Saya tidak bisa berenang. Itu fakta yang bahkan saya sampaikan dengan polos di tengah danau mini Mekarsari kala kaki saya tidak bisa menapak apapun saat banana boat yang saya tumpangi dibalik. Gembel bener itu si operator, padahal di awal perjanjiannya tidak dibalik. Maka, jangan heran bahwa saya suka jauh-jauh dari air. Termasuk air mandi sehari-hari.
Akan tetapi, ketika ada kesempatan ke Kalimantan, tepatnya ke Banjarmasin, rasanya kok rugi kalau jauh-jauh dari sungai. Terlebih saya menginap di Swiss-Belhotel Borneo yang lokasinya persis di pinggir Sungai Martapura dan–yang paling penting–menyediakan akses gratis naik perahu klotok guna menuju salah satu spot khas Kalimantan Selatan, Pasar Terapung.
Sempat was-was bin deg-degan. Naik kapal Putri Kembang Dadar di Palembang saja saya ngelu, apalagi naik perahu klotok? Untungnya saya sekelebat melihat pelampung warna oranye. Yha, amit-amit kenapa-kenapa, saya bisa lari ambil pelampung dan melakukan hal yang sama dengan kejadian di Mekarsari.
Apabila hendak naik perahu klotok fasilitas dari hotel ini, sebaiknya memang pukul 5.15 sudah siap di lobi untuk berangkat pukul 5.30. Dan untuk itu pula, hotel menyediakan morning call pukul 4.30. Bye-bye turu penak pokoknya. Dalam skala normal, perjalanan dalam 1 perahu bisa diikuti oleh belasan orang. Kalau lagi sepi, ada juga klotok yang isinya cuma 3. Pas yang saya naiki, kebetulan lagi ada PNS-PNS dari Pasaman Barat yang ikut pertemuan nasional. Jadi agak banyakan.
Perahu klotok untuk akses ke Pasar Terapung ini lumayan nyaman dan ada tutup alias atapnya. Jadi bersandar galau di penyangga atap juga bisa, kok. Apalagi perahu berangkat pukul 5.30 yang notabene belum kelihatan apapun, hanya gelap dan gelap saja yang ada. Kayak kulit saya.
Persis pukul 5.30 kapal melaju. Dasarnya saya nggak tahu, ternyata perahu melaju ke arah kanan alias menuju arah Martapura. Jadi ternyata yang namanya Pasar Terapung itu setidak-tidaknya dua. Pertam adalah Muara Kuin yang lebih dekat dari Banjarmasin dan katanya sih yang dipakai untuk iklan RCTI Oke zaman pujangga baru, sebelum MNC Grup tiba. Katanya lagi, Muara Kuin sekarang sudah sepi dan kurang asyik.
Lha, saya mah namanya gratis, ya kemana perahu gratis mengarah saja, toh.
Rupanya kapal mengarah ke Lok Baintan, yang secara waktu kurang lebih 1 jam jauhnya dari kota Banjarmasin. Asli, jauh pokoknya. Sebenarnya selain klotok, ada juga kok jalur darat untuk menuju Lok Baintan ini. Namun berhubung saya nggak naik, jadi saya nggak tuliskan ya.
Perjalanan naik perahu klotok ini menarik karena saya bisa melihat semua kehidupan di tepi Sungai Martapura dengan blak-blakan. Ada banyak bayi seumuran Istoyama yang digendong orangtuanya di pinggir sungai itu. Ada banyak nenek-nenek mandi, mas-mas mandi, mbak-mbak mandi, ibu-ibu nyuci, dan segalanya. Kearifan kehidupan sungai ya gitu, buang air, mandi, cuci baju, dan lain-lain dilakukan di sungai yang sama.
Bagian paling menarik ya mencuci pakaian. Jadi baju diambil, dikucek, celup ke sungai, habis itu perasan pertama. Kemudian? Masuk sungai lagi, di spot yang sama, lantas perasan kedua dan seterusnya. Lah itu kan harusnya sabunnya masih disitu? Saya belum menghitung bahwa aliran bekas sikat gigi tetangga terbawa hingga titik itu.
Ah, ngapain diurusin. Nyatanya demikianlah kehidupan disitu. Lha, wong, menjelang Pasar Terapung Lok Baintan saya bahkan bisa melihat seorang bapak dengan setelan kemeja plus dasi kece badai sedang sikatan di pinggir sungai situ kok.
Perjalanan mulai asyik memang ketika matahari naik dan pinggir sungai nan tadinya gelap menampakkan profilnya. Jangan harap akan ada mbak-mbak mandi bugil. Tidak akan ada. Disini juga lucunya, karena orang-orang disitu mandi dengan kondisi berpakaian. Mas-mas mandi pakai celana jeans ada. Mbak-mbak mandi sambil pakai kaos ya banyak. Hanya 1-2 bapak-bapak yang mandi sempakan doang. Tapi yang bugil sama sekali, tiada.
Oya, dalam perjalanan ini saya melakukan kebodohan paling paripurna. Tidak bawa duit sama sekali. Namanya juga lelaki, mau jalan ke pasar, tapi lupa bawa duit. Kondisi ini yang kemudian bikin saya lontang lantung nggak jelas di pasar.
Pasar Terapung Lok Baintan akan tampak dari kejauhan dengan penanda banyaknya perahu yang menutupi jalan. Semakin jelas ketika perahu klotok mendekat, maka perahu-perahu pedagang itu akan berebut mendekat.
Rupanya, begitulah mekanisme dasar Pasar Terapung ini. Bahwa memang ada transaksi tingkat lokal di Lok Baintan, namun para pengunjung di perahu klotok adalah ceruk konsumen yang besar juga. Maka jangan heran kalau persis perahu klotok mendekat, para pedagang rela menempuh Hunger Games. Tabrak sana sini begitu mudah kita saksikan.
Inilah Pasar Terapung itu ternyata.
Satu hal yang bikin saya bengong adalah rupanya pedagang bukan hanya jual buah atau hal-hal yang terasa ndeso. Ada yang jual mainan, ada yang jual soto, bahkan ada yang jual gorengan! Satu perahu klotok akan dirubung selama beberapa menit oleh aneka rupa dagangan ini untuk kemudian perlahan ditinggal jika ada perahu klotok lainnya.
Untuk mengambil gambar, kita dapat berdiri di atas perahu klotok. Tenang saja, itu papan semua, jadi cukup kuat untuk menyangga. Tapi, kalau dari atap, agak sulit buat transaksi. Kalau mau transaksi, dari bawah saja yang selevel. Saya sendiri karena nggak bawa uang jadinya ya nggak transaksi.
Kurang lebih satu jam perahu klotok diam terombang ambing dan tertabrak-tabrak perahu para pedagang. Begitu penjual kabur ke perahu lain, maka perahu klotok yang saya tumpangi bergegas balik ke arah Kota Banjarmasin. Kali ini semua cerah ceria tapi sudah sedikit yang mandi, kebanyakan mencuci baju saja.
Oya, namanya juga Pasat Terapung, maka selain terapung, pasar ini juga ada jamnya. Di atas pukul 8.30, pasar sudah menjadi sepi. Itulah sebabnya dari hotel harus pagi-pagi benar, keburu pasarnya tutup. Jadi, berangkat dari hotel pukul 5.30 itu adalah optimal untuk tiba di Lok Baintan kala puncak perdagangan.
Rekomendasi saya di Pasar Terapung ini adalah beli buah. Beberapa pedagang kasih sampel buahnya dan rasanya memang yahud. Itu juga bikin saya nyesal nggak bawa duit.
Satu cerita unik terjadi ketika saya ditraktir gorengan. Alkisah gorengan sudah disiapkan dan uang juga telah disiapkan. Namun tetiba ada perahu pedagang lain yang lewat diantara perahu tukang gorengan dan perahu klotok. Walhasil, transaksi pending sebentar karena baik supply dan demand tidak serta merta bertemu. Pada akhirnya, kapal perantara itu tadi juga jadi perantara dalam memberikan duit, sekaligus jadi perantara dalam mengantarkan gorengan yang dimaksud.
Yap, pokoknya ya kalau lagi ke Banjarmasin, rugi jika tidak ke Pasar Terapung. Untuk rute-rute lain, banyak kok kalau mau di-googling. Kalau nggak mau repot, ya kayak saya, menginap di Swiss-Belhotel sudah bonus naik perahu klotok for free. Kalau ada yang gratis kenapa harus bayar, toh?
Wah jadi kangen. Terakhir ke Lok Baintan agustus 2014. Makin rame atau makin sepi sekarang ya?
LikeLike
Kalau kata saya sepi, sih.
LikeLike
Dulu Kalau udah lewat jam 7 sepi. Tapi gak tau si sekrang.
LikeLike
kalau begitu akan melihat pasar terapung kalau kesempatan ke banjarmasin
LikeLike
Harus banget, kak.
LikeLike