Jadi begini, tiba-tiba hari ini saya membaca berita dengan judul nan bombastis “Uang Makan PNS dan TNI/Polri Diusulkan Naik Jadi Rp45.000 per Hari”.
Terima kasih kepada Bapak Wartawan yang telah begitu cerdas menulis judul semacam ini, sehingga menelurkan komentar yang juga kece seperti ini:
Bahkan sampai bawa-bawa tax amnesty, sungguh keren!
Melalui postingan ini, perkenan saya menulis sesuatu untuk sedikit lebih memperjelas dan mengurangi dosa orang-orang yang komentar duluan tapi nggak tahu konteksnya dengan tepat. Kasian, kak, hidup sudah berat, dosa kok nambah.
Jadi, menurut Peraturan Menteri Keuangan perihal Satuan Biaya Masukan Tahun Anggaran 2016, ada 3 satuan biaya uang makan aparatur sipil negara yakni:
Satu hal yang tidak diketahui orang banyak–yang doyan banget komentar padahal nggak tahu itu–adalah bahwa ada faktor pajak yang dikenakan disana. Jadi PNS Golongan III akan kena pajak 5% dan Golongan IV kena pajak lebih besar lagi, 15%. Adapun Golongan I dan II bebas pajak. Jadi, kalau dihitung-hitung, Golongan III akan kena pajak 5% dari Rp32.000 sebesar Rp1.600. Golongan IV dapat potongan 15% dari Rp36.000 alias sebesar Rp5.400.
Maka, secara bersih kita akan mendapati bahwa uang makan PNS itu menjadi begini:
Rp30.000 (Golongan I dan II)
Rp30.400 (Golongan III, sesudah dipotong pajak)
Rp30.600 (Golongan IV, sesudah dipotong pajak)
Kalau sudah begini, apakah uang makan PNS jadi terlalu mahal? Sewaktu saya di pabrik, tunjangan makan yang dikonversi ke dalam catering itu nilainya sudah lebih dari Rp30.000.
Itu tiga tahun yang lalu.
Dalam berita itu dijelaskan bahwa kenaikan yang diusulkan adalah Rp5.000, sesuatu yang sebenarnya telah diusulkan beberapa waktu namun tidak disetujui karena beratnya anggaran negara. Nah, anggap saja semua naik Rp5.000, maka uang makan PNS itu jadinya:
Rp35.000 (Golongan I dan II)
Rp37.000 (Golongan III)
Rp41.000 (Golongan IV)
Ketentuan perpajakannya sendiri tidak berubah, sehingga Golongan III yang terdiri dari para S1, plus S2 baru masuk, itu tetap kena 5% dan Golongan IV dapat potongan 15% untuk pajak. Maka, 5% dari Rp37.000 adalah Rp1.850 dan 15% dari Rp41.000 adalah Rp6.150. Sehingga jika diperjelas lagi akan menjadi sebagai berikut:
Rp35.000 (Golongan I dan II)
Rp35.150 (Golongan III)
Rp34.850 (Golongan IV)
Ini seperti peraturan uang makan sebelum yang sekarang, kala pasca potongan pajak, Golongan IV justru jadi pemilik uang makan paling rendah. Nah, apakah yang pada berkomentar itu sudah melihat hal ini sebelumnya?
Terus ada lagi yang begitu cerdasnya mengalikan uang makan ini langsung dengan 30. Agak ketawa sih bacanya.
Ketawa pertama kali tentu karena yang dipakai adalah angka Rp45.000 yang sebenarnya tidak ada. Selain itu, angka segitu adalah paling mentok adalah milik Golongan IV yang notabene jumlahnya tidak banyak-banyak benar dari jumlah PNS yang ada di bumi Indonesia dibandingkan Golongan I dan II. Terus, angka itu juga belum dipotong pajak 15%.
Dan yang paling salah sehingga bikin saya tertawa dua kali adalah bahwa dikali 30. Heuheu. Padahal, uang makan itu dibayar terhadap kehadiran di kantor. Jadi kalau PNS dinas luar, ya dia tidak dapat uang makan. Dengan demikian pengalinya jelas sekali adalah HARI KERJA alias paling mentok adalah dikali 23, karena Sabtu dan Minggu kan tidak bisa dipakai untuk klaim uang makan.
Saya suka sedih bahwa kita begitu doyan berkomentar tanpa mengetahui substansi yang kita komentari. Semua atas asas benci semata-mata, seakan-akan kita adalah makhluk paling bersih sekaligus paling menderita di dunia ini.
Jadi, sahabat-sahabat saya yang baik hatinya–pumpung Om Mario sudah pangsiun jadi jargonnya saya pinjem–mari kita coba untuk selalu menelaah lebih dalam sebelum berkomentar. Kasihan hati kita dibiarkan dikuasai oleh kebencian yang tiada kunjung henti.
Asik… Neq wong indonesia kie cen senenge kan komentar sek om… Substansi urusan belakangan… haha..
LikeLike
Asik, dikunjungi blogger terkemuka ki aku. Haha. Yo, tapi komentar e mbok ojo sik marai loro dompetku. Haha.
LikeLike
Besaran uang makan per golongan itu kan seragam kan? Klo menurut saya, di Yogyakarta sini, uang makan Rp30.000 itu termasuk besar. Dan umumnya sehari saat bekerja hanya makan 1 kali toh saat siang?
Tapi ya itu kalau di Yogyakarta. Misal di Kalimantan atau di Papua, bisa jadi uang makan Rp30.000 itu pas-pasan.
Kalau mau dibuat lebih adil, sebetulnya ya dengan mempertimbangan tempat di mana PNS itu bertugas, dalam hal ini harga makanan pada umumnya. Tapi ya yang seperti itu cenderung lebih sulit toh?
LikeLike
Sebenarnya yang seperti itu ada, sih. Tapi satuan biaya lain. Agak ribet juga penyediaan datanya kalau mau dibuat begitu, mungkin. Tapi ngomong2, rekan-rekan di daerah kok ngeluhnya bahwa mereka nggak dapat uang makan ini (Pemda). Bingung juga sih.
LikeLike
Di era “gampang-komen-karena-internet-kenceng” ini, saya rasa akar masalah yang bikin “hati kita dibiarkan dikuasai oleh kebencian yang tiada kunjung henti” adalah kemalasan mencari tahu. Di medsos, 5 W 1 H sudah nggak punya andil lagi untuk nambah pengetahuan. Kalau saja para komenters punya daya untuk mencari tahu seluk beluk si “uang makan” itu, pasti tidak akan pada heboh sendiri.
Miris ya, keterbukaan malah membuat kita canggung menghadapi realitas. Segala masalah yang go public seolah harus terkait dengan diri kita.
Salam,
AA
LikeLike
Eh, salam sesama AA dulu. Hehe.
Itu poin saya, sekarang semuanya buru-buru di-counter, dikomentari, yang ironisnya adalah sebatas ngomyang tanpa data. Dan sepakat sama kalimat terakhir: segala yang go public seolah masalah kita juga. Suram sekali.
Makasi, Kak, sudah mampir.
LikeLiked by 1 person
jujur saya dapat blog ini karena penasaran dengan banyaknya reseller saya yang sukses menjual produk rengginang singkong sikribo, setelah saya googling malah nemu blog ini tapi infonya bermanfaat. terimakasih sudah berbagi…
silahkan kunjungi juga blog saya di http://www.sikribo.id cemilan bukan-bukan, bukan keripik bukan kerupuk tapi gurih dan renyahnya bukan main-main. info order, reseller, dropship dan agen silahkan hubungi saya di 082250295001 (tras – owner)
LikeLike