Kemaren habis ikut acara ASEAN Blogger dan rada kaget waktu registrasi ulang. Kenapa kaget? Karena selain dapat kaos, saya juga dapat sebuah USB Flash Drive JetFlash 16 GB. Wew. Ini USB Flashdisk dengan kapasitas terbesar yang saya punya. Lumayan untuk back up foto-fotonya si EOS. Mungkin juga bisa sekalian back up foto-foto mantan gebetan.
Dan karena benda yang satu ini, saya jadi ingat USB Flashdisk pertama saya. Jujur saya lupa merk-nya apa, kalau tidak salah sih My Flash. Benda itu dua tahun yang lalu saya hibahkan ke si Dani, katanya untuk pelajaran TIK. Itu pelajaran apa sih? Tidak Ingin Kehilangan? Tetap Ingin Kembali?
Kenapa saya ingat? Karena untuk sebuah USB Flashdisk itu perjuangannya lumayan. Ah, masa lalu.
Jadi sekarang total jenderal saya punya lima USB Flashdisk. Jumlah yang sedikit pastinya. Mari sedikit dibahas kenangan-kenangannya.
USB Flashdisk 1
Dibeli semester 4, sekitar bulan Maret. Tahunnya? Ya, kira-kira Harmoko masih jadi menteri sih. Era itu adalah peralihan Floppy A ke penyimpanan data yang lebih besar. Waktu semeter 1-2, tukar menukar disket berikut virus yang ada di dalamnya adalah hal biasa. Koleksi disket saya warna warni seperti pelangi di langit yang biru. Aneka merk pula. Saya bahkan sempat beberapa kali minta kotak besar disket yang kosong di Workstation Perpustakaan supaya bisa menampung disket saya yang aneka warna itu.
Eh, dari semester 2 sudah mulai ada sih, cuma masih jarang yang pakai. Tapi perkembangan jaman bikin benda mungil itu muncul begitu cepat, hingga akhirnya saya merasa butuh benda itu.
Masalahnya, harganya mahal. Okelah saya bayar UKT Rp. 800.000 pada saat itu, atau total sama SKS sekitar Rp. 2.500.000,- tapi yang namanya benda mungil seharga Rp. 150.000,- tetaplah mahal karena itu nilainya sekitar separuh dari nilai kiriman saya sebulannya.
Mau minta?
Malu. Lagipula, saya bingung menjelaskan tentang USB Flashdisk ini pada bos di rumah. Sebuah benda kecil untuk menyimpan data? Atau sebuah benda gaib yang bisa dicolok kemana-mana? Atau apa?
Jadi, saya nggak berani minta.
Untungnya, waktu itu ada beasiswa. Dengan IP semester 3 yang di bawah 2.5, saya nekat mengajukan beasiswa dan–herannya–diterima. Setelah saya cek dan ricek, ternyata tidak cukup banyak mahasiswa yang cukup niat untuk mengajukan beasiswa yang syaratnya macam-macam itu. Nggak cukup banyak mahasiswa yang merelakan diri lari-lari minta surat ini itu lalu tanda tangan ini itu, kalau mereka tidak benar-benar butuh. Itu makanya IP jongkok kayak saya bisa dapat beasiswa.
Nilainya?
Nggak sedikit kok, Rp. 30.000,- sebulan. Jadi untuk 1 semester saya dapat Rp. 180.000,-
IYA. MEMANG SEGITU. NGGAK BOHONG.
IP jongkok bisa dapat beasiswa saja sudah sujud syukur kan?
Nah, sesudah pencairan beasiswa itu, saya nggak lari kemana-mana lagi. Uang yang dicairkan 1 semester itu langsung saya belikan sebuah USB Flashdisk warna silver dengan pantat setengah lingkaran dan tutup bening yang lepasan. Harganya? Rp. 150.000 untuk kapasitas 512 MB.
DAN SAYA KEMARIN DAPAT 16 GB GRATIS!!!
USB Flashdisk pertama saya inilah yang kemudian menyertai perjuangan saya di semester 4 dan 5. Semua data disana, tugas-tugas disana, berikut virus-virus menular seksual karena dia dicolok dimana-mana. Saya kan bisa saja mengetik di Workstation, bisa juga di rental, bisa juga di kos teman.
Maka selamat tinggal disket yang cuma mampu menyimpan (kalau nggak salah) 4 MB itu. Sekarang eranya lebih modern.
Kingston Hitam
Benda mungil ini mendadak menjadi andalan mahasiswa farmasi. Setiap tugas dan lainnya akan sangat tergantung pada benda yang satu ini. Dan saya akhirnya sampai pada kesimpulan butuh 1 lagi.
Kenapa?
Saya nggak punya komputer, jadi semua tugas saya simpan di 512 MB itu tadi. Dan ditambah bahan-bahan kuliah segala macam, angka 512 MB itu ya nggak cukup juga akhirnya. Mengingat dosen-dosen sudah mulai pakai Power Point/Presentation. Belum lagi kalau USB Flashdisk yang satu-satunya itu lagi disetor ke editor laporan, saya jadi nggak bisa mengetik tugas lainnya.
Dan lagi-lagi beasiswa yang saya gunakan 🙂
Waktu itu saya dapat SDSF yang menggratiskan UKT. SKS-nya masih bayar. Kebetulannya, UKT saya itu sudah dibayarkan, jadi modelnya adalah refund. Nah, refund ini yang kemudian saya sisihkan 100 ribu untuk membeli sebuah Kingston warna hitam. Modelnya yang tanpa tutup, jadi model geser. Salah satu alasan memilih tipe ini adalah karena tutup USB Flashdisk saya yang pertama itu pecah saking seringnya dibuka tutup. Hati juga bisa pecah saking seringnya dibuka tutup. Dan sesudah pecah, lama-lama hilang. Persis.
Harga USB Flashdisk ini kadang kampret. Dengan 100 ribu tadi, saya bisa dapat 1 GB. Huiks.
Transcend Putih
Hampir 2 tahun lamanya saya hidup dengan 2 USB Flashdisk ini. Kebetulan juga sudah punya komputer sendiri. Jadi mulai nggak ada masalah soal pindah memindah data ini. Sampai kemudian saya dapat duit lumpsum proyek Nias. Belum kerja, sudah dapat uang makan. Apa nggak gila itu?
Dan 1 hari sebelum berangkat ke Nias, saya pergi ke pameran komputer di JEC. Ada USB Flashdisk harga sekitar 100 ribu, dapat 4 GB. Dasarnya duit lagi banyak, dan sekaligus ingin memisahkan data kuliah dengan data-data proyek di Nias. Saya akhirnya beli.
Dua bulan sesudah beli, baru terasa gunanya beli Flashdisk 4 GB. Soalnya, saya kejatahan garap buku kenangan Apoteker XVI bareng 3 orang lainnya. Dan file-file Corel serta PDF-nya sungguh berbobot. Berat-berat.
Tiga Lainnya
Sejak saya beli tahun 2008 itu, nggak ada lagi cerita beli USB Flashdisk sampai kemudian saya tengok-tengok sebuah benda cantik di toko buku. USB Flashdisk HP 4 GB itu kemudian saya beli tanpa alasan yang jelas. Ini nih kalau sudah punya duit tapi nggak punya prinsip hidup. Satu lagi yang belum saya ceritakan adalah USB Flashdisk yang saya dapat pada saat seminar sebuah supplier alat-alat penimbangan. Belum saya cek berapa kapasitasnya. Yang terakhir tentu saja si 16 GB kemarin itu.
Menjadi kebanggaan kecil buat saya karena nggak pernah minta duit ke orang tua untuk membeli USB Flashdisk. 😀
4 thoughts on “Tentang USB Flashdisk”