Bus Cikarang Jogja

Tadi iseng-iseng ngetik keyword bus cikarang jogja, nggak nyangka ternyata blog saya dapat halaman 1 Google.. Hahahaha..

Nah, biar kumplit, dan nggak nyesel masih blog ini, saya share sedikit pengalaman saya tentang naik bus dari Cikarang ke Jogja.

Sejak bergabung jadi warga Cikarang, Mei 2011 silam, saya sudah beberapa kali naik bus. Dan menurut saya, jadwal bus dari dan ke Cikarang ini emang paling oke untuk orang yang hendak PJKA alias Pergi Jumat Kembali Ahad. Kenapa?

Rerata bus dari Jakarta itu berangkat jam 3-an, itu masih jam kerja. Estimasi sampai di tol Cikarang adalah jam 4-5 sore. Dan memang jam segitulah bus-bus jurusan Jogja dan sekitarnya mematok waktu keberangkatan. Jam segitu sudah cocok banget, sudah jam pulang kerja.

Ketika kembali, kalau lancar bus yang berangkat sore dari Jombor akan sampai di Cikarang jam 4-5 pagi. Masih ada waktu beberapa jam untuk tidur sebelum kemudian berangkat kerja. Asli, tidak perlu izin, apalagi cuti.

*salah satu nilai plus kerja di Cikarang*

Ada beberapa tempat untuk mencari bus dari Cikarang ini. Saya biasanya ambil di daerah sekitar pintu tol Cikarang Barat. Ada banyak agen di sini, berserakan lah pokoknya. Mau yang jenis apa aja ada.

Daripada nggak jelas, saya coba cerita yang pernah saya lalui saja ya.

Salah satu yang sering saya gunakan adalah Rosalia Indah. Untuk kelas Exe, kalau nggak salah sekitar jam setengah 5 berangkatnya. Cocok juga buat jam kerja saya. Lokasinya di daerah Tegalgede, dekat dengan tulisan ‘Welcome Kota Jababeka’. Masalah harga, ya, terjangkau lah.. Daripada pesawat. Hahaha..

Lalu saya juga sering pakai Kramat Djati. Ini juga yang jamnya asyik. Terjadwal adalah jam 5 sore berangkat. Jadi, saya bahkan masih bisa pulang molor dari kantor, atau malah bisa mampir ke Carrefour dulu juga. Posisinya di arah putar balik hendak keluar tol Cikarang Barat, di sisi kiri jalan (ya iyalah…), dekat jualan gorengan. Ini juga yang harganya paling oke (menurut saya). Terakhir naik Oktober 2012, saya masih dapat 115.000 sudah include tempat duduk yang ‘lumayan’ jembar, selimut, dan makan malam di Restoran Kramat Djati.

Saya juga pernah beberapa kali pakai Ramayana. Kalau ini saya ambil di loket yang berlokasi di SPBU dekat pintu tol Cikarang Barat. Harganya bersaing dengan Rosalia Indah kalau yang ini.

Di loket yang sama juga ada berbagai jenis bus lainnya. Saya juga pernah pakai Muncul. Ehm, ya dari sisi eksterior, bus yang saya naiki itu agak bikin dahi berkerut, tapi interior dan pelayanan, lumayan kok. Harga juga cukup oke.

Dan ada juga nama besar lain di seberang loket ini (dan jejeran dengan loket Kramat Djati), yakni Lorena. Ini kemarin semacam terpaksa naik karena kebanyakan sudah nggak jualan. Hehehe.. Tapi tentu saja, dengan harga 180 ribu, fasilitas oke punya. Cuma, ya memang menuju Jogja-nya macet, jadi sampai Jogja jam 12 siang (dari Cikarang jam 9 malam teng pas nyos).

Kalau mau yang banyak pilihan, begitu masuk daerah bawah jembatan layang, segera mlipir kiri, nanti dekat Alfamart akan ketemu sebuah tempat yang isinya agen bus semua. Menjelang long weekend pasti tempat ini ramai minta ampun.

Saran sih, kalau mau nyaman, carilah tiket setidaknya seminggu sebelum, jangan dadakan. Ya, meskipun kalau dadakan juga hampir pasti dapat, tapi terkadang jatuhnya kurang nyaman di perjalanan. Oh iya, selama ini saya belum pernah naik yang Ekonomi, karena menurut saya, pengalaman dulu (waktu kecil) naik Ekonomi sudah cukup untuk membuat saya memaksa diri untuk mencari duit lebih supaya bisa naik kelas minimal VIP. *edisi tobat naik ekonomi*

Oke, begitu dulu. 🙂

Advertisement

Aspal vs Beton: Mana yang Lebih Bagus?

Sejak kapan saya ngeh soal jalanan? Hmmm, sebenarnya sejak di Palembang, terutama waktu mau main ke kos Pandawa. Ada jalan aspal hancur dekat Akbid. Jadi kira-kira saya baru ngeh soal per-aspal-an itu di usia 22-an. *pekok*

Makin kesini, makin ngeh. Apalagi sejak lihat Cikarang yang punya dua jenis jalan, beton dan aspal. Beberapa bagian jalan di Cikarang ini memang pakai beton. Sekilas, lebih tahan terhadap mobil yang gede-nya gila-gilaan di sini. Tapi, untuk jalan naik motor–menurut saya–cengkramannya nggak cukup oke.

Terakhir, saya jatuh, ya di jalan beton sih.. *alibi*

Oke, mari sedikit membahas aspal versus beton lewat artikel yang saya ambil di SUMBER INI.

Beton dibuat dengan menggunakan agregat massa, bisa batu kerikil atau pasir yang dicampur dengan semen dan air. Semen ini berfungsi sebagai pengikat. Nah, campuran ini sebenarnya kaku dan padat, tapi rentan retak dan patah kalau permukaan bawahnya tidak mulus sempurna. Jadi balik ke struktur dasar.

Aspal-pun juga agregat, tapi dia berasal dari turunan minyak mentah. Jadi kalau pengaspalan ini–katanya–menggunakan aspal panas yang dituang ke agregat, lalu ditekan dengan mesin giling.. hehe.. Ya, itulah.. Hot Mix mungkin. Dalam hal ini aspal mampu diaplikasikan pada permukaan yang tidak mulus sempurna.

Aspal juga cenderung lebih mudah diperbaiki sehingga kalau ada renovasi tidak lama dan tidak mengganggu benar. Dulu pernah di depan Akbid itu dipasang beton, sekarang juga saya lihat di daerah Lippo, bahwa jalan beton itu harus dibongkar pada panjang kaki lebar tertentu, baru deh diisi dengan beton baru. Lah kalau aspal? Tinggal remukkan di bagian yang retan, timpa dengan yang baru, tekan dengan mesin giling (tsahhh…)

Cuma nih, aspal itu cenderung nggak tahan air. Makanya, ketika digenangi air macam sekarang, bolong-bolonglah itu jalanan. Apalagi kalau kontur tanahnya labil kayak di depan Akbid, jadi tiap kali diaspal mulus, tiap kali itu juga turun. Kalau beton kan nggak. Ini kalau strukturnya bagus loh. Kalau nggak, ya retak juga bakalan. Hehehe..

Jadi, yang mana?

Nggak peduli. Yang penting saya bayar pajak dan pengen jalan mulus.. Nggak kayak sekarang.. huhuhuhu…