Mengenang Mantan di Pantai Oetune

pantai_oetune_6

“Pokoknya, apik, Mas. Nggak rugi.”

Demikian salah satu rayuan gombal yang saya terima dalam kaitannya dengan pantai-pantai di sisi selatan Pulau Timor. Pria-pria zaman now memang suka terjebak urusan menggombali dan digombali. Akan tetapi, saya tentu tidak meragukannya, karena Indonesia adalah surganya pantai. Terlebih ini laut selatan, yang memang dikenal ganas. Ganas indahnya tapi juga ganas ombaknya.

Apalagi, pembangunan di NTT sudah cukup lumayan. Bahkan jika dibandingkan dengan kali pertama saya menginjakkan kaki ke NTT, tepatnya di Kota Kupang. Maka, ketika ada kesempatan untuk melihat pantai di selatan Pulau Timor, tentu saya tidak akan mengabaikannya.

Ada beberapa pantai cakep di selatan Pulau Timor. Akan tetapi, saya hanya sempat menginjakkan kaki di dua pantai saja. Dua pantai yang karakteristiknya benar-benar berbeda: Oetune dan Kolbano.

Pantai pertama yang saya kunjungi adalah Pantai Ouetune. Pantai ini terletak di Oebelo, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Pantai Oetune menawarkan kombinasi hamparan pasir putih yang lembut, gelombang ombak yang pecahnya agak berbeda–mungkin karena pantai selatan–, Pohon Lontar yang berdiri dalam rentang 6 hingga 8 meter, plus padang pasir yang cukup luas untuk sekadar ambil foto Instagram. Dalam sudut pandang foto tertentu, apalagi kalau bisa menghadirkan unta kita sudah bisa berpose seolah berada di Timur Tengah. Semuanya dilindungi oleh langit yang birunya menenangkan.

pantai_oetune_2

Tidak perlu khawatir akan hujan karena NTT sendiri adalah provinsi dengan curah hujan yang rendah. Tapi khawatirlah bisa pipis dengan higienis atau tidak di pantai ini. Ah, nanti di bawah saya kisahkan.

Pantai Oetune berjarak kurang lebih 127 kilometer dari Kota Kupang–patokannya Kantor Gubernur yang kayak sasando itu. Butuh waktu tempuh sekitar 2,5 hingga 3 jam lamanya untuk mencapai tempat ini, tentu dengan kendaraan pribadi. Taksi online? Tidak ada. Jalur yang dilalui adalah lintas selatan yang diresmikan oleh Presiden Soeharto pada awal 1990-an. Jangan khawatir, jalannya super mulus, ya setidaknya pas saya lewat kemarin itu. Kondisi jalan penuh variasi. Ada jalanan berkelok-kelok, ada naik turun bukit dan lembah, ada juga yang lempeng kayak balasan chat mantan. Nah, di jalan lempeng inilah mobil yang saya tumpangi mengalami sedikit tragedi ketika ban serep lepas. Walhasil, saya kudu menikmati duduk di bangku belakang bersama wadah ban serep selama kurang lebih 1 jam.

Di sepanjang jalan, kita akan menghadapi hamparan perbukitan dan rumah-rumah penduduk khas Timor. Iya, cuma 2 itu. Jangan berharap akan ada Alfamart, Indomaret, apalagi Ikea. Makanya, sebelum meninggalkan Kupang, teman-teman langsung borong aneka makanan dan minuman. Dengan jelas mereka berkata, “di jalan nggak ada yang jual.”

Kurang lebih pasca 2,5 jam berkendara, kita akan menemukan persimpangan yang kalau lurus akan menuju Pantai Kolbano. Pantai Oetune ini kalau dari Kupang berada di sebelum kawasan Pantai Kolbano. Jadi memang sebaiknya dikunjungi sepaket.

Sayangnya, papan penunjuk di Pulau Timor pada umumnya kayak cewek cantik yang suka sama saya, sangat jarang. Termasuk juga penanda menuju Pantai Oetune ini. Pas saya ke Oetune, penunjuknya hanya tulisan spidol di papan ukuran 2 kali 2 meter.

Walau agak jauh dari Kupang, sebenarnya Pantai Oetune sudah lumayan. Setidaknya telah terdapat ada fasilitas penunjang bagi para pengunjung. Antara lain jajaran lopo-lopo (rumah khas warga Pulau Timor) kecil dengan 1 buah lopo induk di tengahnya. Kalau lagi sepi bisa kita pakai untuk santai. Ya mirip dengan di Tanjung Pesona, Bangka, sih. Atau kalau mau alay sedikit, Pantai Oetune sudah serupa Pantai Padang, Pantai Panjang, Pantai Losari, dan pantai-pantai lain yang ada ini:

pantai_oetune_1

Ah, entahlah gunanya apa benda kayak gitu. Mending juga pasir pantai yang sudah ada daripada tulisan begitu.

Ada juga toilet dan kamar bilas, tapi pas saya kesana posisinya tergembok, kayak hati gebetan terindah. Walhasil, pengunjung terpaksa pakai unit lawas yang supply airnya dikelola oleh Neymar Jr:

pantai_oetune_5

Begitu kaki menginjak pasir Oetune, maka sebaiknya segera menuju laut. Kenapa segera? Karena jauh, coy. Pantainya tidak sedekat Senggigi atau Pantai Taipa. Tapi itu berarti pengunjung punya arena luas untuk meneriakkan nama mantan tanpa perlu takut-takut lagi guna mengenang saat-saat bahagia bersamanya.

“Rangga, kamu jahaaaaattttt.”

Sesudah puas di air, bergegas ke arah kiri dari kedatangan. Di balik pohon lontar kita akan menemukan tumpukan pasir menyerupai gurun. Angin tampak begitu berperan dalam pembentukan gurun itu. Sederhana saja, ketika saya berdiri di tengah-tengahnya, tampak benar butir pasir berterbangan dibawa angin. Sesungguhnya, melihat halusnya tumpukan pasir ini, mau menginjaknya jadi berasa jahat.

pantai_oetune_3

Pantai Oetune adalah tempat yang tepat untuk menghabiskan waktu berlama-lama. Saran saya, kalau bisa datang dari pagi. Saya sendiri tiba nyaris pukul 5 sehingga awan sudah menggantung. Tetap indah, sih, tapi kan beda rasanya.

Apalagi di sekitar lokasi Pantai Oetune tidak ada tempat penginapan layaknya di Pantai Anyer yang berderet-deret bisa dan biasa buat paket meeting luar kota fullboard. Baiknya memang datang pagi, nikmati Pantai Oetune, lanjut Kolbano, sekalian beberapa pantai lain di sekitarnya. Baru lanjut ke Atambua atau ya pulang ke pangkuan bini muda.

Selanjutnya? Tentu saja Pantai Kolbano. Tapi yang sabar ya. Habis ini saya tulis. Ya, habis ini yang mungkin durasinya ratusan purnama. Tsah.

pantai_oetune_4

10 thoughts on “Mengenang Mantan di Pantai Oetune”

Tinggalkan komentar supaya blog ini tambah kece!

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.