Berhari Minggu di Blok B

Salah satu Dekenat yang paling menarik untuk disudahi dalam #KelilingKAJ karena cakupannya yang singkat dan sangat kota adalah Paroki Blok B. Kenapa? Tentu saja karena posisinya yang lumayan dekat dengan Blok M. Jangan lupa, di Blok M kita dapat menemukan tas, ikat pinggang, dompet, copet, hingga banyak bus kota baik yang mapan maupun yang zombie. Untuk mencapai Gereja Blok B ini, cukup turun dengan kendaraan apapun di Terminal Blok M dan lantas berjalan menembus proyek MRT. Nanti begitu ketemu perempatan belok kanan saja ke arah Taman Ayodya. Nah, lokasi Gereja dapat dilihat dengan mudah disitu. Jalan kaki nggak capek-capek amat kok, lebih lelah menjomblo. #eh

Sama halnya dengan Gereja Santa alias Blok Q, Paroki Blok B ini dibawah asuhan Jesuit. Ya, sebagian Gereja di Jakarta juga dulunya Jesuit, namun dilepas satu-satu ke Diosesan KAJ. Menyisakan beberapa saja yang masih dipegang sendiri sama SJ.

Dari sisi sejarah, sebelum tahun 1950, banyak pegawai gubernemen dan pegawai perusahaan yang ada ketika masa penjajahan Belanda yang tinggal di daerah Kebayoran Baru dengan rumah-rumah permanen. Termasuk juga diantaranya pegawai-pegawai negeri seperti Bapak B.S.Poedjosoekarto, Bapak J. Mardiwarsito, Bapak Soemarno, hingga Bapak Bikis Hadiatmodjo. Perkumpulan orang-orang seiman itu memulai misa kudus pertama tanggal 29 Oktober 1950 pada Hari Raya Kristus Raja dengan dipimpin oleh Pastor J. Awick SJ. Tempatnya? Rumah keluarga Bapak P. Hofland. Ini dia yang menjadi cikal bakal adanya Gereja Katolik di sekitar Kebayoran Baru. Tidak lama kemudian, tanggal 25 Januari 1951 sudah dimulai pencatatan buku baptis perdana. Yakni, (Bapak) Horbert, anak dari Walterus Bernardus van Ginneken. Johanna Antonia Maria Engelbregt. Yang membaptis juga Pastor Awick SJ. Adapun paroki Santo Yohanes Penginjil sendiri diresmikan satu tahun berikutnya, tepatnya 2 Maret 1952. Jadi Gereja Blok B ini tidak termasuk generasi gereja perdana, pun tidak masuk ramai-ramai di era Mgr. Leo namun termasuk jaman yang kalau saya sebut sebagai era antara.

Mengenai gedung Gereja ceritanya lain lagi. Tanggal 17 Agustus 1952, diselesaikan pembangunan gedung SD dan Aula di Jalan Barito sekaang dan pengelolaan sekolah tersebut diserahkan kepada Yayasan Strada. Aulanya sendiri difungsikan sebagai Gereja. Tempat inilah yang disebut sebagai Gereja Santo Yohanes Penginjil yang pertama. Setahun kemudian, dibangunlah suatu bangunan semi pernanen di sebelah pastoran. Ini disebut bangunan Gereja yang kedua. Lima tahun kemudian, SD tadi diserahkan kepada Suster CB dan menjadi SD Tarakanita I alias Tarki perdana di Jakarta. Maka, para pegawai di SD Tarakanita resmi menjadi PNS, Pegawai Nengggone Suster. Heuheu.

Tahun berikutnya lagi, Mgr. A. Djajasepoetra SJ yang adalah Vikaris Apostolik Jakarta memutuskan untuk membangun Gereja yang lebih gede lagi dan diserahkan tanggung jawab itu kepada Pastor A. van den Braak SJ. Dan salah satu anggota panita pembangunan Gereja adalah Bapak Bambang Widjanarko, ajudan Presiden Soekarno. Yang menunjuk tanah tempat pembangunan Gereja katanya juga Bung Karno sendiri. Bangunan tersebut diresmikan dan diberkati oleh Mgr. Djaja yang sudah menjadi Uskup Jakarta pada 19 Desember 1965, tidak lama sesudah G30S/PKI. Inilah bangunan yang tampak di ujung Jalan Melawai kini.

Nah, sebagai Gereja era antara, sudah jelas bahwa Paroki ini punya anak. Anak pertama adalah Paroki Santo Stefanus Cilandak, lahir tahun 1978. Tiga tahun kemudian lahir lagi Paroki Santo Matius di Bintaro. Kalau mau dirunut lagi, Paroki ini bahkan sudah punya cucu karena juga sudah ada Paroki Santa Maria Regina di Bintaro Jaya.

photogrid_1450623604442.jpg

Bangunan Gereja tidaklah cukup besar, bahkan altar tampak penuh ketika misa minggu pagi dengan bejubel petugas. Ketika saya misa, petugas datang dari sisi kanan altar, lantas maju ke depan altar dan memulai misa. Mimbar bacaan ada di sebelah kanan dan mungkin karena ketika saya #KelilingKAJ lektornya tinggi besar, jadi mimbar itu tampak tinggi besar pula. Adapun koor berada di sisi kiri altar. Ada satu bagian yang unik dari Gereja ini, yakni bagian pinggir-pinggir yang dibuatkan tempat duduk. Jadi bisa duduk bersandar ke tembok, tapi bakal nggak nyaman kalau ikut misa, lha wong menyamping.

Gereja ini juga memiliki balkon dengan luas area yang lumayan juga, karena hampir setengah dari panjang Gereja Blok B ini. Dan karena cukup luas, berada di bagian depan barisan balkon, rasanya juga begitu dekat dengan altar. Sejauh yang saya temui di #KelilingKAJ kok rasanya baru ini ada balkon yang sepanjang itu–dihitung dari altar. Hal itu kiranya mengantisipasi luas Gereja yang tidak besar-besar amat.

Untuk Bunda Maria dapat ditemui di belakang Gereja dalam posisi di bawah pohon. Mungkin bisa disebut sebagai Bunda Maria di Bawah Pohon. Kalau boleh dibilang, Bunda Maria di Blok B ini sama persis dengan yang dimiliki oleh Paroki Kristus Raja Pejompongan. Ini termasuk pula salah satu dari beberapa Bunda Maria yang terkena panas dan hujan, seperti halnya–kalau di #KelilingKAJ–di Kedoya.

photogrid_1450623692136.jpg

Misa di Paroki Blok B ini cukup banyak, disediakan pada hari Sabtu pukul 17.30 dan Minggu mulai dari pukul 06.00, 07.30, 09.00, 11.00, 17.00, sampai paling malam pukul 18.30. Romonya klenger kali ya di hari Minggu itu. Heuheu. Dan dengan jadwal yang segambreng itu saya masih percaya bahwa tidak ada alasan bagi umat KAJ untuk tidak ke Gereja di hari Minggu.

Yes, demikian cerita berhari minggu di Blok B. Nantikan kisah-kisah #KelilingKAJ berikut dan berikutnya lagi. Amin.

Advertisement

2 thoughts on “Berhari Minggu di Blok B”

Tinggalkan komentar supaya blog ini tambah kece!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.