Petualangan #10daysforASEAN

Terima kasih kepada nasib yang sudah membantu saya bertemu dengan acara sosialisasi komunitas ASEAN untuk para @aseanblogger. Untung juga saya mendaftar lewat Kompasiana, padahal ya saya itu sudah follow @aseanblogger beberapa waktu. Dan untung juga saya menahan diri untuk tidak pulang sebelum acara berakhir, seperti banyak pemirsa lainnya. Karena di saat terakhir inilah saya dapat info ketika Mbak Indah bilang bahwa akan ada lomba blog #10daysforASEAN.

YEAH!

Oke. Niat awal saya menunggu sampai malam adalah kali-kali menang lomba livetweet. Tapi saya juga sadar sih, dengan si Young yang ngedrop 4 kali selama acara, nggak mungkin juga saya menang lomba itu.

Menulis cepat itu adalah keahlian saya, tapi soal isi ya nanti dulu. Saya bisa saja disuruh menulis 1 postingan atau 1 cerpen dalam waktu cepat, tapi dengan kualitas yang diragukan. Itu kenapa banyak posting di blog ini yang pendek-pendek, termasuk mungkin posting yang ini. Nah, karena menulis cepat itu saya bisa, akhirnya saya email ke Mbak Ani Berta untuk menjadi peserta #10daysforASEAN.

Begitu hari pertama nongol temanya, saya langsung bingung. Seperti yang bisa dibaca di posting saya berjudul Salon Thailand? Siapa Takut? ini. Saya tulis disitu bahwa seumur-umur ke salon itu ya cuma dua kali. Sisanya saya ke barber shop alias tempat potong rambut khusus lelaki. Bagaimana ceritanya saya mau menulis soal salon kalau latar belakang saya seperti itu? Apalagi pakai embel-embel Thailand pula. Maka, setelah garuk-garuk aspal, saya kemudian memberanikan diri menulis posting itu, dan hari pertama selesai.

Topik kedua nongol dengan indahnya, dan bikin ingat mantan.

#sigh

Ya, persis seperti yang ditulis di posting #10daysforASEAN saya yang kedua ini. Saya sendiri juga kurang paham soal percandi-candian. Saya lebih paham pergalauan soalnya. Jadi, topik hari kedua ini benar-benar memaksa saya untuk browsing. Eh, kok ya kebetulan kalau browsing pakai bahasa Indonesia yang nongol adalah kabar bahwa Borobudur adalah peninggalan Nabi Sulaiman alias Salomo. Daripada saya ngakak ngehek, jadi saya cari pakai bahasa Inggris saja. Pas benar dengan hasil diskusi di ruang Caraka Loka bahwa bahasa Inggris itu penting. Nah gara-gara Angkor Wat ini, saya jadi belajar bahasa Inggris lagi.

Hari ketiga dimulai dengan tantangan yang sungguh oye. Menciptakan usulan nation brand dalam waktu singkat. Apalagi saya kemudian pulang malam karena besoknya akan cuti. Jadi harus pandai-pandai memilah dan memilih istilah yang bagus. Hingga kemudian saya menemukan istilah Indonesia, A Tropical Paradise. Orang marketing saja susah payah berhari-hari mikir merk yang oke, lha ini saya mikir dalam waktu 1 hari, disambi-sambi meeting sana sini. Untung nggak berubah jadi Indonesia, Meeting Sana Sini. Kan berabe.

Masuk hari keempat mulai susah. Di hari Kamis saya ada perjalanan ke Montong dalam urusan penerbitan buku. Malamnya dilanjutkan perjalanan kereta api ke Jogja. Sudah begitu, saya dikasih tahu teman yang ikutan #10daysforASEAN juga soal topiknya via Whatsapp. Topiknya soal Visa Myanmar pula. Pusing saya. Sambil menikmati perjalanan via Kopaja AC Ragunan Monas, lalu kemudian menatap galau busway yang nggak lewat-lewat di Sarinah, akhirnya saya menulis juga dengan gamang di ruang tunggu Stasiun Senen, dan nge-tweet laporannya ketika saya sudah di dalam kereta api Senja Utama Solo. Dan di ruang tunggu itu, cuma saya yang lagi ngetik pakai laptop. Ini stasiun pula, bukan bandara.

Saya lantas sampai Jogja dan nangkring di kos-kosan adek saya yang bungsu. Begitu ngulet habis bangun sesudah terkapar saya melihat kopi dan merknya sama dengan kontes blog kopi yang sedang saya ikuti. Jadi urutannya, lihat kopi, ingat kontes blog kopi, lalu ingat blog, kemudian ingat kewajiban posting untuk #10daysASEAN di blog. Urutannya panjang sekali, sedikit lebih panjang daripada jalan kenangan. Nah, begitu saya buka topiknya, eh, soal kopi.

Saya sedikit mengutuk diri karena saya punya banyak bahan menulis tentang kopi tapi itu di laptop saya yang lama, yang sudah rusak. Itu dulu saya pengen nulis soal kopi, dan sudah seperenambelas jalan. Bahannya lumayan banyak. Yah, tapi ya sudah, saya menulis saja soal Kopi ASEAN.

Hari Sabtu, saya sudah mikir bahwa bakal sulit. Hari itu adek saya sumpahan apoteker. Dan pastinya akan rempong sedunia. Kapan saya mau ngeblognya, dan kapan saya mau nyari bahan juga kalau topiknya susah. Pas topik keluar, tentang Laos pula. Nggak ada bayangan di kepala selain fakta bahwa Laos itu termasuk herbal, teman-temannya kayu manis, dan daun bungur yang saya kelola sehari-hari.

Untungnya saya punya adek anak IPS. Begitu saya bilang Laos, eh dia menyebut soal negara tanpa pantai, sungai Mekong, dan bla…bla…bla.. lainnya. Akhirnya saya tulislah posting itu. Dan sesungguhnya, posting soal Laos ini adalah satu-satunya posting yang digarap di banyak tempat. Mulai dari Ruang Multimedia Kampus III USD Paingan, ruang tunggu Kencana Photography, meja makan restoran Jejamuran, sampai kamar kos adek saya. Cukup heroik untuk sebuah lomba blog yang pernah saya ikuti.

Minggunya dapat topik yang susah juga, soal perbatasan Singapura-Malaysia. Dan hari Minggu itu bahkan saya tidak sempat ke gereja. Karena sepagian saya sudah berangkat ke Sendangsono untuk ziarah rohani, dan kemudian diteruskan dengan perjalanan pulang ke Cikarang. Saya nggak mungkin buka laptop di terminal Jombor, pun di atas bis Rosalia Indah. Untungnya bisnya sampai lumayan subuh, jadi saya segera bisa menulis soal Peta ASEAN. Begitu kelar nulis, eh sudah jam 6 dan saya sudah harus berangkat kerja karena ada pengiriman bahan baku jam 7.

KAPAN SAYA TIDURNYA???

Senin ke Senin, sudah seminggu saya mengikuti #10daysforASEAN dan hitung-hitung tentu saja topiknya nggak akan jauh-jauh dari Filipina. Eh, bener juga. Hari Senin 2 September topiknya tentang kebebasan berekspresi dan mengambil latar Filipina, sebuah negara yang sudah kenal People Power bahkan sebelum saya lahir. Dan karena riwayatnya nggak jauh-jauh dari yang saya ingat semasa SD, jadi menulis soal People Power ini jadi lumayan tidak menyiksa.

Nah, hari kesembilan. Tinggal kurang Brunei sama Indonesia. Sudah pasti Brunei. Saya sudah kepikiran saya soal minyak. Eh, nongolnya kok malah KTT ASEAN dan tiga pilar. Lalu saya mau nulis apa? Ya, pada akhirnya dengan segala sesat pikir, saya tulislah tulisan yang menggelegar ini.

Sampai di hari ke-10, hari terakhir, saya kira sudah tinggal evaluasi, kesimpulan, dan saran. Dan ternyata saya salah lagi, saudara-saudara. Pantas saya jomblo, menebak topik saja saya salah, apalagi menebak isi hati perempuan.

#EAACURHAT

Di hari terakhir ini pembahasannya soal Jakarta. Kebetulan saya pengikut berita Jokowi Ahok, jadi cukup paham kemajuan Jakarta sejak duet maut itu menjabat dan tentunya kaitan dengan keberadaan Jakarta sebagai ibukota ASEAN.

Dan selesailah sudah.

ZZZZZZZZ…

Mengingat track record saya yang baru sekali dapat hadiah dari lomba blog, itu juga voucher 100 ribu yang merupakan hadiah hiburan dan jumlah hadiah hiburannya ada 45, plus nyaris menang di lomba blog Batik karena masuk nominasi saja, jadi saya cukup pasrah untuk tidak menang di #10daysforASEAN ini.

Setidaknya, karena #10daysforASEAN ini blogpost saya nambah 10 (HAHAHAHAHA), dan saya bisa menulis topik berat dengan bahasa gelo. Saya paling suka posting sepele saya yang “Aku Nggak Punya Visa”. Entah kalau yang lain ya. Kebetulan pula, ketika saya ikut lomba ini, kok pageview saya nggak nambah banyak ya? Hiks. Setiap hari saya memantau pageview saya dan angka segitu-segitu saja, maksudnya rata-rata sama dengan hari-hari lainnya. Bukan apa-apa sih, kalau pageview masih segitu-segitu aja, gimana saya bisa mempromosikan Komunitas ASEAN 2015? Sebagai seorang yang pas di Caraka Loka disapa blogger, saya merasa gagal.

Sedikit masukan saya ke panitia adalah lebih kepada hal teknis. Soal pendaftaran lebih dahulu ini saya suka banget. Ini sekaligus menguji komitmen seseorang. Masukan saya sepele saja kok. Semisal updatenya dibentuk dalam model spreadsheet di Google Docs, itu bakal lebih enak. Jadi kolom 1 adalah list peserta plus nama blognya, lalu kolom ke-2 sampai 11 adalah link blogpost mereka. Jadi kita bisa tahu nih, sudah masuk atau belum dan nggak repot scroll atas bawah.

Saya tahu mengelola kontes macam ini susah, jadi usul saya nggak repot-repot kok.

Salam #10daysforASEAN!