang umur, hal inilah yang menjadi pengecualian. Hubungan baik-baik saja, wajar, eh tapi beda suku dan terancam tidak disetujui oleh orangtua. Hubungan saling mencintai, eh, rumah ibadahnya beda.
Tuhan memang satu… Kita yang tak sama….. *nyanyik*
Tidak Wajar
Hmmm…
Tidak Memberikan Pendapat alias Disclaimer
Siapapun petinggi keder dengan opini disclaimer, mau swasta ataupun negeri. Padahal sejatinya disclaimer ini bukan opini. Auditor angkat tangan, ogah menilai laporan karena tidak yakin. Nah dalam menjustifikasi hubungan percintaan ada hal-hal yang membuat kita tidak dapat meyakini kebenaran dari sebuah hubungan. Misal begini:
Teman ke Cowok: “Lo jomblo?”
Cowok ke Teman: “Gue udah punya bebeb.”
Teman ke Cewek: “Udah jadian?”
Cewek ke Teman: “Mana ada?”
Teman: *menyeringai*
Bagaimana mungkin kita bisa meyakini sebuah hubungan ada, sementara salah satu tidak mengakui hubungan itu? Demikian juga dengan pasangan LDR tapi tidak pernah WhatsApp-an, tidak pernah teleponan, tidak pernah ciuman (ya iyalah!), dan tidak pernah Skype-an? Kalau hubungan itu terjadi tahun 1970-an tentu wajar karena waktu itu standar umumnya adalah surat-suratan pakai kecup lipstik, namun kalau hubungan itu terjadi sekarang ketika standar umumnya adalah adanya media sosial dan alat komunikasi dengan prinsip mendekatkan yang jauh pun mendekatkan yang dekat, maka yang saya sebutkan tadi bukanlah kewajaran. So, ngakunya pacaran, tapi LDR, tapi nggak pernah begitu itu tadi, ini pacaran beneran po? Kita tidak yakin, maka opininya tentu saja disclaimer.
Sayangnya, disclaimer ini justru sering dialami oleh auditor. Auditor yakin dia punya pacar, tapi karena sering ninggalin keluar masuk kebun sawit, si pacar kurang diperhatikan, pun si auditor fokus pada buku kas perusahaan sawit. Akhirnya, hubungan mereka sebatas ‘in a relationship’ di Pesbuk belaka, ketika ditanya, pelan-pelan dia tidak yakin kalau masih punya pacar. Ah, auditor yang disclaimer.
Jadi, kira-kira apa opini yang bisa diberikan kepada hubungan percintaan kalian? Boleh loh dibagi di komentar 🙂
Agak lama mencerna, ga punya basic audit sama sekali hahah
Tapi menarik konten nya.. Contoh kasus yang paling akhir lucu banget 😀
LikeLike
Terima kasih 🙂
LikeLike