Batik, Dari Pengantar Tidur Sampai Panggung Pentas

Indonesia tanah air beta, pusaka abadi nan jaya.
Indonesia sejak dulu kala, slalu di puja puja bangsa.

Hey! Lagu itu jadi pengantar di company profile tempat saya bekerja sekarang. Kenapa? Kantor saya mengabdikan diri dalam penelitian obat yang berbasis bahan alam Indonesia. Jadi, agak pantas kalau pakai lagu itu. Dan menyoal pusaka abadi nan jaya, selain tanaman obat, ada sebuah benda lain bernama Batik Indonesia.

Batik, sejatinya identik dengan Jawa. Itu perspektif saya jaman kecil. Harap maklum, saya besar di Bukittinggi yang kental Minangkabau sangat. Disana ada seni tersendiri soal kain-kainan. Keunikan Indonesia, sungguh kaya.

Kenapa lantas identik, karena bapak saya dari Jawa dan segala selendang yang ada memang didatangkan dari Jawa alias bekas pakainya Mbah Putri saya. Kalau dari mamak saya, ada yang namanya Ulos. Jadi, saya zaman kecil bergaul dengan dua jenis kain-kainan bernama batik dan ulos šŸ™‚

Dan selendang batik yang jelas-jelas adalah batik Indonesia adalah pengantar tidur saya jaman dahulu kala. Eh, bukan. Itu tempat tidur saya! Sudah jamak dimana-mana, selendang dengan motif batik digantung di dua sisi sekuat-kuatnya dan memuat sesosok bayi mungil harapan bangsa yang susah tidur di dalamnya. Bayi dan selendang batik itu digoyang sampai akhirnya terlelap.

Adakah dari antara pembaca yang masa kecilnya demikian? Seru yak!

Dan saya lantas menjadi tukang dorong ayun batik untuk adik bungsu saya.

Batik juga jadi motif mendasar selendang ibu-ibu membawa anak, JAUH sebelum sesuatu bernama HOLDER muncul di Indonesia Raya tercinta ini. Maka, anak-anak pastinya akrab dengan motif batik Indonesia lewat selendang mereka. Yah, walaupun pada akhirnya malah dipakai untuk sarana ekskresi. Sayangnya.

Batik di Indonesia tidak sebatas itu saja. Ketika saya beranjak dewasa, mulai deh batik dipakai lagi. Pertama kali saya pakai batik (lagi) adalah waktu jadi Juara 3 Lomba Penulisan Hari Ozon 2003. Dengan batiknya Mbah Kakung, celana kain punya bapak waktu muda, plus sepatu kets. Sungguh sangat tidak nyambung batik itu pada saya. Nggak apa-apa, setidaknya batik Mbah Kakung bisa jalan-jalan ke Bidakara šŸ™‚

Lalu saya dan batik menjadi akrab waktu kuliah. Lewat ajang dan event bernama paduan suara, saya mendapatkan sebuah baju batik gratis. Bagi anak muda labil, gratis itu mempesona. Batik ini menjadi kostum wajib kala melakoni tugas-tugas menyanyi di ajang pelepasan wisuda atau sumpahan apoteker.

Tampaklah, bahwa batik Indonesia sejauh saya ikut mengenakan, ada penyerta dalam setiap kesempatan budaya, dalam hal ini menyanyi.

Terus beranjak ke dunia kerja, akhirnya saya memperoleh baju batik paling mantap sepanjang hayat saya. Jadi ceritanya, dalam rangka ulang tahun perusahaan, saya disuruh ikut ke Jakarta dari Palembang, menyanyi di kantor pusat, di sebuah tempat yang mirip Teater.

Rasanya, tak terlukiskan.

Batiknya memang berbeda-beda, tapi sebuah warisan bernama batik Indonesia itu sudah menemani saya dari ayunan sampai ke panggung yang megah. Batik yang sama pula yang sejak dulu kala menjadi kekayaan bangsa dari waktu bangsa ini belum ada, sampai sekarang bisa tegar berdiri di kala krisis dunia dan isu-isu disparitas.

Maka, percayakah teman-teman sekalian bahwa batik ini kekayaan?

Bahwa menggunakan batik Indonesia adalah kebanggaan untuknya diterapkan di kantor saya sekarang dengan 1 hari khusus batik. Setidaknya, menurut saya, hal ini bisa mengingatkan kita semua bahwa bangsa yang besar ini punya warisan yang besar, yang menemani dari jaman lahir sampai besar dan penuh karya.

Kita sekalian, yang dari kecil ditemani batik, pastinya akan tetap dalam naungan batik Indonesia kan? Biarlah batik menjadi teman kita bertumbuh besar, karena dia adalah warisan yang sangat berharga.

Salam Batik!

Tulisan ini disertakan pada lomba Blog Entry bertema Batik Indonesia, kerja sama Blogfam dan www.BatikIndonesia.com

 

Advertisement

One thought on “Batik, Dari Pengantar Tidur Sampai Panggung Pentas”

  1. saya dari kecil digendong menggunakan jarit, orang jawa menyebutnya demikian,koleksi ibu saya juga banyak,dari kawung dan entah apalagi saya enggak hapal

    Like

Tinggalkan komentar supaya blog ini tambah kece!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.