Sahabat sejatiku
Hilangkah dari ingatanmu
Di hari kita saling berbagi
Tiba-tiba lagu “Sahabat Sejati” terngiang di telingaku, semata-mata karena mataku menangkap rangkaian huruf “Diutus Untuk Berbagi” di mobil yang masuk parkir persis di depanku.
Semesta memang pintar mengatur situasi. Bahkan setiap kejadian di semesta itu penuh dengan sebab dan akibat, logika dan keniscayaan. Kini terjadi, lagu itu terlintas keluar dari arsip otak karena hal sepele tapi pada momen yang tepat.
Kulihat BB-ku, sudah berulang kali kulihat pesan yang sama di Whatsapp ini dalam satu jam terakhir.
UGD, dekat pintu tembus ke Elisabeth
Kuletakkan kembali BB-ku di dashboard mobil sambil menanti mobil di depan bergerak.
Dengan kotak sejuta mimpi
Aku datang menghampirimu
Kuperlihatkan semua hartaku
Rumah sakit ini mungkin paling laku, hingga mencari tempat parkir mobil saja susahnya setengah mati. Mobil di depan beringsut perlahan. Aku menguntit dengan sabar.
Rumah sakit ini juga menyajikan setting yang kurang asyik. Begitu masuk ke area dalam, ada rumah duka di sisi kanan. Emosi langsung diaduk-aduk. Beberapa puluh meter kemudian, tampak makam para suster pada sisi yang sama dengan rumah duka. Ah, jadi ingat berita kecelakaan mobil bertahun silam yang menewaskan beberapa orang suster. Mereka beristirahat abadi di tempat ini.
Sampai titik ini aku belum mendapat tempat parkir. Itu berarti sebentar lagi aku akan melewati UGD. Aku pernah ada di tempat itu, jadi tahu tempat dan rasanya.
Sudah dimana?
Lewat UGD, nyari parkir 😦
Kita slalu berpendapat kita ini yang terhebat
Kesombongan di masa muda yang indah
Aku raja kaupun raja, aku hitam kaupun hitam
Arti teman teman lebih dari sekadar materi
Lagu yang sama masih terngiang di telingaku ketika aku menemukan celah di dekat poli anak. Langsung kuparkir mobilku disana dan bergegas turun berlari ke UGD.
Sayup-sayup terlintas berbagai peristiwa yang terpisah satu sama lain, namun terkoneksi oleh tokoh. Yah, aku dan Adit.
Terbayang ketika aku diantar ke tempat ini, terhuyung lemas di depan pintu UGD dan bertumpu pada punggung Adit. Teringat ketika belum lama ini aku dan Adit ngobrol panjang di kafe dekat Kambang Iwak. Terlintas pula segala obrolan panjang lebar soal masa depan, mimpi-mimpi masing-masing, dan banyak hal lainnya.
Pegang pundakku jangan pernah lepaskan
Bila ku mulai lelah, lelah dan tak bersinar
Remas sayapku jangan pernah lepaskan
Bila ku ingin terbang, terbang meninggalkanmu
Aku memasuki pintu UGD. Sebagai mantan pasien, dan pernah berkali-kali kesini, aku tahu benar celahnya. Pintu itu memang selalu tertutup, tapi bisa dibuka oleh siapapun tanpa kecuali. Siapa pula yang hendak menutup pintu yang menjadi tumpuan masa depan orang banyak itu? Siapa yang hendak menghilangkan harapan orang lain akan kesembuhan di tempat itu?
Aku slalu membanggakanmu, kaupun slalu menyangjungku
Aku dan kamu darah abadi
Demi bermain bersama, kita duakan sgalanya
Merdeka kita-kita merdeka
Lagu yang sama mengiringi langkahku mencari bed tempat Adit berada. Terlintas sedikit saat-saat bahagia aku dan sahabatku itu. Memori ini muncul di saat yang tidak pas!
May melambai, aku berlari menghampiri. Dan kulihat tubuh Adit di tempat itu. Sungguhpun aku tidak sanggup berkata-kata.
Tak pernah kita pikirkan ujung perjalanan ini
Tak usah kita pikirkan akhir perjalanan ini
*terinspirasi oleh lagu Sahabat Sejati (Sheila on 7)