Kajian Good Governance Dalam Berpacaran

Sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan alias diklat, sesuatu yang kalau di pabrik dikenal sebagai training, nggak seru juga kalau tidak berbagi di blog nan berdebu ini. Sama halnya seperti ketika saya menulis tentang kajian manajemen risiko terhadap masyarakat LDR, maka kali ini dalam pelajaran diklat Manajemen Pemerintah Pusat saya menemukan adanya konsep Good Governance. Ternyata, jika dikaji lebih lanjut, Good Governance itu bisa diberikan konteks dalam hubungan saling mengasihi yang disebut sebagai pacaran. Maka, mari kita coba gali pendalaman nilai-nilai Good Governance dalam hubungan berkasih-kasihan itu.

1. Transparansi

Di dalam Good Governance, transparansi dimaknai sebagai adanya kebebasan dan kemudahan untuk memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Dalam konteks hubungan berpacaran, transparansi sangat diperlukan. Misalkan, cewek meminta informasi kepada cowoknya dengan bertanya “Sayang, lagi apa?”. Si cowok tentu saja harus memberikan kebebasan dan kemudahan bagi ceweknya untuk mendapatkan informasi, maka dia menjawab, “Lagi nganter Mama nyari batu akik”. Namun patut diingat, informasi yang diberikan harus akurat dan memadai, jangan sampai kemudian si cewek melakukan konfirmasi, “Loh, Sayang, Mama kamu kan sedang belanja cabe sama aku? Kamu nganter siapa? Ayo jawab! Jawab!”. Dalam keadaan ini, si cowok harus meninggalkan TTM-nya di kamar hotel melati dan segera minta maaf kepada ceweknya karena dia telah gagal memberikan informasi yang akurat dan memadai.

bohaeUntuk meningkatkan transparansi, cowok dan cewek dapat bertukar handphone, berikut akses WhatsApp-nya. Maka akan menjadi transparan bagi para cewek bahwa cowoknya ternyata suka menerima gambar mesum di grup WhatsApp khusus lelaki, dan cowok juga secara transparan akan tahu bahwa ceweknya selalu berbagi foto lipstik terbaru sehingga ceweknya lebih paham beda lipstik 50 ribu dengan lipstik 500 ribu alih-alih membedakan temu lawak dan kunyit di dapur.

2. Akuntabel

Kedua pihak yang terlibat dalam hubungan harus mampu memberikan pertanggungjawaban atas mandat yang diberikan untuk bisa disebut akuntabel dalam Good Governance. Hal ini misalnya berlaku pada pasangan yang dalam buku OOM ALFA saya sebut sebagai pengguna harta gono-gini. Jadi ketika si cowok meminjam mobil si cewek dengan maksud penggunaan mengantar Mama ke pasar, maka ketika dimintai pertanggungjawaban si cowok harus memberikan jawaban yang jelas. Ke pasar mana Mama diantar, berapa liter Pertalite yang dihabiskan, lewat mana saja, dan kenapa ada lipstik yang tertinggal di jok depan.

3. Adil

Menurut konsep Good Governance, adil adalah jaminan untuk mendapat kesempatan yang sama. Maka, ketika suatu hari si cowok ketahuan selingkuh dan tertangkap dalam acara Termehek-Mehek oleh ceweknya, adalah adil ketika si cowok dijamin akan memperoleh kesempatan meliput ceweknya yang selingkuh via acara Orang Ketiga, semata-mata karena Mario Lawalata lebih ganteng daripada Mandala. Konsep adil juga harus dipahami bahwa dalam kencan, mulai dari parkir hingga membeli bakso, semuanya harus diperhitungkan sehingga kedua belah pihak mendapat kesempatan yang sama. Misal si cowok mendapat kesempatan membayar pada saat makan somay dekat parkiran, si cewek harus mendapat kesempatan membayar pada saat makan di Mujigae. Adil, kan?

4. Wajar

Setiap pihak yang terlibat sejatinya mendapat jaminan pemenuhan kebutuhan dasar, begitu menurut Good Governance. Untuk itu, di dalam berpacaran, baik cowok maupun cewek harus mendapat jaminan bahwa kebutuhan dasar untuk diperhatikan, untuk dipeluk, untuk dicium dan mencium, maupun untuk dicubit. Nah, dalam hal ini karena standar pemenuhan kebutuhan untuk diperhatikan cowok dan cewek berbeda, maka kewajaran harus dipertimbangkan, dengan demikian adalah wajar bagi cowok untuk tidak peka bahwa ceweknya ternyata sedang butuh perhatian yang lebih selain ditanya, “Udah bobok belum?”. Begitu? *kabur*

5. Demokratis

Sama dengan istilah sejak era Machiavelli bahwa demokratis adalah jaminan bebas berpendapat. Maka, ketika cewek bertanya, “Aku gendut nggak?”, dalam Good Governance seharusnya cowok boleh menjawab, “Gendut”. Lalu ketika cewek bertanya, “Bajunya lucu, ya!”, cowok boleh menjawab, “Nggak”. Ya, seharusnya demikian. Tapi, memangnya ada cowok yang boleh menjawab begitu? Mungkin ada, di jaman Machiavelli.

6. Partisipatif

Secara Good Governance, setiap pihak mendapat jaminan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Termasuk misalnya keputusan hendak bermain futsal. Cowok akan bertanya, “Sayang, aku futsal dulu, ya?”. Sebagai bentuk perwujudan partisipatif, cewek akan bertanya, “Kamu nggak mau nemenin aku belanja?”. Dalam konsep Good Governance, hal itu cukup sebagai wujud partisipatif, tinggal jawab “Nggak”, maka si cowok akan tetap main futsal. Kenyataannya, si cowok akan menemani belanja dan menjadi bahan bully sebagai suami takut istri di grup WhatsApp futsal. Sama halnya dengan pemilihan baju. Cewek akan bertanya, “Bagus yang krem atau pink renda-renda?”, maka cowok akan menjawab sebagai bentuk partisipasi, “pink renda-renda”. Lalu apakah cewek akan beli yang itu? Tentu tidak, karena dari awal dia suka yang krem, makanya beli yang krem.

7. Peka dan Responsif

“Kamu memang nggak peka!” kata cewek sambil mbrebes mili. Sejatinya kalimat itu adalah upaya penegakan Good Governance di dalam hubungan berpacaran. Di dalam hubungan yang ber-Good Governance, cowok dituntut lebih peka kepada ceweknya, makanya ada kalimat klasik itu. Responsif juga berarti jika cewek minta dijemput, cowok juga harus segera tahu tanpa ditelepon bahwa ceweknya sudah kelar nyalon. Pada sisi lain, ketika cowok tidak mengangkat telepon karena sedang asyik main PS, cewek akan peka menangkap sesuatu yang nggak beres dan dengan konstan pun konsisten menelepon terus sampai diangkat untuk memastikan bahwa cowoknya responsif. Gitu, kali.

Nah, kiranya kita sudah menemukan bahwa ternyata dalam berpacaran, nilai-nilai dasar Good Governance sudah ditampilkan dengan sangat baik, seimbang, meski kadang-kadang sepihak. Hanya ada satu poin yang kurang dari Good Governance yang relevan dengan berpacaran. Satu poin itu adalah bahwa cewek selalu benar.

Salam reformasi birokrasi!

Advertisement

2 thoughts on “Kajian Good Governance Dalam Berpacaran”

Tinggalkan komentar supaya blog ini tambah kece!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.