Kata Om Shakespeare, apalah arti sebuah nama. Ya mungkin begitu di jaman Om William hidup. Kalau sekarang? Nama menjadi sedemikian pentingnya. Apalagi ketika kita harus berhadapan dengan aneka rupa administrasi yang membutuhkan nama. Belakangan, dengan kesibukan dan segala administrasi khas birokrasi di kantor baru, saya menjadi paham bahwa membuat nama nggak boleh sembarangan. Kadang saya iri hati sama responden-responden skripsi saya yang nama-namanya sangat bersahaja, semacam Paimo, Tukirin, hingga Keso. Dan memang namanya cuma itu. Nah, berdasarkan pengalaman saya di kantor sebelumnya, plus pengalaman bertemu dengan aneka administrasi bin njelimet di urusan perkreditan dan perbankan, hingga ke-sotoy-an saya, maka berikut saya beberkan beberapa tips dalam memilihkan nama. Tips ini berguna untuk yang akan memberi nama pada anaknya, atau untuk Mbah Keso yang pengen ganti nama jadi agak kece.
Batasi Jumlah Karakter
Mbah Keso mungkin ada peserta paling beruntung kalau harus menempuh Ujian Nasional. Dia hanya harus menghitamkan empat bolongan di LJK. Bagaimana dengan orang yang namanya Alvinando Supriyanto Widyosutoyo Kartodiningrat? Hampir bisa dipastikan, kalau si Alvin dan Mbah Keso ini sama-sama gobloknya, pasti Mbah Keso selesai duluan, karena Alvin sibuk mengisi namanya yang panjang itu. Saya sendiri juga demikian, karena nama saya terdiri dari 4 kata. Nama saya selengkapnya bisa dilihat di buku saya OOM ALFA. HAHAHAHA.
Soal karakter ini kemudian jadi masalah besar ketika di kantor baru, saya harus membuat rekening baru agar bisa gajian, dengan nama pada buku tabungan harus sama dengan nama pada SK Pengangkatan saya. Coba bayangkan kalau si Alvin tadi adalah seorang sarjana HI, maka namanya menjadi Alvinando Supriyanyo Widyosutoyo Kartodiningrat, S. Hub. Int.
Monggo dihitung sendiri jumlah karakternya! Saya kena masalah karena gelar saya yang S. Farm., Apt. itu nggak bisa kecetak gegara nama saya kepanjangan. Jadi karakternya habis buat nama saja. Saran saya sih, batasi hingga kira-kira 25 karakter plus spasi. Sehingga kalau mentok-mentok bakal jadi segala macam sarjana, nggak akan terlalu repot soal administrasi ini.
Oya, soal karakter ini mungkin bisa menjadi arahan bahwa yang namanya kepanjangan, kuliahnya cari yang gelarnya pendek-pendek kayak ST, SE, atau SH aja deh. Coba lihat saja S. Farm., Apt. yang ngambil 14 karakter itu gajinya juga nggak terus jadi lebih banyak dibandingkan ST. yang hanya 3 digit. Malah dalam banyak kasus, si ST. itu lebih tinggi gajinya. Soalnya ST. bisa masuk Oil and Gas, sementara si S. Farm., Apt. paling mentok masuk Pharmaceutical Company. #inicurhat
Awas Dengan Inisial!
Hari gini, inisial menjadi penting. Dulu waktu SD saya kira inisial itu cuma buat tersangka pemerkosaan saja, soalnya kalau korban sudah mengambil rupa seorang ‘Bunga’ atau ‘Mawar’ atau ‘Kembang Sepatu’. Ternyata begitu masuk industri, inisial menjadi teramat penting. Nah, di dalam konsensus umum, inisial di industri menggunakan 2 atau 3 digit. Waktu saya PKL di sebuah PMA, yang dipakai adalah 2 digit. Waktu saya kerja di swasta lokal, dipakai 3 digit. Nah, kenapa harus awas?
Ya, kita tahulah bahwa ada-ada saja kosa kata di Indonesia ini yang berdenotasi dan konotasi kurang sip. Jangan sampai, nama yang kita pilihkan justru membuat si penyandang nama harus menanggung makna kata yang nggak oke itu. Simpel, kita tahu bahwa kata lain dari feces adalah TAI. Konsensus inisial 3 huruf biasanya diambil dari 3 huruf depan, kalau namanya 3 kata atau lebih. Kalau 2 kata, yang diambil adalah huruf depan kata pertama, lalu huruf depan dan huruf belakang kata kedua. Nah, coba sekarang ada orang yang namanya Thamrin Asmat Indarto? Kalau disingkat jadi apa? Ya, jelas, TAI. Demikian juga kalau si Tuti Astuti, ya jadi TAI juga. Hal yang sama terjadi pula bagi pemilik nama Eko Endrianto Komarudin.
Atau dalam kasus Susilo Utomo, kerja di PMA. Inisialnya jadi SU, yang mana daripada itu adalah kependekan dari ASU. Jadi, sama halnya dengan Alex Steven Utomo. Itu kasihan, karena sepanjang hayat dia harus menanggung inisial ASU alias anjing dalam Bahasa Jawa. Maka para orang tua yang hendak memilih nama, waspadalah!
Pilihlah nama yang dapat membuat inisial diingat secara mudah. Misal Kevin Anggara itu kan jadi KAA alias Konferensi Asia Afrika. Atau Gerardus Norman Bujangan yang kalau disingkat menjadi Gerakan Non Blok. Sungguh memori orde baru sekali. Supaya lebih aman dan mudah dapat pacar, jangan pula beri nama anak dengan Patricia Hilda Putri atau Peter Halomoan Putra. Nggak enak dong sepanjang hayat dikenal sebagai PHP. Kalau perlu berikan nama yang inisialnya positif semacam Tirta Omega Putri alias TOP atau Jemima Oloan Simatupang alias JOS!
Tiga Kata Itu Ideal
Nah, sesuai dengan tips pertama dan kedua, saya melihat bahwa 25 karakter itu bisa dicover dalam 3 kata. Pun dengan inisial menjadi lebih mudah. Selain itu, kalau daftar sesuatu di internet juga nggak terlalu repot. Kayak nama saya yang 4 kata selalu bingung kalau disuruh ngisi nama awal dan akhir. Termasuk email saya di kantor lama itu nggak bangetlah sumpah.
Dan syukurlah saya dapat pacar yang namanya juga 3 kata. Pun teman-teman saya memberi nama dengan 3 kata bagi anak-anaknya. Agatha Karin Cahaya, Gregorius Pandu Prasetya, dan Paskalis Aldric Aryasatya adalah 3 nama anak dari 3 teman-teman dekat saya. Menurut saya, itu ideal.
Nama Pasaran
Sudah baca novel Lontang-Lantung? Sebuah kisah seseorang dengan nama yang sangat pasaran. Ari Budiman. Nah, kalau punya anak memangnya kita mau kalau nama anak kita pasaran? Yang kalau diketik di Google jumlah hasil pencariannya melebihi bintang di laut dan pasir di udara? Sebaiknya sih jangan. Jadi mumpung ada Google nih, ya coba-coba saja masukkan kata-kata yang sudah ada di benak kita ke Mbah Google itu. Kira-kira nongol nggak. Kalau perlu, bikinkan akun Facebook, Twitter, Path, Pinterest, Google, Yahoo, dan yang lain-lainnya supaya nggak keburu diembat orang. Anggap saja 10 tahun lagi Facebook masih eksis.
Nama yang khas juga akan mempermudah kita di urusan perbankan. Misalnya ada kasus, maka orang bank akan cek melalui nama. Sekali dia ketik sebuah nama dan ternyata keluar 10 nama misalnya, pasti butuh verifikasi lanjutan, misal melalui nama gadis ibu kandung atau alamat. Lah kalau keliru bisa berabe. Misal si Ari Budiman tadi keselip sama Ari Budiman yang ngutang 10 Miliar. Bisa berabe kan ya.
Nama Di Akte Itu Penting
Saya pernah punya teman, ketika SD saya kenal namanya sebagai Baron Ultisio. Tapi ketika masuk SMP namanya menjadi Muhammad Hamdayon. Beda banget kan ya? Ternyata nama SMP itu adalah nama yang sebenarnya sesuai akte. Lah anak-anak sudah kadung tahunya dia si Baron. Gimana dong?
Sama halnya dengan saya yang sepanjang hayat selalu lupa bahwa terjadi konspirasi antara Bapak saya dengan orang KCP. Masak sih nama saya di akte itu mengandung singkatan. Beneran ada S lalu dilanjutkan dengan titik di belakang nama saya, sesuai akte. Beberapa hari yang lalu saya ditelepon Bank Mandiri, ditanya S itu kepanjangannya apa. Saya sih bisa aja jawab itu adalah Supersekalipemirsa atau Sinting atau apalah, tapi kalau di akte S. saya nggak ada kekuatan hukum bilang kata lain selain S. itu. Kalau diverifikasi pasti mentah. Makanya nih, nama saya di kantor lama itu nggak pakai S., jadilah segala kartu nggak pakai S., termasuk Jamsoftek. Ketika saya mau mencairkan JHT saya di Jamosftek, baru saya bingung. Men, dua digit si S dan si titik itu ternyata krusial juga.
Jadi, pastikan nama di akte adalah nama yang benar yang yang kita proses dimanapun. Percayalah, ini penting!
Hal ini utamanya berlaku untuk orang Katolik dan orang Batak. Apalagi (setengah) Batak dan Katolik kayak saya. Ingat di Katolik itu ada nama santo pelindung. Ya kayak saya, Alexander, kalau memang dirasa perlu masuk akte, ya masuk saja. Beda dengan teman saya si Harimawan Yudi, dia punya nama baptis, Filipus, dan itu tidak masuk akte. Monggo dilihat tingkat urgensinya. Kalau orang Batak, ya dilihat juga urgensi apakah dia perlu memakai nama Simamora, Simatupang, Marpaung, Lingga, dll. Agak bikin senyum cerita anaknya sepupu saya. Jadi si sepupu saya ini seorang bos Legal di perusahaan tambang terkemuka, nikah dengan eks eksekutif sebuah hotel besar di Indonesia yang keturunan Tiongkok. Produknya adalah seorang bocah putih dan sipit, tapi menyandang nama Simamora. Keren kan?
Jangan Pula Terlalu Ribet
Sejujurnya saya heran bagaimana orangtua Jakub Blaszykowski atau Bastian Schweinsteiger atau Henrik Mikhtaryan mengajarkan nama-nama absurd itu pada si pemilik nama. Lah di Indonesia kan gampang, ini Budi, beubudeidi. Ngimlanya sepele. Coba itu ngeja nama yang isinya huruf konsonan semua kepiye carane?
Pernah pula ada kasus di keluarga besar saya ketika nama bocah diprotes orang kampung di Tanah Batak sana karena terlalu ribet untuk digunakan. Apalagi kalau bocah itu adalah anak lelaki pertama yang otomatis menjadi nama panggilan orangtuanya di pergaulan.
“Idia na Umakna Mikhtaryan?”
“Pigi tu jabu ni Umakna Schweinsteiger!”
Gile, ribet habis.
Ya, begitulah sekelumit tulisan separuh curhat saya yang baru terasa ketika masuk kantor baru. Semoga berkenan, dan terima pesanan.
Salam nggerus!
Lucu tapi ada benarnya juga. Apalagi yang soal inisial. Jujur, aku suka ketawa baca nama orang bagus-bagus, eh tahunya inisialnya nggak enak dibaca
LikeLike
Kalo pas ga dipake, ya nggak apa-apa sih.. hehehe..
LikeLike
Ga semuanya bener tulisan diatas. Setiap orang tua memiliki cara pandang unik terhadap anaknya. Karena setiap anak pun unik. Klo diatas kan metodeny anda. Silakan saja klo mau diterapkan pada anakny nanti. Tp yg pasti tingkatkan dulu dr level pacaran menjadi level menikah. 🙂
LikeLike
Mas/Mbak bisa lihat kategori tulisan ini? Kyknya niat lucu saya nggak berhasil ditangkap.. Baiklah, saya akan berusaha lebih keras..
LikeLike
Ciye yang nama direkening bank pita emasnya nggak muat 🙂
Mas arie, i feel you part ke 2. Dikantor lama gue dikasih inisial IWA karna udah ada yg pake IIA. ._.
LikeLike
Hahaha.. Nasib yah.. Gue ogah pke AAS.. Dikira alat.. –“
LikeLike
Well kita senasib, punya nama 4 kata yang selalu beda2 singkatannya tergantung jumlah kotak yg ada :))
Inisial saya di kantor FTA, masih kurang N krn yg N itu ngga saya laporin 🙂
LikeLike
Wah.. Klo N nya ga dilaporin, di PNS bs ga gajian bu.. Hehehe
LikeLike
Ini sebuah tulisan yang menghibur sekali .. sekalinya nongol digugel langsung saya klik dan read hihii
LikeLike
😀
LikeLike