Sesudah berhasil bergratisan ria di depan museum Trick Eye, Singapura, saya mencoba menemukan tempat agar saya bisa berfoto di tempat yang trick eye beneran dengan harga yang sesuai dengan kantong kering calon manten. Nah, sambil membajak mahasiswa-jomlo-nan-kerap-terjebak-friendzone yang belum masuk kuliah, saya akhirnya bisa berkunjung ke Museum De Mata, Yogyakarta. Sehingga, setidaknya saya bisa berpose macam begini:
Sebagai bonus, saya juga berkunjung ke museum ala-ala Madame Tussaud yang bernama De Arca. Lokasinya satu kompleks dengan De Mata, di dalam kompleks XT Square, Yogyakarta. Jadi saya bisa lihat bagaimana Dalai Lama melirik Bunda Teresa dan Mahatma Gandhi.
Dengan tempat yang menurut saya bahkan lebih lebar daripada Trick Eye Singapura, kedua museum unik di Yogyakarta ini adalah tempat yang menarik untuk dikunjungi. Namun, akan lebih afdol kiranya jika sebelum berkunjung, kita memperhatikan gambar ini:
Eh, maksud saya memperhatikan beberapa tips dari OOM ALFA berikut. Bukan apa-apa, ini hasil evaluasi saya sesudah kembali dari foto-foto-gila di De Arca dan De Mata. Semoga membantu, yha!
1. Datang Pada Hari dan Jam Kerja
Mengacu pada website kedua museum ini, harga tiketnya adalah 75 ribu untuk paket dua museum. Kalau satu museum, di De Arca 50 ribu, De Mata 40 ribu. Well, sebuah opsi menarik, kan, jika kita datang di jam kerja–atau sering disebut Happy Hour. Kemaren ketika saya ke De Mata, tiket masuknya 60 ribu BERDUA, dan ke De Arca 70 ribu BERDUA juga. Sebuah bilangan harga yang menarik untuk kesempatan berfoto di titik-titik yang cukup cantik dan menarik untuk di-socmed-kan.
Kapan lagi dengan harga 35 ribu bisa berfoto sama patungnya Pak Presiden yang anaknya jualan martabak itu?
2. Kasih Tiket dan Struknya
Tenang, kita nggak akan dicegat tiketnya sama Gandalf, cuma sama mas-mas atau mbak-mbak baju merah.
Ketika membeli tiket, kita akan diberi tiket dan struknya. Ketika hendak masuk ke dalam museumnya berikan dua-duanya ke petugas, karena untuk tiket mereka akan memotong–seperti kayak masuk ke tempat-tempat wisata lainnya. Namun pada saat yang sama ada pintu kayak KRL Commuter Line Jabodetabek dan TransJakarta yang untuk membukanya harus pakai barcode yang ada di struk belanja. Jangan langsung dibuang struknya, karena nanti kita malah nggak bisa masuk.
3. Pakai Sandal
Untuk efek trick eye, ada banyak spot foto di De Mata yang juga dilukis di lantai. Maka, museum mensyaratkan kita untuk melepas alas kaki ketika hendak mengambil foto. Salah satunya yang begini:
Ya boleh pakai alas kaki, kalau nggak tahu malu. Heuheu. Nah, bayangkan dong bagaimana keliling-keliling mengambil foto dari titik ke titik dengan sepatu bertali? Agak repot, mestinya. Jadi, menggunakan sandal akan sangat mempermudah kita dalam berfoto ria.
Nah, berbeda dengan De Mata, De Arca tidak mensyaratkan copot alas kaki. Kecuali kita hendak datang ke dua museum yang jejeran ini pada dua kesempatan berbeda, sebaiknya tetap pakailah sandal. Dampaknya paling di De Arca kebablasan nggak pakai sandal kayak begini:
Begitu. Hae.
4. Bawa Kamera Bagus
Ini yang saya sesalkan waktu saya ke De Arca dan De Mata. Sudahlah tidak bawa DSLR, si EOS, ponsel saya juga jenis rata-rata air comberan. Resolusi soak, karena memang ponsel itu saya pakai buat mbribik–sebenarnya. Jadilah saya pakai tablet yang sayangnya juga kesulitan untuk bekerja cepat. Dan hasilnya:
Dengan kemampuan yang dimiliki rata-rata SLR maupun ponsel beresolusi dan kinerja bagus, hasil gambar tentunya menjadi lebih bagus, lebih cepat
kawin, dan lebih memungkinkan kita untuk mendapatkan hasil foto lebih banyak.
5. Perhatikan Pedoman
Begitu masuk ke De Mata, pasti dikasih tahu sama petugas bahwa ada pedoman berfoto ria di spot yang ada. Itu ada di sudut tertentu masing-masing spot. Tersembunyi dari area foto, pokoknya. Jadi, kita nggak asal foto. Misal foto di efek nyemplung jurang, eh kita malah posisi boker. Foto mengintip rok, kita malah kayak jatuh ke jurang. Berikut ini adalah contoh gagal memperhatikan dan memahami pedoman:
Kalau ingin berkreasi, coba pikirkan dulu baru masuk ke spot. Kalau masuk ke spot baru mikir, kasihan yang ngantri, yha.
Oya, untuk bisa berkunjung ke dua museum nan tetanggan ini gampang sekali, terutama bagi anak lawas Yogyakarta yang suka baca 123 Fakta Unik Mahasiswa Jogja. Tinggal berjalan ke Selatan hingga deretan jalan Menteri Supeno. Saya sih sukanya lewat Jalan Katamso atau Jalan Taman Siswa. Tinggal belok kiri saja terus, nanti juga nampak XT Square, masuk saja dan kedua museum ini akan kita temukan.
Yes, demikian sedikit banyak tips yang dapat membantu kesuksesan kita memanfaatakan momen di De Arca dan De Mata. Plus, kalau bisa, kita sebagai pengunjung juga menjaga keutuhan benda-benda yang ada di museum itu. Waktu saya melihat Black Widow misalnya, itu kok kayaknya jempolnya sudah goyang. Di beberapa titik De Mata juga, cat yang ada tampak luntur sehingga jelas mengganggu hasil foto. Setidaknya, meski kita membayar, kita dapat menjadi pengunjung yang bertanggung jawab! Ciao!
Nampak seru, Mas!
Untuk ke sini bisa pake TransJogja kah? Berhenti di halte mana? Makasih 🙂
LikeLike
Ada halte XT Square kok mas, tapi lupa nih jalur 2A atau 2B. Kalo nggak ya naik Gojek, hehe..
LikeLiked by 1 person
Oia. Udah ada Gojek ya di sana. Mantap tuh 🙂
LikeLike
Yes, mas. Lmyn, lebih gede dan jauh lebi murah daripada trick eye plus tussaud. Hehe.
LikeLiked by 1 person
Kamu orang mana sih mas ._. wkwkw De Arca sama De Mata yang di XT Square itu kan deket rumahku 😀 eh, nggak deket-deket amat sih :p
LikeLike
Saya ada dimana-mana. Hahaha.
LikeLike
-_________________- baiklaaaaaaaaaah~
LikeLike
ada museum keren begini di jogja … seru buat foto2
kalau wiken psti rame bangetttt ya … bisa cape antri
LikeLike
Makanya, datang hari kerja mau guling-guling juga bisa, mas. Hehehe.
LikeLike