Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang ke-22 sudah diselenggarakan di ibukota Bandar Seri Begawan. Sebanyak 9 kepala negara hadir, plus 1 perwakilan karena kepala negara yang asli sedang kampanye. Namanya juga KTT, jadi pembahasannya juga tingkat dewa alias tingkat tinggi. Tentunya lebih tinggi daripada kota kelahiran saya, Bukittinggi.
#apasih
Tersebutlah 3 pilar yang selalu disebutkan dalam sosialisasi komunitas ASEAN 2015 yakni keamanan, ekonomi, dan sosial budaya. Sebenarnya benda-benda ini tidak cukup asing, terutama bagi produk P4 kayak saya. Ketahuan kan saya umurnya berapa. Siapapun anak masa lalu pasti tahu IPOLEKSOSBUDHANKAMNAS alias ideologi politik ekonomi sosial budaya pertahanan dan keamanan nasional. Jadi, bagi orang Indonesia, mestinya nggak asing dengan tiga pilar ini.
Nah, bagaimana agar ketiga pilar itu bisa menyatukan rakyat dan menciptakan masa depan layaknya tema KTT ASEAN 2013?
Yang pertama-tama harus dibereskan adalah isu laut Cina Selatan, karena ini akan menjadi poin di pilar keamanan, meskipun jatuh-jatuhnya juga di ekonomi. Rebutan dengan Cina, yang mana Cina enggan bernegosiasi dengan pihak ketiga atas nama ASEAN dan lebih memilih untuk bilateral negara per negara. Ada masalah pula karena Kamboja yang adalah sekutu dekat Cina, memilih mengikuti sikap Cina. Topik ini sebenarnya tersembunyi di balik senyum para pemimpin negara dalam akhir KTT. Padahal kalau ini tidak diselesaikan, bisa memicu pertentangan di proses penguatan menjelang Komunitas ASEAN 2015.
Yang kedua adalah terobosan peningkatan peran di dalam komunitas. Penerapan visa umum ASEAN, dan juga kartu perjalanan bisnis ASEAN, serta terobosan lainnya guna mengurangi batas-batas harus terus digalakkan. Nggak mungkin dong, ngakunya teman, tapi teman nggak boleh berkunjung ke kamar kos kita dengan akses khusus. Kayak saya dulu, teman saya punya akses langsung ke kamar saya via kunci kos. Beda dengan tamu-tamu biasa yang nggak saya kasih akses. Namanya komunitas, menurut saya ya seperti itu.
Yang ketiga, sebagai wilayah yang tergolong new emerging (bukan NEFO GANEFO lho ini ya), negara-negara di ASEAN harus menguatkan peran agar memegang peranan sentral khususnya di perkembangan negara-negara yang dikatakan sedang berkembang. Kita tahu bahwa konsep kawasan semacam ASEAN ini sudah jamak di berbagai negara di dunia, dengan posisi masing-masing. Lihatlah Liga Arab atau Uni Eropa. Nah, ASEAN sebaiknya menyasar di konteks negara berkembang karena memang sepertinya yang negara maju di ASEAN ya baru Singapura. Padahal ya sejak saya SD, Indonesia ini dibilang negara berkembang.
Berkembang terus, kapan jadi maju ya?
Jangan lupa satu lagi kalau Komunitas ASEAN sudah punya road map dan blue print. Pemantauan pencapaian, seperti yang saya lakukan dalam kinerja pekerjaan saya via balance scorecard, juga harus dilakukan. Kalau nggak tercapai ya dicari tahu root cause-nya. Pokoknya, dijamin agar road map dan blue print bisa tercapai dengan baik.
Nah, itu utamanya tugas Sultan Brunei di tahun 2013 ini sebagai ketua bergilir ASEAN. Tujuannya jelas, agar bisa membuat ASEAN lebih menggelegar di kancah internasional dan mewujudkan Komunitas ASEAN 2015 yang sukses.
Salam Menggelegar!