Sudah cukup lama saya nggak nulis bab lain dari blog ini selain ‘hanya mau menulis’. Sekarang pengen meneruskan serial 5 perjalanan sesudah paling absurd dan jadi teman yang baik.
Kali ini saya mau menuliskan 5 perjalanan ketika saya cupu sangat jadi orang. Kecupuan itu tentu saja terjadi karena itu pertama kali saya melakukan perjalanan tersebut.
MarKiMul, mari kita mulai!
1. Batavia Air (medio 2004)
Saya pulang kampung naik ALS sesudah saya lulus SMA. Cuma, di perjalanan saya mengalami traveler diarrhea yang menyebabkan hidup saya semengenaskan jomblo ngenes sepanjang perjalanan Lampung-Bukittinggi. Walhasil sampai rumah saya jatuh kurus, yang mana daripada sebelumnya saya sudah kurus kering.
Nah, begitu kembali ke Jogja, emak saya nggak tega saya kena traveler diarrhea lagi, jadi dibeliin deh tiket pesawat ke Jogja. Dan itu adalah almarhum Batavia Air. Waktu itu berangkatnya masih dari Tabing. Dan itu adalah penerbangan koneksi.
Usia saya 17 tahun dan belum pernah naik pesawat setelah tahun 1989. Mana ngerti saya suasana bandara kayak apa? Dan lagi, saya sama sekali nggak pegang HP kala itu. Lengkap sudah.
Dengan ngenes saya sudah harus merelakan seat pinggir jendela saya kepada seorang kancut yang tega bilang kalau bangku saya yang di gang, padahal jelas-jelas A. Saya yang pengen melihat awan kan langsung garuk-garuk rok pramugari.
Bagian ngenesnya adalah waktu transit, bahwa saat itu saya asli ngenes tanpa alat komunikasi apapun di bandara itu. Waktu itu bandara Soekarno-Hatta belum digital. Ganti jadwalnya masih yang model kayak mesin ketik itu.
Ada sekitar 2 jam saya nunggu dengan gamang di ruang tunggu terminal 1, lupa A-B-C. Dan syukurlah pada akhirnya sampai juga ke Jogja dengan selamat.
2. Merpati (2008)
Bagian dari project 9 hari saya yang tahu-tahu mewarnai hidup saya dengan segera dan memusnahkan kemungkinan saya dapat penghargaan kelulusan apoteker, tapi tidak pernah saya sesali karena nilai pengalamannya LUAR BIASA.
Jadi waktu itu saya naik pesawat bareng Pak Lanto dan Pak siapa gitu saya lupa dari Jogja, transit Jakarta, lanjut Medan. Nah, sesudah dari Medan mau ke Gunungsitoli ini yang bikin deg-degan.
Ini adalah pertama kalinya saya naik pesawat kecil, isi 28 penumpang kalau nggak salah. Begitu lihat bahwa tangga naiknya itu dilipat jadi pintu, udah berasa kecilnya ini pesawat. Belum lagi lihat sepasang baling-baling di sayapnya yang tidak kalah mungil, semungil hatiku *uopoooo*
Mengingat saya cupu, jadi saya ikut saja Pak Lanto pilih di gang. Untungnya itu pilihan benar karena ternyata cukup ngenes juga di jendela. Semacam menakutkan gitu.
Tapi seru sih.
3. Taksi di Bandung (2008)
Ini sontoloyo-nya supir taksi di Bandung. Ncen asli sompret. *lah malah misuh-misuh*
Jadi kisahnya, dalam rangka liburan semester dan memberikan support penuh kepada dedek bungsu yang hendak meniup puluik pupuik dan menabuh tampelong talempong, saya dan dua adek langsung menuju Bandung Lautan Asmara.
Rencananya, mau menginap di rumah saudara yang memang ada di Bandung. Kontak kita waktu itu hanya si Petra, sepupu saya yang sepantaran sama si Cici, sekarang sudah jadi lawyer, sementara saya masih jadi officer *separuh curhat*
Terakhir kali ketemu Petra adalah tahun 1997, waktu itu dia masih SD. Dan di dalam perkembangan wanita tentu saja ada perbedaan besar.
Begitu taksi yang diorder sampai ke kompleks yang dituju, mulai deh itu supir kampret belagak nggak ngerti jalan. Berhubung saya juga nggak ngerti jalan, apalagi dua adek saya pun demikian, ya ikut manut patuh begitu supir bilang kagak ngarti. Jadilah taksi dibawa muter-muter nggak karuan.
Pada saat ini juga, Cici menelepon Petra, suruh keluar rumah. Permintaan absurd juga, lha emang kalau Petra keluar rumah kita ngerti bentuknya Petra di tahun 2008 kayak apa?
Ujungnya sih ketemu, dengan cost membengkak dan seringai jahanam ala David Luiz dari supir taksi. Yeah!
4. Solo (2005)
Ada 3 kali saya ke Solo. Eh, 4. Yang terakhir sendirian.
Nah ini yang pertama. Detailnya ada di sisi lain blog ini. Jadi kisahnya si Coco itu pengen naik sepur. Ndeso tenan nggak pernah naik sepur ya. Karena kita, teman-temannya, baik hati dan rajin menabung, maka kita temanilah dia ber-15 semata mau naik Pramex.
Kisahnya panjang banget, jadi monggo dihaturi mampir kesini ya.
5. Ngangin-Ngangin (2007)
Dari namanya saja sudah absurd, tapi itulah desa terpilih untuk melakoni skripsi. Pertama kali saya kesana adalah bonceng Pipin, dan dikasih tahu bahwa tempatnya lumayan nyelempit.
Dimulai dari melewati Kali Progo. Mengingat Ngangin-Ngangin ada di Kulonprogo, alias baratnya Progo. Terus sesudah lewat Progo dan sekian tikungan, masuklah kita ke kanan, dengan sawah membentang.
Sampai di ujung jalan ketika jalan aspal habis, dimulailah petualangan baru dengan jalan berbatu.
Demikianlah pada akhirnya saya sampai di sebuah desa, yang anehnya, jalannya mulus. *jangan-jangan ada akses lainnya ini?*
Pertama kali itu pula langsung ngider dusun, langsung ikut PKK sambil bernyanyi, “hidup gotong royong sehat sandang dan pangan…”
Ehm, begitulah, 5 perjalanan serba pertama saya yang penuh kecupuan dan kebingungan. Maaf kalau nggak lucu, kan cuma berniat ngelucu. 😀 😀