Jadi ceritanya kemarin Sabtu itu lagi nongkrong di Truly 33 sama Coco, Elvan, dan RQ. Dapatlah saya whatsapp dari Mb Esti, diminta tugas Minggu sore. Berhubung jomblo jadwal kayaknya kosong, ya sudah, hayuk acc. Step berikutnya adalah berangkat ke rumah Yoyo di LeBai (baru tahu saya ini singkatan untuk Lembah Hijau.. -___-) untuk gathering lelaki 2004.
Eh di depan Carrefour, ada yang nelpon, Yoyo sih. Pas juga saya buka HP ada Mas Robert SMS minta tuker Minggu sore ke Sabtu sore, alias 2-3 jam lagi. Berhubung juga memang lagi di Lippo, ya sudah. Toh kumpul bocah-nya juga masih menanti kedatangan Boris, Blangkon, dan Cawaz.
Maka, jadilah saya tugas Sabtu sore. Sebagai lektor cupu, ini kali pertama saya tugas di hari Sabtu.
Dan kebeneran, dapat bacaan yang duluuuuuu (saking suwi ne) juga pernah saya baca. Dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma.
Nggak usah saya tulis semua, karena yang buat saya keren itu ada di ayat 3 sampai 5.
Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam KESENGSARAAN kita, karena kita tahu, bahwa KESENGSARAAN itu menimbulkan KETEKUNAN, dan KETEKUNAN menimbulkan TAHAN UJI, dan TAHAN UJI menimbulkan PENGHARAPAN. Dan PENGHARAPAN tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.
Dulu, yang jadi poin saja adalah “dan bukan hanya itu saja…”, makanya saya ingat banget kalimat ini sebagai penanda bacaan-bacaan yang pernah saya baca dulu.
Tapi dalam waktu review yang singkat, 30 menit sebelum tugas, saya malah mendapati ayat 3 sampai 5 itu sungguh menampar. Kok?
Lihat urutannya Kesengsaraan -> Ketekunan -> Tahan Uji -> Pengharapan.
Jadi, kalaulah kita sengsara, maka akan muncul ketekunan, dan kemudian yang muncul adalah tahan uji, dan kemudian berakhir pada pengharapan.
Kalaulah saya merasa saya sengsara, maka harusnya saya tekun kan? Dan harusnya saya tahan terhadap ujian-ujian yang diberikan kan? Dan akhirnya, saya akan bisa berpengharapan kan?
Nyatanya?
Tekun aja kagak. Gimana mau tahan uji?
Fiuh. Begitulah. Setiap kali tugas, dan setiap kali bacaan, selalu punya makna. Kalau nggak jadi lektor, mana ada cerita saya mikirin ayat kitab suci. Doa aja jarang. Hehehe.