UNdur-UNdur

Pada suatu hari di negeri amburadul, Raja menunjuk seorang patih untuk mengurusi masalah pendidikan supaya semakin amburadul. Raja menunjuk seorang mahaguru dari sebuah perguruan terbaik di negeri tersebut. Adapun negeri itu memiliki uang berlimpah untuk melaksanakan pendidikan. Terhitung 20% dari kas negeri dikhususkan untuk pendidikan.

Saking luasnya negeri amburadul, mahaguru yang ditunjuk sebagai patih tersebut kebingungan. Ia kemudian berpikir semalaman dan akhirnya memutuskan serta mengumumkan ke seluruh negeri bahwa bagi seluruh anak di perguruan harus melaksanakan ujian negeri yang dilaksanakan serentak di seluruh negeri. Bahan ujian akan sama di seluruh negeri dan dibuat oleh mahaguru lain dari berbagai perguruan yang terbaik di negeri amburadul.

Singkat cerita, 5 hari menjelang tanggal ujian yang ditetapkan, patih yang hanya duduk di belakang meja mendapati bahwa daun lontar yang akan digunakan sebagai bahan ujian di seluruh negeri belum tersedia semua.

“Bagaimana ini?” tanya Patih kebingungan.

“Tenang, Yang Mulia. Semuanya pasti akan dibereskan,” ujar pembantu Patih.

Sang patih kembali tenang-tenang di balik mejanya.

Dua hari menjelang tanggal yang ditetapkan, Patih kembali mendapat kabar bahwa daun lontar belum tersedia di seluruh negeri. Padahal ia sudah mengumumkan bahwa seluruh negeri akan melaksanakan ujian negeri secara serentak.

“Nggak bisa dipenuhi? Ada apa ini? Kemarin laporannya baik-baik saja?” tanya Patih sambil kebingungan sekali.

“Akan lebih baik kalau Yang Mulia mengumumkan pengUNduran ujian negeri di daerah yang belum mendapat daun lontar.”

Patih yang kebingungan kemudian menjalankan bisikan pembantunya. Sebagian negeri gempar karena anak-anak di perguruan sudah bersiap untuk melaksanakan ujian negeri. Dengan tenang, Patih berkata ke seluruh negeri, “Saya yang bertanggung jawab pada keadaan ini.”

Patih kemudian mengerahkan balatentara dan kendaraan berikut kuda-kuda terbaik kerajaan guna mendistribusikan daun lontar berisi bahan ujian ke seluruh negeri. Kebetulan, Raja sedang berada di negeri seberang, sedang menerima gelar kehormatan. Jadi Patih tenang-tenang saja.

Pekan berikutnya, ujian negeri masih berlangsung. Patih mendapat bisikan bahwa masalah sudah selesai. Ujian dapat dilaksanakan secara serentak. Namun pada hari yang ditentukan, ada beberapa daerah yang belum melaksanakan ujian ketika matahari tepat di atas atap perguruan. Beberapa perguruan kemudian berteriak.

Kabar berita itu kemudian sampai ke Patih.

“Kok bisa?”

“Ada sedikit masalah, Yang Mulia. Tapi tenang saja. Toh, Yang Mulia tidak pernah bilang kalau ujian akan serentak sebelum matahari tepat di atas atap perguruan kan? Hingga nanti matahari terbenam pun masih bisa.”

“Pintar sekali kamu wahai pembantuku.”

Patih lantas mengumumkan kepada rakyat kerajaan bahwa pengunduran dapat dilakukan, dan dia memang tidak pernah berkata bahwa ujian akan dilakukan serentak jamnya, tapi serentak harinya.

Rakyat mulai gamang. Anak-anak yang mereka dampingi mulai gelisah karena waktu yang tidak jelas untuk melaksanakan ujian. Padahal Patih sudah menekankan bahwa ujian ini penting sekali untuk standarisasi negeri. Patih selalu mengagung-agungkan ujian negeri sebagai satu-satunya solusi negeri guna bersaing dengan negeri sebelah.

“Mereka membuat ujian ini menjadi sedemikian sakral, tapi kemudian mereka menganggapnya remeh,” bisik ibu-ibu di pasar depan istana.

Beberapa rakyat yang vokal kemudian bersorak meminta Patih mundur dari jabatannya. Ketika berkumpul di pendopo kerajaan, Patih lantas melangkah dua kali ke belakang sambil berkata, “Lha ini saya mundur.”

Rakyat melakukan tepok jidat bersama-sama ketika menyaksikan bahwa Patih yang mengurusi kepintaran anak-anak negeri sama sekali tidak tahu bahwa di dalam kamus lontar ada beberapa arti kata mundur. Aksi tepok jidat bersama-sama ini kemudian dilanjutkan dengan aksi ngetwit bersama.

Akibat menyaksikan rakyat tepok jidat bersama, Patih melanjutkan, “Saya kemarin sudah dipanggil oleh Raja. Dan dia tidak memarahi saya. Saya hanya diminta memperbaiki ke depan agar lebih baik. Yang mengangkat saya kan Raja, jadi yang memberhentikan saya ya juga Raja dong. Enak aje lu suruh-suruh ane mundur gan.”

Seluruh pendopo riuh oleh pernyataan Patih. Dan seluruh rakyat sadar bahwa masa depan pendidikan di negeri ini ada pada orang yang salah. Bukan kisruhnya yang menjadi penekanan utama, tetapi bagaimana Patih menyikapi kisruh dengan ngeles lah yang menjadi alasan rakyat untuk berhenti berharap.

Rakyat pun kembali ke rumah masing-masing dengan tangan mengepal dan pisuhan di mulutnya. Sebagian rakyat bertemu kumpulan undur-undur di perjalanan pulang.

“Sekarang itu jalan mundur bukan tren, saudara-saudaraku. Orang salah pun bisa terus maju asal keras kepala. Itu kenapa kami memilih untuk menyembunyikan diri saja, ” ujar para undur-undur.

* * *

 

Advertisement

Tinggalkan komentar supaya blog ini tambah kece!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.