Barusan baca twit seorang teman–yang kebetulan baru kerja beberapa bulan.
“Lagi-lagi salah, lagi-lagi dimarahi…”
Paling seru memang mengamati proses seseorang dari kondisi fresh graduate dan kemudian masuk terjun nyelam nyebur di dunia kerja yang keras. Seru, karena ternyata tidak sedikit yang kurang ketahanannya. Itu dia, kenapa kemudian ada yang 1-2 minggu masuk kerja, sudah resign, kabur, atau jenis menghilang lainnya.
Kebetulan, bulan Mei ini adalah bulan yang penting untuk karier saya. 5 Mei 2009 adalah kali pertama saya berubah status dari pengangguran jadi pekerja. Dan 11 Mei 2011 adalah kali pertama saya pindah kantor. *walaupun masih 1 entity*
Baca twit di atas, saya mendadak ingat bulan-bulan awal bekerja. Itu mungkin masa-masa paling suram dalam kehidupan saya. Bekerja itu excited pada awalnya, lalu 1-2 minggu kemudian gundah, dan 1-3 bulan berikutnya adalah mulai pusing penuh penyesalan. Hahaha. Nggak berlaku umum kok, tenang saja.
1 bulan pertama bagi saya adalah full orientasi, via buku PPIC Pak Gasperz dan via peninjauan lapangan. Dasar saya itu orangnya kalau nggak ngelakuin, nggak paham, maka 1 bulan pertama saya berujung buyar. Iya, beneran buyar.
Setiap Jumat, yang ada saya ini PASTI dimarahi sama bos, karena hari itu adalah hari presentasi. Bahkan ketika presentasi di Produksi, saya digoblokin banget, dan down sekali habis itu. Ya sudah, untuk ada gaji pertama yang jadi mood booster.
Lalu di bulan Juni, di bulan kedua, saya sudah mendapat bahaya luar biasa ketika Production Planner existing cuti 2 minggu. Dan… saya si unyu-unyu labil inilah yang harus menggantikannya membuat jadwal produksi untuk perusahaan farmasi terkemuka di Indonesia. Iya, saya, yang bahkan belum paham isi spreadsheet dengan berat 3 MB itu. Hasilnya? Saya sampai Rabu malam masih berkutat di kantor, biasanya Rabu sore planning itu sudah keluar. Hehehe. Dan selanjutnya, ada kasus ketika saya menciptakan inefisiensi saat menurunkan 2 WO yang isinya sama, tapi yang 1 nyusul, dan yang 1 kadung dikerjakan. Yeah! Bubar! Huft!
Masih di bulan yang sama, saya harus konversi MPS menjadi MRP. Di sela-sela proses yang sangat manual, saya sampai masuk hari Sabtu, seorang diri di office yang pas di posisi saya duduk itu dikenal horor. Untung nggak diganggu apapun/siapapun. Dan.. sudahpun begitu, saya masih lanjut bawa laptop kantor ke kos, untuk kemudian melanjutkan pekerjaan itu. Hasilnya? Ada produk toll di A, yang saya masukin ke B, ada produk toll di C, yang saya masukin ke F. Bubrah pokoknya. Dan.. saya masih menghela nafas sesudah itu.
Masuk kantor jam 06.30 dan pulang kantor jam 21.30 (itupun kalau saja angkot masih ada yang lebih malam, pasti saya pulang lebih malam). Dan lembur itu berakhir duka dengan kesalahan-kesalahan yang berulang. Dimarahin sih nggak, karena orang kantor paham saya masih unyu. Tapi dari nada, apalagi Mbak Tata yang ngomong biasa aja udah kayak marah-marah (piss mbak.. hehe..), berasa berdosa sih bikin kerja salah melulu.
Sungguhpun saya kadang heran kok masih bisa tahan ketika itu. Sudahlah saya nggak punya teman banyak, kerjaan salah melulu, dimarahin sana-sini (utamanya orang produksi), jauh dari rumah, dan lainnya ngumpul jadi satu. Tapi pada akhirnya saya sadar itu yang membuat kuat 🙂
Saya lalu mulai ‘bangkit’ dengan belajar dari setiap kesalahan, dan kebetulan lagi ada implementasi sistem enabler baru. Saya seriusin di situ, baru kemudian mulai berasa angkat nama.
Sempat agak tersinggung ketika Mbak Tata menawarkan saya jadi penggantinya untuk PIC sistem baru itu, tapi bos malah menunjuk nama seseorang yang baru akan masuk 1 bulan lagi. Agak tersinggung yang membawa nikmat karena akhirnya saya menjadi lebih terpacu untuk belajar sistem baru itu, dan hingga 2 tahun kemudian, saya bahkan bolak-balik kantor pusat buat ketemu konsultan pengembangan sistem itu.
Ini belum termasuk kengawuran saya membuat rolling forecast untuk aliansi ya. Nggak terhitung banyaknya kengawuran saya mengisi form milik aliansi-alinasi ternama di dunia itu, yang untungnya kefilter sama bos.
Puncak dari segala salah itu adalah di rolling forecast saya salah input data, dan kemudian berlanjut ke Marketing Head, dan saya dapat email yang paling saya ingat sepanjang masa.
sangat mengenaskan
Email singkat, padat, dan membunuh.. Hahahaha.. *sekarang aja ketawa, dulu mah nangis*
Sejak itulah, untuk setiap data yang diminta, pasti saya mikir berkali-kali sebelum diserahkan. Sejak itulah, untuk setiap tugas yang diberikan, saya akan review terus menerus sampai deadline-nya tiba. Cuma gegara nggak ingin dapat email “sangat mengenaskan” lagi. Hehehe.
Begitulah. Sampai sekarangpun saya ya masih suka salah. Cuma memang kadarnya lain. Sekarang saya kerjanya nyalah-nyalahin orang *loh*. Jika kemudian saya pindah company atau pindah entity, mungkin akan beda lagi kali ya. Ya memang pasti tidak secupu 4 tahun silam, karena siklus manufaktur sudah nempel di otak saya.
Salah itu pasti terjadi, sesempurna apapun kita berusaha. Tinggal bagaimana kita memastikan salah itu tidak terjadi lagi. Itulah peningkatan kinerja yang kita dapat rasakan. Sederhana, tapi manis. 😀