Liburan Penuh Kejutan di Anyer

Sebagai negeri yang begitu memuja garis pantai–meski sebagian kecil diantaranya lantas ditimbun reklamasi–maka sudah layak dan sepantasnya kita keluyuran ke pantai-pantai ciamik di Indonesia. Salah satu tempat yang menyediakan kecantikan pantai tiada lain adalah Anyer. Selain lokasinya yang tidak jauh-jauh benar dari Jakarta, Anyer juga memiliki value kawasan wisata nan berbeda pasca Oddie Agam melalui Sheila Madjid memperkenalkan Anyer via lagu kondangan dan karaokean sepanjang zaman “Antara Anyer dan Jakarta”. Sebuah lagu yang sebenarnya bisa dijawab dengan Cilegon, Serang, Tangerang, dan Tangerang Selatan. Atau juga dapat dijawab dengan Tol Merak.

Bicara Anyer tentu juga tidak boleh lepas dari sosok kesohor, Herman Willem Daendels. Sosok yang menurut buku Ragam Pusaka Budaya Banten karangan Drs. H. Tri Hatmaji mendarat di Anyer pada tanggal 1 Januari 1808. Gubernur Jenderal Hindia Belanda periode 1808 hingga 1811 tersebut berhasil menciptakan karya monumental dan selalu dikenal dalam rupa Jalan Anyer-Panarukan alias Jalan Raya Pos. Jalan yang satu ini terbilang bergelimang rekor. Mulai dari durasi pembangunannya yang hanya (!) setahun hingga jaraknya yang setara Amsterdam ke Paris, seribu kilometer.

Daendels tiba pertama kali di Anyer seperti Calon PNS baru masuk: tampak cupu. Berangkat diam-diam sejak Maret 1807, via Paris, lantas ke Lisbon, kemudian ke Pulau Canary dan selanjutnya Pulau Jawa. Ya, di Anyer itu tadi. Cupunya adalah karena Om Londo Galak ini tiba di Anyer nyaris tanpa pengawalan. Dia sampai di Anyer sesudah kabur kiri-kanan. Perjalanan dari Belanda sampai Anyer itu dilakoni dalam durasi kurang lebih 10 bulan. Pada tahun 2017, 10 bulan itu adalah antrean gedung untuk resepsi. Durasi yang menyebabkan banyak pasangan keburu putus sebelum resepsi.

Anyer menawarkan tipe pantai yang berbeda, sebab posisinya ada di sisi barat pulau paling dominan se-Indonesia Raya, Jawa. Sensasi Anyer sebagai pantai jelas beda dengan Ancol yang pantai utara. Juga lain dengan Parangtritis yang pantai selatan.

Pesona Anyer sebagai tempat wisata sejak dahulu kala begitu mudah ditangkap dengan melihat hotel-hotel yang berdiri di sepanjang Anyer. Hampir semua grup hotel tenar Jakarta punya cabang di Anyer. Mulai dari Jayakarta sampai Marbella, Dari Acacia sampai Aston. Anyer juga menawarkan lokasi yang tidak jauh-jauh benar dari Jakarta. Masih bisa dicapai dengan 3-4 jam, jarak yang sepantaran dengan Bandung, dengan tawaran tipe wisata yang berbeda. Belum lagi jika kita menyebut Tanjung Lesung sebagai salah satu destinasi Bali baru Pak Presiden. Menuju Tanjung Lesung ya lewat Anyer. Mampir adalah kunci.

Walau begitu, sekadar liburan di pantai adalah basi. Apa sih bedanya main ombak di Ancol, Kuta, Miami, sama di Anyer? Sama-sama asin ini. Untuk itulah Anyer secara gilang gemilang menyediakan elemen paling kunci yang sangat dibutuhkan dalam berwisata: kejutan. Percayalah, liburan di Anyer akan penuh dengan kejutan.

Anyer menyediakan banyak pantai untuk digarap. Hotel-hotel punya pantai privat, sisanya pantai-pantai dengan nama destinasi masing-masing. Beberapa yang kesohor adalah Pantai Karang Bolong dan Pantai Pasir Putih. Kejutan-kejutan manis saat liburan saya rasakan ketika berkunjung ke Anyer, tepatnya di Pantai Pasir Putih.

Elemen kejutan disajikan di Pantai Pasir Putih, Anyer, mulai dari masuk ke arena pantai. Tiba bersama teman-teman menggunakan bis anune gedhe, kami langsung disodori kejutan yang sangat ganteng maksimal: tiket masuk 800.000 rupiah per bus.

Sungguh saya terkejut. Mampir ke pantai-pantai ciamik lain di Indonesia seperti Taipa (Palu), Ngobaran (Jogja), Caroline (Padang), Sorake (Nias Selatan), hingga Parai Tenggiri (Bangka), tiket masuk paling mahal yang pernah saya rasakan adalah 25 ribu per orang, itu sudah bonus WC gratis sama minuman dingin.

Saya juga cari-cari, jangan-jangan memang standar liburan di Anyer sebegitu tingginya. Hasil guk-ling ala umat kekinian mengantarkan saya pada berita viral mengenai wisatawan di Anyer yang kaget dengan harga parkir bus sebesar Rp700.000. Berita itu muncul bulan November 2016, ternyata pada Juli 2017 sudah naik cepek. Inflasi! Ini pasti salah Jokowi!

Okelah. Bus sudah kadung masuk, kurang ciamik jika atret gara-gara uang segitu. Tinggal patungan nulis di Mojok juga nutup. Biarkan bus parkir dan mari kita jalan-jalan, menikmati keindahan pantai yang pasti jadi tempat jalan-jalan Daendels zaman dahulu kala itu.

Eh, rupanya hidup tidak sesederhana bayar 800 ribu dan segalanya jadi mudah dan lancar. Begitu menginjakkan kaki di pasir pantai, para pengunjung segera disodori dengan tikar-tikar yang sudah teralokasi, bahkan sebagian ada pagar dari tali-temali bak tenda perkemahan sabtu minggu. Mau duduk? Bayar, dong.

Seolah kejutan kurang cukup, kita akan dihadapkan dengan tersedianya bakso tusuk, cimol, hingga es serut di pantai. Tersedianya panganan-panganan semacam itu otomatis sepaket dengan sampah yang bertebaran. Masih bonus para pedagang yang setiap menit menghampiri dan menawarkan ikan hingga pete.

Elemen kejutannya memang terasa. Bayangkan lagi asyik lihat laut, tiba-tiba di belakang muncul kejutan, “Pak, ikan, Pak” atau “Pak, pete, Pak”. Kejutan semacam ini muncul silih berganti dalam hitungan menit.

Selain kejutan-kejutan macam itu, tersedia kejutan kecil lainnya. Lagi ngobrol dan jalan kaki sepanjang pantai, akan ada 1-2 orang yang muncul secara mengejutkan dan menawarkan kita untuk naik perahu maupun banana boat. Jadi, nongol satu, kita lolos, tiba-tiba dari sisi lain nongol tawaran sejenis. Begitu terus sampai Jonru dukung Jokowi ujung.

Jengah dengan tikar yang dialokasi, pedagang yang muncul silih berganti, hingga tawaran banana boat yang tiada kunjung henti, saya dan teman-teman melihat area yang tampak tenang di kejauhan. Harapan! Ini seperti ada di gua gelap dan tampak cahaya di ujung jalan.

Nah, rupanya kejutan di pantai ini belum usai, terutama bagi rombongan kami yang memang masuk dari Pasir Putih. Sesungguhnya, tempat sepi di kejauhan itu tadi tampak menarik untuk jadi spot foto-foto, terutama jika rombongan membawa fotografer kelas wahid.

Tampaklah sebuah jembatan dari bambu untuk memerantarai sebuah aliran kecil menuju laut. Aliran yang dalamnya cuma setengah betis Kimberly Ryder, alias tanpa jembatan itu juga kita bisa menyeberang dengan bahagia. Sebagai warga negara yang berpikir bahwa negara ini baik hati dalam penyediaan infrastruktur tentu kami berpikir bahwa jembatan ini disediakan negara. Lagipula duit 800 ribu yang sudah dibayarkan tadi kan banyak, pastilah disisihkan sejumput untuk bikin jembatan.

Lepas menyeberang jembatan yang panjangnya hanya 4 meter itu ternyata ada kejutan paling mantap: menyeberang jembatan tersebut berarti memasuki pantai lain dan otomatis harus bayar. Ada beberapa pria tanggung yang berjaga dengan embel-embel “sekali bayar aja bisa bolak-balik, kok”.

Bagaimana tidak terkejut? Di Senggigi, Lombok, saya bisa berjalan kaki dari pantai di kawasan Hotel Aruna sampai ke kawasan Hotel Kila tanpa ada satu anemon laut pun yang minta bayaran karena saya telah melewati wilayahnya. Di Bali juga, saya bisa mlipir dari Kuta ke kiri dan ke kanan tanpa kudu setor apapun baik kepada lelaki-lelaki tanggung bodinya maupun tanggung mentalitasnya. Hanya di Anyerlah pindah pantai itu harus setor lagi, benar-benar sangat mengejutkan.

Jadi, yang tadi 800 ribu kiranya hanya sekadar tiket masuk untuk liburan lux. Segala hal di dalam pantai sudah lepas dari angka 800 ribu tadi, alias siapkan dompet untuk pengeluaran-pengeluaran tambahan yang tiada bisa diduga bilangannya.

Ah, cukup. Kejutan di Anyer ini sudah begitu bertubi-tubi. Sungguh meningkatkan kebahagiaan dalam hati bahwa pada akhirnya saya bisa berlibur dengan segala elemen kejutan yang menyejukkan hati dan dompet. Dalam hati saya berharap bahwa akan ada kesempatan ke Anyer lagi, dan kalau bisa saya dapat kejutan berikutnya bahwa menikmati pantai di Anyer bisa gratis.

Ngimpi ente!

4 thoughts on “Liburan Penuh Kejutan di Anyer”

  1. Saya sendiri lebih milih untuk menginap di hotel aston kalau dianyer. Memang cari makan kalau malam susah, apalagi kalau tidak selera dgn masakan hotel.

    Gak bakalan deh mau ke pantai anyer yg mohon maaf juga gak jauh beda dengan ancol, apalagi kalau bayarnya amit-amit mahal bgt.

    Like

Tinggalkan komentar supaya blog ini tambah kece!

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.