Bukan Potongan Staf

Disclaimer dulu! Tulisan ini tidak hendak merendahkan siapapun, selain penulisnya sendiri. Kalau saya bawa-bawa tingkat pendidikan, itu semata-mata untuk memperjelas konteks ya. Semoga tulisan bisa dibaca dengan pikiran positif. Positif hamil.

Seperti bisa dilihat di profil, saya adalah seorang pemilik gelar sarjana farmasi plus apoteker. Dua gelar akademik yang saya dapat dalam 4,5 tahun. Dengan gelar itu, andai saya menjadi PNS, maka saya langsung berada di golongan III/B. Ya, walaupun masih jauh dari 36B, tapi kan tingkatannya sudah lumayan itu.

Sayangnya, gelar-gelar itu sama sekali nggak bisa mempengaruhi muka. IYA! MUKA! Entah bagaimana caranya, tapi selalu saja ada orang yang memandang rendah pada saya. Dan tahu sendiri, impresi pertama orang, apalagi kalau bukan penampilan, dan terutama muka.

Nah, di postingan ini saya hendak memaparkan beberapa pengalaman saya perihal muka yang bukan potongan staf ini.

Orientasi

Di bulan pertama bekerja, saya harus menjalani kegiatan yang bernama orientasi. Ya, aneka pemaparan dari HRD utamanya soal visi misi perusahaan hingga pada mekanisme payroll dan tetek bengek lainnya. Dengan dua gelar yang saya punya tadi, tentu saja posisi saya begitu masuk adalah sebagai staf. Nah, ternyata orientasinya digabung seluruh karyawan baru, termasuk dalam hal ini seorang petugas gudang.

Berhubung saya ingin gaul, maka saya lalu diajak ngobrol (lho?) sama petugas gudang baru itu. Tentu saja dalam Bahasa Palembang.

“Lulusan SMA mano?”

“Jogja.”

“Nah, ngapo jauh nian?”

Lah saya bingung. Pada waktu itu, di Palembang belum banyak perguruan tinggi farmasi, dan saya kerja di pabrik obat, jadi wajar sekali kalau mencari apoteker ya harus lulusan kota lain.

“Kau lulusan mano?”

“SMK (menyebut nomor yang saya lupa berapa).”

Aha! Ternyata petugas gudang ini benar-benar baru masuk kerja sesudah lulus sekolah. Dan rupanya dia mengira bahwa saya adalah sesama lulusan SMK juga. Well, setelah saya lihat-lihat absen, ternyata di orientasi kali ini, yang jabatannya level staf memang hanya saya. Sisi positifnya, muka saya masih tampak seperti baru lulus sekolah menengah.

*brb ambil cat pylox*

Satpam Kurang Gaul

Beberapa bulan sesudah saya kerja, mulai deh aneka ria safari pekerjaan menjadi tanggung jawab saya. Semuanya bertambah dan bertambah terus sampai akhirnya 5 hari kerja, ditunjang pulang sampai jam 8, ternyata belum cukup untuk menyelesaikannya. Ya, namanya juga anak baru. Masih cupu.

Hal itu kemudian memaksa saya untuk masuk kerja di hari Sabtu, dan lantas bertemu dengan satpam yang rada kurang gaul, dan tidak tahu kalau saya staf. Iya juga, sih. Hari Sabtu begini, pakaian kerja kan pakaian santai. Apalagi saya di office, dan office itu kosong melompong di bukan hari kerja. Atasan kaos, bawahan sandal jepit, tengahnya? Daster.

Nah, begitu hendak pulang, dilakukanlah pengecekan-pengecekan oleh Pak Satpam. Itu loh, grepe-grepe pengaman. Kalau belum tahu, coba tongkrongin aja pabrik apapun pada jam-jam pulang kerja, maka kita akan melihat para satpam yang menggrepe sesama jenisnya. Satpam cowok, menggrepe karyawan cowok; satpam cewek, menggrepe karyawan cewek. Biasanya, sih, pabrik tidak menyediakan satpam lain untuk jenis kelamin di luar yang dua itu.

Pas habis dicek-cek dan tanda tangan bukti lembur, si satpam yang masih muda lalu dengan songongnya bertanya ke saya.

“Bagian apo?” Pertanyaan yang tidak diakhiri dengan sapaan ‘Pak’.

“DSP.”

“Oh. Bawahannyo Mbak Rika, yo?”

Glek! Setahu saya, di struktur DSP itu dari atas adalah Manajer, Section Head, Officer, dan terakhir Admin. Level staf terdiri dari Section Head dan Officer, saya sendiri jabatannya adalah Officer. Adapun Mbak Rika adalah admin DSP. Dan si satpam bernama Tri Asis ini menyebut saya sebagai bawahannya admin.

Oke sip!

Supir Forklift

Pindah kota sekarang! Kantor kedua saya bertempat di sebuah kawasan industri yang bertempat di sebuah kabupaten. Mungkin kabupaten yang nggak ada bupatinya. Soalnya, nih, waktu banjir-banjir kemaren, bupatinya sama sekali nggak kelihatan.

Kantor baru ini adalah pabrik baru, jadi saya berhadapan dengan segala fasilitas baru, termasuk sebuah forklift baru. Kalau belum tahu forklift itu seperti apa, boleh lihat gambar ini:

forklift

Kebetulan saya menjadi staf gudang di kantor baru, jadi harus berurusan dengan si mungil mahal. By the way, saya kadang heran dengan gadis-gadis yang melihat seorang lelaki dari mobil yang dibawanya. Hih! Harga mobil kayak Avanza Xenia berapa, sih? 100-200 juta palingan. Sementara forklift? Jangan salah, forkflift yang pernah saya pegang harganya nyaris setengah miliar. Jadi, kalau ada lelaki bawa forklift, dia lebih keren, karena dia membawa kendaraan yang harganya mahal. Gitu.

Sehabis tes demi tes, si supplier kemudian nanya ke manajer Teknik yang ada di lokasi.

“Pak, jadi siapa supirnya? Ini?” ujarnya sambil menunjuk ke seseorang-bertampang-bukan-staf yang adalah saya.

MAKASIH LOH, MAS! *garuk-garuk forklift*

ISS

Tahu ISS? Kalau sering ke kantor-kantor, mall, atau toko-toko dan melihat petugas berbaju kotak-kotak biru, celana biru dongker, nah, itu dia ISS. Mereka adalah spesialis di bidang service. Kantor-kantor menggunakan mereka di bidang kebersihan. Kasarannya, Office Boy alias OB. Tapi salut saya sama ISS ini, nggak peduli saya lagi di kantor atau lagi dolan ke Semarang, ketemunya ISS juga. Mereka ada dimana-mana, beda sama superhero yang adanya cuma di Amerika. Pernah suatu hari ketemu di sekitar Jalan Setiabudi, Semarang, dan hasrat untuk minta tolong dibikinin teh langsung menggelora.

*pukpuk OB*

OB ISS ini, sejauh pengalaman saya, terbilang baik-baik orangnya. Di kantor saya, semuanya menyapa dan disapa dengan baik. Itu mungkin yang bikin perusahaan ini bisa melebarkan sayap kemana-mana.

Suatu kali, dan itu belum lama, saya hendak masuk ke office. Dari arah belakang kantor, ada seseorang teriak-teriak.

“HOI!”

Seumur-umur di kantor sini, nggak pernah ada yang meneriaki saya begitu. Bahkan sesama staf sekalipun. Saya lalu menengok ke arah lain, siapa tahu orang itu meneriaki orang lain.

Eh, kosong. Hanya ada saya di jalur itu.

“HOI!”

Orang itu teriak lagi, sambil menunjuk-nunjuk ke arah workshop. Yang saya tahu, workshop itu adalah tempat kantor saya menyimpan galon air minum. Saya masih nggak habis pikir, ini orang manggil siapa sih.

“HOI!” Kali ketiga dia memanggil saya. Ya udah, saya datangi dengan rendah hati, sekaligus pengen nanya maksudnya apa dia teriak-teriak begitu.

Begitu saya mendekat, dengan songong saya memajukan dagu sedetik sebagai penanda hendak bertanya, “ada apa, sih?”

Mau tahu responnya?

“ISS ya?”

“BUKAAAANNNNN!!!!”

Yah, bahkan direktur saya sekalipun tidak pernah meneriaki seperti itu. Eh, sekali-kalinya dibegitukan, malah dikira orang ISS.

*hambur-hambur galon*

Ya, begitulah. Ini padahal saya sudah kerja dalam hitungan yang cukup lama. Tapi tetap saja tidak sedikitpun hawa staf mengubah muka saya. Tampaknya memang pada dasarnya bukan potongan staf. Mari kita terima kenyataan itu. Terkadang kenyataan hidup memang pahit. Dan terkadang kepahitan orang, bisa jadi senyum di bibir orang lain.

HAPPY HOLIDAY!

7 thoughts on “Bukan Potongan Staf”

  1. nasib-mu samo nian dengan suamiku, dak ado tampang “boss-nyo gudang”.. wkwkwkwkwkwkwkwk
    sampe pak satpam dexa pernah negor suamiku yg lagi nungguin aq keluar dr kantor, “awak ni siaponyo bu nova?” (dengan nada yg agak kurang sopan), pas dijawab “suaminya”, baru dee pak satpam itu senyum2 gajebo.. =P
    dinikmati saja mas alex.. huehehe

    Like

Tinggalkan komentar supaya blog ini tambah kece!

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.