Selamat jumpa kembali para pelaku LDR! Salam Nggerus! Kali ini sesudah bertapa sambil hidup sederhana di planet bernama Bekasi, saya kembali lagi untuk mewartakan beberapa usulan kepada Pemerintah. Tentu saja sekarang kan sedang marak surat edaran dan aneka kebijakan pemerintah dalam rangka reboisasi, eh, revolusi mental. Kiranya akan lebih baik jika para pelaku LDR juga dilibatkan dalam revolusi ini. Bagaimanapun para pelaku LDR alias para jomlo de facto itu adalah manusia-manusia ngenes tapi super (ingat, bukan super ngenes ya!) yang lebih sering membelai guling daripada pasangannya sendiri.
Nah, setidaknya ada lima kebijakan pemerintah yang perlu diterapkan dalam rangka mendukung kelestarian para pelaku LDR. Oh, plis dicatat sebelunya bahwa hubungan DEPOK MENTENG itu tidak termasuk LDR. Saya jadi ingat salah satu buku tempat tulisan saya pernah bernaung tentang LDR. Ceritanya oke, menarik, menguras air mata dan air keran, hingga kemudian saya mendapati bahwa LDR itu terjadi antara dua tempat yang sama-sama masih JABOTABEK. Luar biasa. Luar biasa ngawur.
Oke, ini dia kebijakan yang diperlukan! Mari disimak! Siapa tahu nanti ketika proses reshuffle dan Pak Presiden punya ide untuk membuat Kementerian Pemberdayaan Jomlo Menahun dan LDR. Saya siap melamar menjadi Inspektur Jenderal kalau ada kementerian ini, siap juga dengan fit and proper test-nya. Tenang saja.
1. Area Khusus LDR
Sekarang naik TransJakarta dan naik KRL Commuter Line itu ada pembedaan karena keduanya punya area khusus wanita. Sesungguhnya pemisahan ini terbilang bagus bagi para pelaku LDR sirik karena kebijakannya yang jelas. Misal ada pasangan yang sedang dimabuk asmara naik TJ, lalu sang cewek mau duduk di area khusus wanita, sudah jelas si cowok harus berada setidaknya di dekat pintu. Aturan yang jelas sudah memisahkan dua orang yang sedang berkasih-kasihan. Masalahnya hal itu tidak berlaku kebalikan. Ketika ada pasangan yang berkasih-kasihan di TJ tapi di area bukan khusus wanita, ya mereka boleh peluk-pelukan dan ngobrol hore sambil curi-curi-cium, sementara pelaku LDR puas dengan wassapan sama pasangannya.
Ini sungguh tidak adil! Dan soal mesra-mesraan itu juga terjadi di KRL Commuter Line, kadang pasangan nan dimabuk asrama itu saling menyandarkan kepala, hati, dan masa depan satu sama lain di dalam gerbong kereta. Mereka sama sekali tidak peduli kaum LDR yang sirik, apalagi kaum jomlo menahun yang siap-siap nyemplung Waduk Pluit segera sesudah turun.
Nah, untuk memfasilitasi itu, saya mengusulkan adanya area khusus LDR, selain area khusus wanita. Jadi para LDR mania tidak harus iri hati terhadap kemesraan orang-orang yang ada di tempat umum, sementara mereka paling mentok kirim-kiriman emoji cium-ciuman pakai Line dan KakaoTalk. Demi mencegah cinlok antara sesama pelaku LDR, kiranya dapat dipisahkan area khusus LDR itu. Yang cowok sendiri, yang cewek sendiri. Kalau kemudian sesama cowok yang sama-sama sedang LDR itu lantas jatuh cinta satu sama lain, itu tiada lain adalah sepenuhnya cinta, bukan dampak kebijakan.
2. Edaran Himbauan Hidup Sederhana
Para pelaku LDR itu kadang-kadang lupa bahwa mereka sebenarnya punya pacar. Mereka kadang-kadang makan mekdi sendirian, borong banyak, lalu pindah ke Sevel untuk kemudian mabuk-mabukan pakai susu coklat berbumbu kerinduan pada kekasih. Nah, selain membuat edaran agar PNS hidup sederhana, kiranya para pelaku LDR ini juga perlu dihimbau untuk hidup sederhana agar mereka tetap menyediakan sejumput uang agar bisa beli paket data atau beli tiket guna menemui pasangan, atau keluarganya.
Kemudian sama dengan yang terjadi di sebuah Kementerian, agaknya para pelaku LDR perlu diberikan edaran untuk menggunakan penerbangan Low Cost Carrier, walau sebenarnya mereka ini sama fasihnya dengan traveler dalam rangka mencari tiket murah. Namun kan kadang-kadang jumawa dan mepet-mepet kalau beli tiket. Perlu ada edaran untuk mengingatkan para pelaku LDR untuk membeli tiket pesawat dua windu sebelum keberangkatan agar harga tiketnya murah dan menjadi sebuah kegiatan yang efisien.
3. Penyesuaian Jam Kerja Pelaku LDR
Pak Wakil Presiden mewacanakan jam kerja pekerja wanita dikurangi 2 jam untuk mengurus anak dan keluarga. Pertanyaan besar para pelaku LDR–sebagian adalah pegawai negeri dan pegawai BUMN yang LDR sama anaknya–adalah PAK, ANAK SAMA SUAMI SAYA DI LUAR KOTA, DI KOSAN SAYA PALING CUMA NGURUS CUCIAN. GIMANA TUH? Nah, saya punya solusinya.
Bagi pelaku LDR, baik yang masih unyu-unyu maupun yang sudah beranak tiga, agaknya perlu diberlakukan kebijakan Jumat pulang cepat dan Senin boleh masuk telat dengan kompensasi penambahan jam kerja. Jadi kalau tadi wacananya jam kerja pekerja wanita dikurangi, yang ini ditambah saja di tengah pekan, asal Jumat mereka boleh pulang duluan, dan Senin boleh masuk telat. Yang penting kan totalnya sama to?
Pelaku LDR ini mungkin memang butuh waktu untuk Skype-an, tapi itu bisa dikelola, daripada mereka magabut di kosan karena hanya ngurus cucian, mending dikasih kerja tambahan sama sekalian tapi dikompensasi dengan bolehnya mereka pulang cepat di kala hendak balik kandang.
4. Biaya LDR Masuk Dalam KHL
Tahu KHL? Ini tentu saja bukan Kenangan Hampa Lagi, tapi Kebutuhan Hidup Layak. Disinilah para pekerja merumuskan aneka kebutuhannya termasuk yang katanya mau nonton bioskop dan lain-lain itu. Kiranya ada satu hal yang terlupa. Para pelaku LDR rupanya butuh biaya lebih. Duit mereka biasanya hanya akan disumbangkan kepada provider telekomunikasi dan pengelola alat-alat transportasi. Semua duit itu dipotong dari gaji dan pendapatan mereka sendiri.
Kalau biaya LDR sudah dimasukkan dalam komponen agar hidup layak, maka para pelaku LDR kemungkinan akan lebih tegar dalam menjalani LDR-nya nan menggalaukan itu. Memang, tetap saja kasihan. Boleh jadi kalau LDR tidak masuk dalam KHL, maka para pelaku LDR akan blokir tol! Bukan apa-apa, kalau tol diblokir mereka yang LDR Jakarta Bandung kan bisa lebih cepat mudiknya. Lumayan.
5. Kartu Pejuang Jarak Jauh Indonesia
Nah, ini ada terobosan paling mantap sedunia kalau bisa diwujudkan. Selain Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar, perlu juga Kartu Pejuang Jarak Jauh Indonesia guna memfasilitasi pelaku LDR yang masih tumbuh dan galau di sekitar kita.
Kartu ini akan sangat berguna jika dilengkapi beberapa fasilitas yang memadai, seperti free pass masuk peron di stasiun sehingga para pelaku LDR bisa pacaran, peluk-pelukan, gandeng-gandengan sampai mentok, sampai kereta datang dan mereka benar-benar harus berpisah. Atau, dengan adanya kartu ini, para pejuang LDR diberi kesempatan menggunakan KOTAK CIUMAN yang ada di bandara. Yah, berhubung katanya kan negara kita itu moralnya tinggi sampai ciuman di depan umum itu ditabukan, padahal namanya orang cinta dan mau berpisah kan repot juga. Saya sendiri pernah melihat sepasang kekasih ciuman lama bener di bandara, tapi posisinya di dalam mobil. Mungkin sang lelaki akan pergi ke Bekasi sehingga sang cewek begitu berat melepas pujaan hatinya.
Dengan adanya KOTAK CIUMAN ini di bandara, maka pasangan LDR bisa melepaskan rindu untuk penghabisan sebelum kemudian 2 minggu, 2 bulan, atau 2 abad lagi bertemu dengan pasangannya di bandara yang sama. Ini memang mengacu pada kelakuan Rangga dan Cinta.
Begitulah kira-kira terobosan yang bisa dibuat untuk menunjang kehidupan pejuang LDR yang sungguh penuh balada dan kurang riang gembira. Sekali lagi, yang cuma pacaran DEPOK MENTENG jangan sok-sokan ngaku LDR karena disini ada yang LDR-nya Jakarta ke London. Oke sip?
2 thoughts on “5 Kebijakan Pemerintah yang Dibutuhkan Oleh Pelaku LDR”