Setelah 3 kali mendarat di Bandara Sultan Hasanuddin namun tidak turun dari pesawat–karena memang pesawatnya transit dari Kendari dan dari/ke Jayapura–akhirnya saya mendapat kesempatan untuk benar-benar mendarat dan menginjakkan kaki di Sulawesi Selatan. Lumayan, sesudah kaki sisi Tenggara dan kepala, saya bisa juga berada di kaki sisi Selatan dari celebes. Wow!
Dalam waktu nan singkat, memang sulit untuk menikmati suatu kota. Begitu, sih, pengalaman saya. Namun bagaimanapun, namanya lagi perjalanan kiranya rugi jika tidak menikmati santapan khas suatu kota. Termasuk ketika saya berada di Makassar, tentunya ada niatan untuk menikmati setiap kunyahan khas Makassar, meskipun sesudah makan terus mikir kira-kira berapa nilai kolesterol dalam darah. Heu. So, ini dia output kunjungan singkat saya ke Makassar, 5 santapan saja, kakak.
Bakso Ati Raja
Sungguhpun bakso bukan makanan kesukaan saya, tapi nama Bakso Ati Raja tentu tidak bisa dikesampingkan untuk dicicipi ketika berada di Makassar. Porsi baksonya sih terbilang kecil, namun akan menjadi banyak begitu bakso gorengnya keluar, plus buka deh burasnya kalau memang masih kelaparan. Sungguh, rasanya juara. Apalagi waktu saya ke Bakso Ati Raja, langsung hujan deras sekali.
Menurut Makassar Guide, Bakso Ati Raja ini adalah kesialan berbuah manis. Alkisah adonan daging giling halus dan tepung kanji tanpa sengaja ketumpahan daun bawang untuk kuah bakso. Karena eman-eman, adonan itu digoreng dan jadilah bakso goreng khas Ati Raja.
Konro Karebosi
Konro adalah konro, dan konro sudah seakan menjadi panganan jamak di Indonesia. Di Kendari maupun di Jayapura, saya juga makan konro. Eh, jangankan itu, di Jakarta saya juga makan panganan yang sama. Lagi-lagi, mumpung di Makassar, tentu tiada afdol jika tidak mencicipi salah satu makanan idola ini. Ya, walaupun di Kelapa Gading juga ada.
Konro bakar yang adalah iga sapi yang dibakar ini kurang lebih tiga potong setiap porsinya. Tidak alot, layaknya iga bakar mahal yang saya beli di suatu restoran di Jakarta. Ditambah dengan kuahnya yang khas, maka segeralah saya lupa sama kolesterol. Sesudah makan baru ingat, ya namanya juga manusia.
Konro Karebosi sendiri terletak tentu saja di dekat lapangan Stamford Bridge Karebosi, dan kira-kira sudah dirintis sejak akhir tahun 1960-an oleh Haji Hanaping bersama sembilan anaknya. Dan sekarang menjelma menjadi tempat makan yang bikin konsumen harus plirak-plirik untuk mendapatkan tempat duduk.
Coto Gagak
Di Jakarta, santapan bernama Coto Makassar bukan hal sulit untuk didapatkan. Namun kalau memang sedang di Makassar, menyantap Coto yang direkomendasi tentu menjadi hal yang kudu dilakukan, bahkan saya sampai melewatkan sunset di Pantai Losari untuk menikmati makanan ini. Masih daging, dan masih saja kolesterol.
Tenang, kalau lihat gambarnya, itu masih belum pakai daun bawang sama bawang goreng makanya plain begitu. Dan meskipun namanya Gagak, tenang juga, kita nggak lagi makan daging gagak. Ini asli sebenar-benarnya sapi. Menurut teman kantor yang menemani, pemilik Coto Gagak ini tidak lulus SD tapi bisa sukses sebegitunya. Dan mungkin hal ini disayangkan sama pembenci Presiden, karena di lokasi Coto Gagak ini, ada foto si empunya Coto Gagak dengan Pak Jokowi. Jadi, mungkin, kalau Coto Gagak ini enak, itu karena salah Jokowi. #eh
Pisang Epe
Kurang lebihnya, pengolahan pisang epe ini sama persis dengan pisang kapik kalau di Padang. Hanya beda sedikit di kegepengan pisang. Ya, pisang epe ini adalah pisang raja yang dibakar lalu dipenyet sampai ketebalan tertentu kemudian ditambahi toping-toping aneka rasa.
Untuk menikmati pisang epe nggak perlu bingung. Mungkin dalam sekejap pandangan mata di Makassar, kita bisa menemukan penjual pisang epe. Apalagi di sekitar Pantai Losari, itu sederet jalan pedagang pisang epe semua. Menunya, ya sama semua.
Saya sendiri memesan pisang epe keju coklat. Begitu pertama datang, saya bingung karena pisangnya benar-benar ketutup coklat sama keju. Begitu disingkirkan baru ketemu bentuk dan tekstur pisang epe yang sebenarnya. Karena lebih tebal dari pisang kapik, maka lebih mantap jika makannya pakai sendok, sekalian mendulang toping-topingnya.
Cuma saya heran, bagaimanapun mungkin sekian banyak pedagang pisang epe berada di tempat yang sama dan menjual komoditi yang sama persis? Pakar marketing dengan teori diferensiasinya mungkin akan bingung. Hehe. Kalau boleh usul, adakanlah pisang epe premium, dengan toping toblerone dan sejenisnya.
Jalangkote
Begitu disuguhi panganan bernama jalangkote ini, saya langsung komen, “ini kan pastel?”. Bagaimanapun bentuknya ya pentuk kue pastel yang sering ada di kotak-kotak konsumsi rapat untuk menghabiskan anggaran di berbagai lembaga negara.
Namun setelah dilihat-lihat, jalangkote ini lebih besar dan setelah dicicipi, ternyata muatannya banyak juga. Ada wortel, kentang, toge, dan laksa, serta ada bumbu-bumbu sejenis bawang merah dan bawang putih dalam adonannya. Pas yang saya cicip juga ada telur rebus dan daging cincang. Memakannya pun memakai sambal cair yang adalah campuran dari cuka dan cabe, bukan pakai rawit maupun saos ala pastel Ma’cik yang kesohor itu.
Yes, saya yakin banyak santapan khas Makassar yang belum saya coba. Ada mie titi alias mie kering, tapi itu saya coba di hotel sebagai breakfast. Jadi, siapa tahu saya bisa dapat kesempatan ke Makassar lagi untuk waktu yang cukup guna menikmati kekayaan kuliner di bumi Makassar dan melupakan ihwal kolesterol.
Ciao!
Kenapa posting soal makanan enak jam segini? Biar apa? *cacing di perut bangun lagi*
Itu baso gorengnya dicocol ke sambel enak kali yak? Nampak garing di luar, empuk di dalem. Halah.. Sambil makan iga 😂
*ga sabar nunggu pedagang makanan buka besok pagi*
LikeLike
Contoh yang tidak tahan godaan. Heuheu.
Iya, mas, emang saya mix, lima cocol sambel, empat celup kuah.
*tetiba ingat medical check up*
*lanjut ngunyah*
LikeLike
Konro-nya terasa nyantol dilidah… :0
LikeLike
Beuh, itu segede itu rasanya kok tetap kurang. Heuheu.
LikeLike
yawlaaaa ngiler gara2 baksonyaaaa T_T
penasaran bgt sama baksi ati raja iniiii
LikeLike
Waduh, mbak.. Bakso gorengnya itu, lho…. Apalagi pas dicelup kuah… Gigitan pertama… *dst sampai mbak dita ngiler lanjutan* heuheu…
LikeLike
Baso gorengnya merekah sekali ya Tuhan… itu pasti rasanya……………
Ah udahlah jadi laper 😦
LikeLike
Laper nggak apa-apa. Yang penting jangan baper. Heuheu.
LikeLike
wah… lamak sado lai :p
belum pernah ke makassar euy
LikeLike
Ini juga kalau nggak karena SPPD, nggak ke Makassar. Hehe. Daging-dagingan juga, nggak jauh beda sama Sumatera. 😀
LikeLike
pedes gak ?
LikeLike
Nah itu dia, dari ya lima ini nggak ada yang defaultnya pedas. Hahaha.
LikeLike
wah sip sip …. harus cobain semua 😀
LikeLike
ane lebih suka makan konro karebosi nih. mantaf benerrrr
jangan lupa mampir hehehe
LikeLike
Lah itu tuh konro karebosi, ada fotonya, bikin lupa hasil medcheck. Heuheu.
LikeLike
hanya pernah makan conro sama coto doang … penasaran pengen nyobain pisang epe
LikeLike
Aduh kalo ke Makassar sederetan pisang epe semua tanpa diferesiasi. Haha.
LikeLike