Barusan dapat pesan singkat:
Berita duka: telah meninggal dunia dengan tenang Bapak Drs. Mulyono, Apt pada pukul 17.15 di RS Sardjito Yogyakarta
Sedih.
Saya bukan orang yang cukup dekat dengan beliau, saya hanyalah seorang mahasiswanya, dan beliau tentunya punya ribuan mahasiswa. Tapi saya mengagumi ilmu yang beliau miliki, mengagumi semangat beliau, dan sangat mengagumi jiwa mudanya.

Pak Mul adalah dosen pendamping untuk kelompok F angkatan 2004, kelompok dimana saya bernaung. Jadilah saya bertemu terus dengan Pak Mul setiap kali KRS. Sebenarnya sebatas itu saja keakraban saya dengan Pak Mul. Beliau mengampu di banyak mata kuliah yang sayangnya kebanyakan saya dapat C, hanya 1 kuliah saya dapat B, Farmakologi-Toksikologi Molekuler. Tapi sesungguhnya saya menikmati kuliah-kuliahnya, terutama Farmakokinetika Dasar. Kuliah ini oleh banyak mahasiswa dianggap mengerikan, sehingga toh saya bersyukur bisa dapat C 🙂
Pak Mul selalu berjiwa muda, itu yang sangat istimewa darinya. Beliau sangat sangat enerjik. Semangat mengajarnya mengalahkan mahasiswa-mahasiswa pemalas macam saya.
Suatu kali saya dapat kesempatan istimewa. Hari Rabu, 14 Februari 2007, saya semester 6 waktu itu. Hari itu bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke-70 pas. Beliau datang ke kampus dengan kemeja pink melambangkan Valentine hari itu. Dan beliau juga berbagi sedikit makanan. Dan ketika kami mengucapkan selamat ulang tahun kepada beliau, yang kemudian dilontarkan kepada kami mahasiswanya adalah soal rasa syukurnya bisa diberi umur lebih, maksudnya dari rata-rata usia harapan hidup.
Pak Mul ini begitu legendarisnya dengan keilmuan yang beliau punya. Saya kadang nggak habis pikir bagaimana seseorang bisa paham farmakologi, farmakoterapi, farmakokinetika, bioanalisis, toksikologi, ilmu-ilmu molekuler, uji klinis, bahkan sampai ke psikologi kesehatan. Dan dari cerita-ceritanya sepanjang kuliah, beliau juga sangat paham dengan ilmu-ilmu kimia, mulai dari analisis sampai medisinal. Pak Mul adalah dosen yang sangat komplet dari sisi keilmuan.
Gosip yang saya dengar, beliau sebenarnya S2 dan S3 di Belanda, namun gelarnya tidak dapat dipakai di Indonesia karena suatu hal. Bagi saya itu jadi nggak penting karena beliau membuktikan dirinya punya ilmu yang seabrek-abrek dalam bidangnya. Kalau sudah mendengar dia kuliah, siapa yang percaya bahwa namanya hanya ada Drs dan Apt? Semua juga yakin pasti lebih. Anda juga kan?
Mungkin saya memang sering terkantuk-kantuk waktu kuliahnya, terutama Bioanalisis karena dihelat siang-siang sesudah makan. Tapi soal cerita-cerita dan perspektifnya mengenai farmasi, banyak yang saya tangkap. Mungkin itu sebabnya saya dapat C, karena menangkap hal lain dalam kuliah alih-alih isi kuliahnya? Saya juga termasuk yang terkesima bahwa beliau juga sangat paham cerita-cerita film dan sinetron dengan detail dan lengkap.
Beliau mungkin lupa-lupa ingat sama saya meskipun saya adalah mahasiswa bimbingannya di kelompok F. Tapi seperti saya bilang tadi, siapa yang bakal ingat kalau sudah punya ribuan mahasiswa. Saya pernah dapat cerita bahwa Pak Mul adalah dosen seorang dosen yang kemudian mendoseni dosen yang lain. Ibarat kata mahasiswanya adalah anak, maka sudah ada 3 generasi. Pak Mul, mahasiswanya, dan mahasiswa dari mahasiswanya itu tadi. Apa nggak luar biasa itu namanya?
Dan satu hal lagi saya peroleh dari Pak Mul menjelang kelulusan saya. Waktu itu hendak meminta kesan-pesan yang akan dimasukkan di buku kenangan angkatan XVI. Kami memang meminta setiap dosen menulis langsung kata-kata yang diinginkan. Dan apa yang beliau tulis?
“If you can live forever, what do you live for?”
Beliau bercerita sedikit latar belakang dari pernyataan yang ditulis tadi. Dan tentunya sambil bertanya kepada kami yang meminta. Saya sendiri hanya terbengong-bengong, entah dua rekan saya yang lain. Ada benarnya juga, kalau kamu bisa hidup selamanya, lalu hidup kamu buat apa?
Dan Pak Mul sudah membuktikan diri bahwa hidupnya adalah untuk mendidik. Sampai selesai.
Teringat saat terakhir saya bertemu beliau, waktu itu di depan sekretariat farmasi, 17 April 2011. Saya bertanya apakah beliau sehat karena memang saya mendengar beliau sempat masuk rumah sakit. Dan beliau dengan semangat mudanya, menggerakkan tangan dan mengindikasikan bahwa beliau sehat. Meski saya juga sangsi apakah beliau masih betul-betul ingat saya, tapi kami sempat mengobrol soal kesehatannya, dan sedikit soal karier saya. Setidaknya beliau mengerti dimana saya bekerja (kala itu).
Dan kini di usia 74 tahun, beliau pergi. Menghadap Pemilik dan bersatu kembali dengan istri tercinta.
Selamat Jalan Pak Mul!
Tuhan selalu punya jalan yang hebat untuk manusia yang hebat…