Tag Archives: intuisi

Intuisi: Apaan Sih?

Beberapa minggu yang lalu, saya ke McD Jababeka. Sekilas terlintas dalam pikiran, “pasti nanti bakal ketemu si X”. Dua puluh menit sesudah saya menikmati dada-nya ayam yang tidak empuk tapi panas itu, saya melihat si X duduk di salah satu kursi disana.

Juga soal nama anaknya Pangeran William. Ketika orang ramai mempertaruhkan soal nama George atau Charles, saya kok tiba-tiba kepikiran nama saya: Alexander. Dan tidak lama kemudian, namanya muncul George Alexander Louis.

Tidak sedikit aspek soal intuisi yang kemudian bikin saya bingung. Kok bisa? Hal paling simpel dan sering terjadi adalah kalau di adu penalti PES. Tanpa mengintip, ada kalanya saya bisa menebak tendangan dengan benar. Yang nggak benar sih lebih sering.

Nah, pernah nggak sih kalian mengalami bisikan semacam saya tadi? Pasti pernah. Informasi langsung yang muncul dari dalam hati untuk sesuatu yang kadang sepele. Sekarang, apa coba pasalnya saya bisa mengira si X itu ada di McD, sementara tidak ada alasan khusus saya “memegang” nama X itu.

Saya lalu mencoba mencari kesini, dan menemukan sedikit hal.

Satu hal yang utama, intuisi dan wawasan adalah napas kehidupan. Pada dasarnya tidak banyak orang yang percaya, tapi diam-diam mempraktekkannya.

Katanya Sun Tzu begini, “setiap pertempuran dimenangkan sebelum berjuang”.

Nah loh. Jadi sebenarnya semua sudah dibisikkan sama intuisi. Apapun itu, termasu kemungkinan kita kalah. itu makanya yang lebih benar adalah berlaku yang terbaik 🙂

Manusia hidup di aktivitas yang sebenarnya konstan. Dan keberhasilan dalam melakukan itu tidak hanya datang dari yang kita lakukan, namun kesiapan dan kemampuan kita mengumpulkan informasi yang diperlukan. Informasi itu yang menopang intuisi, dan sebagai kemampuan bawaan, intuisi layak digunakan semua orang.

Kadang kita bercakap-cakap sendiri dalam diri kita. Argumen sana sini bikin rempong. Makanya kita perlu pendekatan baru yakni dengan benar-benar mendengarkan hal yang benar-benar menjadi respon dari diri kita.

Detailnya sila dibaca sendiri di link tadi. Saya juga pernah baca buku soal ini. Sebenarnya intuisi itu adalah kekayaan pribadi semua orang. Masalahnya, kadang nggak banyak orang menggunakan itu.

Salah satu contoh yang buat saya tertarik adalah adu penalti Italia-Spanyol di Euro 2008. Saya merekam semua tendangan penalti dan Iker Cassilas melakukan hal yang cukup mengagumkan. Dia bergerak sepersekian detik lebih dulu daripada kaki eksekutor sampai ke bola, dan semuanya tepat. Faktor intuisi ketika bisikan dari dalam hati, bercampur dengan informasi yang ada, menjadi poin disini.

Kita semua punya, saya juga. Tinggal gimana melatihnya. Nanti coba cari bukunya deh. 😀

Advertisement

5 Hal yang Bikin Nggak Jadi Resign

“Kalau gini terus, lama-lama gue resign juga nih!”

Siapapun yang pernah kerja di perusahaan pasti pernah mendengar kalimat macam ini. Saking seringnya didengar, soalnya ternyata yang mengucapkan kalimat adalah orang yang sama, selama 35 tahun, dan sebenarnya ya dia nggak resign-resign. Memang pada umumnya orang yang kebanyakan berkoar inilah yang nggak resign-resign nantinya.

images (8)

Begitulah kelakuan karyawan. Sudah susah-susah apply, kemudian ujungnya resign juga.

Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Ber-apply-apply dahulu
Lalu resign kemudian

Eh tapi resign ya nggak semudah itu juga. Kayak saya ini, walaupun disenggol sama beberapa PMA, tapi ya masih teguh kukuh berlapis baja untuk bertahan pada panji-panji yang sama (waktu itu). Ada banyak pemikiran yang kemudian menyebabkan munculnya pernyataan di awal tulisan ini. Berikut lima diantaranya.

1. Nggak Dapat Company yang Cocok Tempatnya

Kayak saya nih, waktu di Palembang, pabrik yang bergerak di bidang itu ya cuma satu itu. Kalau udah kebetulan menetap disana, sudah KPR rumah, sudah ini dan itu, mau pindah kemana lagi dong? Namanya pekerjaan dengan ilmu spesifik apalagi. Jadilah kadang ada orang sarjananya Apoteker, kerjanya di Bank. Sarjananya Enjinir, kerjanya di Bank. Kalaupun jadi pindah, ya harus mempertimbangkan aneka faktor termasuk KPR rumah lagi, cari rumah lagi, hingga cari istri lagi.

images (9)

Dan ada teman juga yang sudah nyariiiiisss banget pindah, dan baru ngeh kalau kantor pusatnya ada di tengah kota Jakarta. Mengingat macet sudah begitu menggila, maka yang nyaris tadi berubah menjadi nggak jadi. Pada dasarnya tempat memang sangat krusial.

2. Merasa Akan Sama Saja di Company Berikutnya

Kadang sudah interview, sudah ditanya-tanya, sudah akan oke. Tapi kok perasaan bilang lain ya. Ini yang disebut intuisi. Ada nih teman sudah interview dan pengen pindah karena di tempat lama isinya lembur melulu. Begitu interview, ketahuan kalau bakalan lembur juga.

Jadi ya sudah. Nggak resign deh. Tetap saja lembur di tempat yang lama dengan segala kepastian indahnya jadi karyawan tetap.

3. Apply-an Nggak Ada yang Tembus

Ini nasib. Sudah berencana pengen resign, lalu masukin apply-an kemana-mana, dan pada akhirnya.. nggak ada yang manggil.

images (10)

Daripada jadi pengangguran, ya sudah deh, resign-nya kapan-kapan aja.

4. Dapat Pacar di Company Sekarang

Satu hal yang bisa mempertahankan keadaan adalah ketika tiba-tiba dapat pacar di lokasi yang nggak enak sekarang. Bermula dari pengen resign, akhirnya lupa kalau pernah pengen resign. Ya kurang enak apa kalau sekantor sama pacar? Bisa berkasih-kasihan dengan indah dibawah naungan owner. Misalnya, memadu kasih bisa dilakukan di dalam gudang, di atas pallet pada level ke-7.

images (11)

Resign-nya ntar aja kalau salah satu diantaranya nikah. Atau kalau memang tidak ada peraturan company yang melarang nikah sesama, ya terusin aja. Kapan lagi bisa sekantor sama laki atau bini, sementara jutaan orang lain LDR?

5. Sukses Dirayu Petinggi

“Kamu yakin? Saya bisa naikkan gaji kamu loh.”

Awalnya begitu. Maka kemudian keyakinan tinggi berlapis emas ketika maju ke bos bilang resign, kandas seketika. Apalagi kalau kemudian gajinya sebelas dua belas juga. Yah akhirnya bilang ke calon Company baru. Nggak jadi ya. Huiks. Tapi kalau yang begini nggak akan berlaku buat yang resign jadi PNS. Company juga bingung mau nawarin apa. Nggak akan tega juga nawarin gaji 1,7 juta, dari aslinya 8 juta. Simpel to?

Jrenggggggg…. poin-poin untuk resign itu tergantung kekerasan hati yang mau resign. Kalau memang sudah mentok, ya sudahlah. Apalagi kalau sudah disingkirkan sama teman selevel. Memberi ruang karier pada orang lain itu kadang-kadang tergolong berbuat baik kok.

Semangat!