Dear Mas Arie,
Iya, aku tahu ini belum seminggu dari surat terakhirku buat kamu, but I hope you don’t mind if I flood your blog with my letters, hihi…
So, Sunday! Hari dimana kamu biasanya akan berangkat pagi-pagi banget dari Kramat, naik KRL ke Bintaro, tiba di depan (mantan) kosanku sekitar jam 8, sarapan, ke gereja di Sanmare jam 9 pagi, pulangnya belanja di Lotte Mart, masak bareng (maksudnya aku masak bareng dukungan doa dari kamu gitu, because we know you had tons of reasons to not-helping me in the kitchen :p).
Hari Minggu terasa berbeda sejak dua minggu ini. For me, for you. Kamu akhirnya hijrah ke gereja Kramat setelah sekian lama nggak pernah kesana walaupun jadi penduduk sana, karena sudah nggak ada lagi mbak-mbak lucu di Bintaro yang bisa kamu apelin. As for me, aku juga hijrah ke Newman House, the Catholic Chaplaincy for the Universities and other Higher Education Institutions in the Diocese of Westminster (hore! Lengkap!).
Pengalaman misa pertama kali di tempat ini sungguh indah buatku, that’s why I want to share it with you. Jadi aku gabung ke Catholic Society-nya UCL, makanya aku bisa tahu bahwa mereka setiap minggu rutin ngadain misa. Gedungnya sendiri dekat banget dari Main Campus-nya UCL, tinggal sekali naik bus dari flatku.
Minggu lalu aku pertama datang kesana, ingin ikut misa pukul 10.30. Rasanya deg-degan banget! Haha, aku selalu punya sindrom deg-degan aneh emang kalau baru pertama kali datang ke suatu tempat yang baru buatku. Kapelnya sederhana, jangan bayangkan gereja-gereja tua di Eropa yang kental dengan nuansa gotik. Tapi satu hal yang membuatku terkesan adalah: semua tempat duduk penuh terisi. Dalam bayanganku, pergi ke gereja di negara-negara maju akan sama rasanya seperti mengunjungi museum: gedung besar yang sepi. Bukan apa-apa, saat tahun 2009 aku pergi ke Italia dan sempat merasakan misa disana, gereja guede buanget tapi yang datang palingan cuma 10 orang, itupun yang usianya sudah senja.
Umat yang datang misa memang kebanyakan mahasiswa, namun ada juga beberapa oma-opa yang bermukim dekat situ. Misanya dalam bahasa Inggris (ya iyalah), jadi selama misa aku sangat berkonsentrasi pada kertas Order of Mass yang dibagikan sebelum misa. Anehnya, misa dalam bahasa Inggris membuatku lebih berkonsentrasi. Pada bacaan-bacaannya, pada khotbah Romo-nya. Mungkin karena aku harus mencerna bahasanya, jadi aku benar-benar menaruh perhatian pada setiap kalimat dengan baik, dan akhirnya jadi lebih konsentrasi juga.
Sesudah misa, selalu ada coffee time gitu di aula depan kapelnya. Gratis teh anget atau kopi anget plus kue gitu buat semuanya. Asik kan. Setelah itu ada acara lunch di kantin kapelnya. Kalau yang ini bayar sih, hehe. Tapi affordable banget harganya, £5 sudah dapet main course porsi kenyang, dessert, dan buah. Minumnya gratis dan banyak pilihannya pula. Sambil lunch, bisa sambil socialize. Walaupun kebanyakan temen-temennya anak undergraduate, brondong semua. Haha. Yang bikin terharu, Romo-nya disitu, namanya Father Stephen, selalu nyamperin meja kita satu-satu, ajak kita ngobrol, duh pokoknya senang! Jumat ini aku udah daftar acara supper gitu sama beberapa mahasiswa lainnya, acaranya makan malam gitu sambil ngobrol-ngobrol.
Aku inget, kamu pernah bilang ke aku untuk tidak melupakan pelayanan di gereja. Sambil misa tadi aku mikir-mikir, iya yah, aku teh udah lamaaaaa banget nggak pernah melayani di gereja. Duh, jadi tergoda buat memulai pelayanan disini! Tapi… Nggak pede. Pengen jadi lektor, tapi selama ini yang jadi lektor British accent-nya kental banget, langsung minder. Kayanya aku kalau baca pasti patah-patah kaya goyang gergaji (apasih). Pengen jadi choir, tapi choirnya sini kayanya jebolan musical play-nya London semua, suarane uapik tenan. Hufft… Galau. Haha… Let’s see lah beberapa minggu ke depan, semoga dapat pencerahan hehe. Tapi aku memang pada dasarnya pengen aktif di society ini sih. Oh iya, setiap hari Rabu mereka juga punya sesi Catholics in Healthcare gitu. Isinya diskusi sesama mahasiswa Katolik yang belajar di bidang kesehatan. Really can’t wait for the first meeting!
Aku harap kamu juga bisa segera memulai pelayananmu di gereja yang baru yah, setelah mungkin selama tujuh bulan terakhir karir pelayananmu mandek karena ‘dipaksa’ pergi ke Bintaro terus setiap minggu, hehehe. Kita mungkin terpisah jarak sekian belas ribu kilometer, tapi kalau bisa sama-sama aktif melayani, rasanya kok indah banget ya. Lagipula, daripada setiap weekend kita galau-galau LDR, mending melakukan sesuatu yang berharga. Etapi jangan sampai lupa Skype juga sih, Hehehe.
Hoahm…. Sudah hampir tengah malam disini. Time to sleep, for me. Time to wake up, for you. See you in another chat/call session Mas 🙂
Lots of love,
Tiesa
* * *
Jakarta
Dear Tiesa,
Ya, mumpung kamu lagi woles, silakan banjiri blog ini dengan suratmu. Hahaha. Mahasiswa pasti nantinya bakalan sibuk, tapi jangan lupa cerita-cerita disini ya. Kalau nggak… *pasang muka mau ngamuk*
Sudah dua weekend aku nggak kemana-mana. Sengaja juga, sih. Dulu waktu jaman jomlo sempat sengaja nyari kesibukan pas weekend supaya nggak keliatan jomlo, tapi tetap aja butuh suatu saat di kala weekend ketika aku nggak ngapa-ngapain. Dan dua weekend ini juga begitu. Dua kali weekend ketika aku nggak pergi jauh-jauh. Nggak capek. Cuma menghabiskan diri di depan laptop. Oh, sekarang lagi nulis novel, nih. Sudah jadi sepertiga dalam waktu cuma sehari. Itu nongkrong dari tengah hari bolong sampai matahari terbenam. Aku kalau pas niatnya dapat, bisa serajin itu memang. Sayangnya rajinnya itu sungguh kadang-kadang.
Dipikir-pikir, mungkin memang LDR ini bisa membantu kreativitas. Setidaknya kamu ada waktu disana untuk belajar, aku ada waktu untuk berkarya. Si OOM ALFA juga dulu dikerjakan waktu weekend nggak ngapa-ngapain. Semoga calon novel yang ini bisa selesai dan nantinya berjodoh dengan penerbitan.
Iya, kok kamu tahu aku ke Gereja Kramat? Pasti tak kasih tahu ya? *oke, ini garing*. Aku menghitung dengan jarak 13 kilometer yang dulu adalah jarak reguler Kedasih ke Trinitas, bisa didapat sekian banyak gereja. Ada Kramat, Paskalis, Pulomas, Rawamangun, Menteng, Katedral, mungkin juga Matraman sama Benhil. Banyak banget, dan jadinya malah bingung mau kemana. Akhirnya memang ke Kramat, walaupun katanya kosku itu masuknya Paskalis. Nggak apa-apa, namanya juga nyoba.
Kayak yang aku bilang, sejauh aku gereja di Kramat, terbilang nggak penuh. Dibandingkan misa rebutan bangku bakso di Cikarang tentu beda banget. Terus, kalau ke Kramat itu aku berasa misa di Bukittinggi, soalnya lansianya banyak banget. Wajar kali ya, daerah Jakarta Pusat ini kan sudah nggak bertumbuh. Nggak banyak keluarga muda yang tinggal disini, beda sama di Cikarang, Cimahi, atau Bekasi yang memang bakal banyak pasangan muda dan anak-anak.
Dan sampai percobaan kedua ini aku belum nemu akses untuk bisa berkarya dan bergabung. Semoga di kesempatan berikutnya akses itu bisa didapat. Soalnya, keinginan melayani ini masih besar, dan rugi banget kalau nggak dimanfaatkan.
Kemaren pas pulang gereja, aku nemu warung makan B2, nyoba pesen nasi campur. Cuma kurang sip ternyata. Masih enakan pas makan sama kamu di Cibadak. Mungkin, enaknya karena sama kamu kali ya? Hehehe.
Sudah pagi. Saatnya bekerja dan berbakti kepada negara (uhukkk..). Have a nice sleep and have a nice day.
Love,
ArieSadhar