Menikmati Benang Setokel dan Benang Kelambu di Geopark Rinjani

Menyebut Rinjani adalah membincang kemewahan, sebuah profil gunung yang bisa mempengaruhi apapun. Belum lekang dari ingatan tentang abu vulkanik Rinjani yang sampai bikin jalur penerbangan ditutup. Rinjani yang seolah paku yang memantek Pulau Lombok agar tidak kemana-mana itu memang punya pesona yang tiada tandingnya.

Maka, pada suatu siang, saya melangkahkan kaki ke kaki Rinjani. Cukup kakinya dulu, Rinjaninya yang benar mungkin nanti saja. Kurang lebih 1 jam perjalanana dari Senggigi, saya dan teman-teman tiba di GeoPark Rinjani.

Mau apa di kaki Rinjani? Ah, percayalah sobat, bahwa kakinya saja sudah luar biasa. Satu set perjalanan singkat telah diatur agar kami bisa merasakan hawa segar kaki Rinjani plus rasa segar air yang mengalir di sekitar Rinjani.

Dari pintu masuk GeoPark Rinjani, kami diarahkan ke sebuah rumah. Rupanya ara harga yang harus dibayar untuk menikmati kesegaran mewah Rinjani. Kurang lebih 10 ribu per orang, pastinya saya lupa. Selepas kena todong tarif mengejutkan di Anyer pekan sebelumnya, angka-angka di tempat wisata lain sungguh menjelma jadi receh belaka.

Di tempat itu pula kami diberi informasi bahwa ada beberapa air terjun yang bisa dikunjungi di GeoPark ini. Dua yang utama adalah Air Terjun Benang Setokel dan Air Terjun Benang Kelambu.

Ada opsi untuk langsung menuju Benang Kelambu dengan ojek yang PP 35 ribu. Tapi bukankah lebih menarik untuk berjalan kaki merasakan setiap lekuk kaki gunung? Ditemani guide lokal bernama Mas Adi, kami memilih jalur jalan kaki.

Memang, perjalanan menuju Benang Setokel tidaklah lempeng, butuh usaha naik dan turun yang lumayan juga rasanya. Untungnya, karena GeoPark ini lumayan hits, jalur yang ada cukup bersahabat dengan teman saya yang bahkan hanya pakai sandal hotel.

Melaju di bawah rindangnya pohon rasanya terakhir kali saya lakukan waktu ke Cisantana, lebih dari 3 tahun silam. Dibarengi suara gemericik air yang memang ada dimana-mana, perjalanan menjadi sungguh sejuk dan nyaman. Belum engap.

Kurang lebih 15 menit berjalan, tibalah kami di air terjun Benang Setokel. Sebagai orang yang tiap kali mudik melihat air terjun Lembah Anai nan deras itu, agak unik rasanya kala melihat Benang Setokel.

Dari kejauhan tidaklah deras tampaknya karena air terjunnya dibagi 2. Tapi begitu dirasakan dari dekat, ya lumayan juga tetesannya. Karena tipe aliran air yang tidak masif, maka kita bahkan bisa mlipir di belakang air yang jatuh tanpa takut kena basah yang bikin harus ganti baju.

Sebenarnya di akses masuk Benang Stokel ada spot khusus jumping. Jadi, ada area yang cukup untuk bersiap dan kedalaman yang memadai untuk menampung orang terjun. Pas saya lewat, ada mbak-mbak mulus berbikini yang sayangnya terjun tanpa panduan guide. Walhasil, kepalanya nyaris kena bebatuan. Untunglah hanya nyaris. Bisa berabe hura-hura saya kalau dia kenapa-kenapa.

Dari Benang Stokel, kaki kembali dilangkahkan melewati tanjakan dan turunan yang tersedia. Engap mulai melanda. Namun Kaki Rinjani menyediakan aliran yang begitu segar untuk langsung diminum. Lumayan untuk meredakan dahaga meski tidak mampu meredakan syahwat politisi busuk untuk melemahkan KPK.

Jelang tiba ke tempat tujuan, hawa lebih sejuk mulai terasa. Sebagaimana Benang Kelambu adalah tetesan air dari sela-sela bukit, demikian pula tangga menuju air terjun itu. Kita dapat melewati tangga sambil bersisian dengan air yang mengintip malu dari celah bukit.

Pasca menuruni tangga yang cukup banyak, deru samar air mulai terdengar. Ya, itulah Benang Kelambu. Kumpulan air yang nongol dari sela-sela bukit membentuk aliran mirip kelambu. Itu di tingkat pertama. Tingkat berikutnya ada air yang meluncur dengan velocity lebih, namun masih sangat aman untuk dipakai memijat. Di tingkat terakhir, sekadar untuk berfoto tanpa harus basah.

Benang Kelambu adalah sensasi air terjun yang berbeda. Begitu dekat hingga pada saat saya memberanikan diri menaruh punggung persis di tumpahannya, sama sekali tiada rasa sakit. Kata pemandu malah itu pijat. Oh, selain itu, agak nyelip dari destinasi utama ada satu cabang kecil dari Benang Kelambu yang justru enak untuk dinikmati karena lokasinya yang sedikit terselubung.

Nah, sesudah melepaskan diri dari semua keringat dan membaluri dengan air benang kelambu, maka saatnya kembali menyaksikan dan menikmati realita untuk menaiki lagi tangga yang tadi. Bedanya, kami sudah bikin janji untuk berhenti dan mencecap sedikit pisang goreng hangat plus teh panas atau juga kopi khas Lombok.

Soal harga, tenang saja, disini saya merasakan sendiri bahwa harga standar, tidak nodong (kayak Anyer).

Pulangnya, kami sebagai rombongan terakhir di Benang Kelambu memutuskan untuk naik ojek, yang ternyata lumayan “asyik” jalannya. Apalagi saya ceng-lu (bonceng telu) bersama Mas Adi dan anaknya. Mungkin karena saya yang 80 kilogram merupakan lelaki paling kurus dari rombongan. Warbiyasak.

Perjalanan di Rinjani harus diakhiri, meski sebenarnya masih banyak tempat yang mengundang diri untuk datang lagi. Saya belum ke Sembalun, saya belum ke Danau Segara Anak. Yha, semoga kapan-kapan ada rezekinya. Siapa tahu bisa mengajak Istoyama juga.

Ciao!

6 thoughts on “Menikmati Benang Setokel dan Benang Kelambu di Geopark Rinjani”

  1. Baru tau ada Geopark Rinjani. Masih satu kawasan sama Taman Nasional Gunung Rinjani itu ya? Waktu ke Rinjani, fokusnya cuma ke gunung aja soalnya. Bagus ini!

    Like

Tinggalkan komentar supaya blog ini tambah kece!

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.