Seperti biasa, begitu ada Presiden baru dan kabinet baru, yang pertama kali disasar adalah PNS. Entah mengapa selalu jadi demikian. Bahwasanya PNS yang main judi di kantor memang masih ada, bahwasanya PNS yang jomlo juga masih banyak, tapi tentu kita tidak bisa menutup mata pada PNS-PNS yang baik hati dan tidak sombong serta rela lembur tanpa dibayar. Bagi saya, menjadi PNS yang lurus dan tidak merepotkan negara itu sudah jauh lebih mulia daripada ngomyang melulu tentang negara di Twitter tapi kemudian diajak masuk ke dalam lingkup birokrasi nggak mau, dengan alasan nanti terkontaminasi. Ini lebih ke arah lucu bin ironis. Kita mengeluh bahwa para pelaku birokrasi alias PNS itu bobrok, tapi kemudian kita merelakan jalannya negara ini pada mereka yang sudah kita anggap bobrok itu. Aneh kan ya?
Satu hal yang pasti, PNS dimanapun berada adalah penggerak dan pekerja. Menteri secakap apapun, kalau PNS-nya loyo, kerja mereka nggak akan paripurna. Saya kemaren menghadiri sebuah seminar yang pembicaranya adalah PNS eselon I-nya Bu Susi. Dan pembicara itu memberikan apresiasi awal kepada Bu Susi, alih-alih resisten. Yang begini tentu saja bagus. Lalu kemudian ada pembicara lain–di seminar yang lain–yang bilang, “mana kita dapatnya menteri partai pula!”. Hal sejenis ini boleh jadi preseden buruk bahwa ada perbedaan perspektif yang menjadi bahaya laten. Latentofive. *nyanyik i will fly into your armmm….*
Nah, supaya agar lurus, mari kita sibak beberapa salah kaprah yang beredar di muka umum tentang PNS sejak kabinet baru ini dilantik.
Moratorium = Tidak Ada Rekrutmen Dalam 5 Tahun
Saya baca di Twitter banyak anak alay dan mahasiswa yang akan lulus kemudian galau karena mereka pikir nggak ada kesempatan rekrutmen selama pemerintahan Presiden Jokowi. Bahkan mengkaitkan dengan gagalnya Kahiyang lolos tes CPNS. Jadi karena anaknya nggak lolos, Presiden lalu melarang rekrutmen CPNS. Yang bener aja, cuy!
Baiklah, mari kita pakai logika umum saja. Kalau di kantor swasta, ada yang resign, maka pasti akan dilakukan rekrutmen untuk penggantinya. Hal yang sama juga berlaku di sektor PNS dalam model yang mungkin berbeda. Undang-Undang Aparatur Sipil Negara memang menambah usia pensiun. Kalau tidak salah dari 58 jadi 60. Nah, hal ini otomatis akan menambah jumlah PNS aktif. Tapi, toh yang namanya pensiun itu adalah efek dari usia dan waktu yang terus berjalan. Jadi sudah bisa dipastkan bahwa PASTI ADA PNS yang pensiun dalam 1 tahun. Belum lagi yang kemudian mutasi dengan aneka alasan, mulai dari faktor keluarga sampai memang mutasi karena promosi.
Lalu kalau disebutkan bahwa moratorium adalah tidak merekrut CPNS sama sekali dalam waktu 5 tahun, apakah itu berarti yang pensiun dibiarkan pensiun sementara sama sekali nggak ada yang menggantikannya? Bisa jadi pelayanan kepada publik yang dikeluhkan lambat, bakal jadi tambah lambat karena kekurangan orang. Logika yang masuk akal soal moratorium ini adalah 0% growth, jadi sekian yang pensiun, sekian yang masuk. Jadi, nggak usah galau ya dedek-dedek. #pukpuk
Rapat di Luar Kantor
Ini contoh salah kaprah paling menawan yang beredar di masyarakat. PNS masa kini sudah tidak bisa lagi rapat seenaknya di luar kantor. Oh, luar kantor di sini tentu saja tidak termasuk di mal, kalau itu bisa dibahas di poin terpisah. Kalau sampai PNS rapat di luar kantor, itu pasti sudah memenuhi ketentuan yang ada.
Kementerian Keuangan sudah mengeluarkan sebuah peraturan tentang anggaran, terbaru namanya SBM 2015, dan disitu disebutkan bahwa rapat di luar kantor hanya dilakukan ketika perlu penyelesaian pekerjaan yang perlu dilakukan secara intensif. Dan nggak sembarang rapat juga, karena kegiatan di luar kantor ini hanya boleh dilakukan sepanjang pelaksanaan rapat membutuhkan koordinasi dengan unit atau instansi lain, sekurang-kurangnya dihadiri oleh perwakilan dari eselon I lainnya, atau masyarakat. Dan nggak sembarang mengundang joki 3 in 1 sebagai wakil masyarakat. Harus jelas juga gunanya dia diundang itu apa.
Selain itu, masalah utamanya adalah gedung. Kantor-kantor pemerintah mungkin gede, tapi lihat KPK, kantor disana sudah sedemikian padatnya, terutama parkirannya penuh dengan mobil-mobil mewah sitaan. Kantor-kantor lainnya mungkin hanya punya 2-3 ruang rapat yang hadi rebutan 1 kantor. Dulu saya di kantor lama saja pernah nggak dapat ruangan, padahal ada dua ruang meeting dengan hanya 100-an karyawan. Lah kalau di kantor pemerintah–apalagi pusat–itu satu kantor bisa ribuan, ada puluhan unit yang kerja dan butuh ruang rapat. Bisa jadi, ketika sudah booking ruangan, pada hari H lantas ruang itu dipakai oleh agenda yang lebih besar semacam pelatikan pejabat. Nah, mau lari kemana dong? Mau nggak mau kan harus di luar kantor.
PNS Beredar di Pasar atau Mal atau Lainnya
Pernah ketemu PNS di pasar atau di mal? Jangan berprasangka buruk dulu. Kalau dia ibu-ibu lagi milih-milih daster, mungkin baru bisa dijatuhi prasangka buruk. Atau bapak-bapak lagi rokokan di karaokean, bolehlah dipersepsikan sesuai isi otak kamu. Tapi kalau ada PNS lagi menawar di toko seragam paskibra, atau di toko alat tulis, atau di toko komputer, boleh jadi mereka pergi ke pasar karena benar-benar kerja. Ya, boleh jadi mereka sedang membeli seragam paskibra untuk kebutuhan upacara. Boleh jadi mereka memang sedang melakukan pengadaan langsung ATK. Atau mereka sedang melakukan survei untuk menentukan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang akan digunakan dalam dokumen pengadaan barang, sebelum kemudian diupload di portal pengadaan.
Atau khusus PNS bagian pemeriksaan, mereka memang akan ada di pasar karena mereka harus melakukan sampling terhadap produk yang beredar di pasaran untuk lantas diperiksa di lab dan gunanya adalah untuk pengawasan. Jadi sekali lagi, PNS beredar di pasar, atau di tempat umum lainnya, jangan langsung diberi prasangka buruk.
Mungkin memang kita perlu lebih banyak membaca peraturan daripada keburu ngomel tanpa tahu masalahnya sama sekali. Kemaren seorang teman yang bekerja sebagai PNS dan sempat lama di swasta bilang, “dulu gue pas di swasta ngomel sih kalau lihat PNS lagi rapat di hotel, tapi begitu masuk sini ya memang butuh, gimana dong?”. Mari kurangi ngomel dan perbanyak kerja. Seperti kata Presiden: KERJA, KERJA, KERJA!
Pak, kalau kerja terus, gajiannya kapan?
Setujuuuuuu 😀
LikeLike
hahaha… ya mungkin gak gajian 😆
LikeLike
Aduh, kasihan…
LikeLike
moratorium memang dikecualikan untuk daerah-daerah tertentu dan wilayah yang masih membutuhkan, ya toh?
LikeLike
Kategori membutuhkan itu juga bisa sangat tergantung lobi, bro.. 😀
LikeLike
Betul sekali hahaha
LikeLike