Mudik

Ini bukan mau cerita nama dessa di Gunungsitoli, Nias sana ya. Ini mau berkisah tentang suka duka jadi anak (pertama) yang mudik dan bertemu keluarga.

Awalnya sih karena banyak yang tanya, long weekend kemana? nggak mudik? dan banyak pertanyaan lainnya. Ini tentu nuansa lain. Di Palembang dulu, mana ada yang tanya begitu waktu long weekend. Spare waktu itu biasanya untuk lembur (*hadohhh..) atau bersuka ria bersama sesama perantauan.

Kalau di Cikarang Jaya sini? Yah, bis ke Jawa Tengah dan sekitarnya penuh sesak menjelang long weekend. Dan saya memutuskan untuk menikmati Paskah di Cikarang saja.

Soal mudik, kenapa saya nggak mudik ke Bukittinggi?

Banyak faktor. Jujur saya agak kurang mantap kalau mudik hanya untuk ketemu Bapak Mamak saja. Adek saya ada tiga, pengennya itu ya ketemu semua. Jadilah kemarin sempat saya gilirin. Agustus 2011 ke Magelang ketemu si gadis dan si bontot. November ke Surabaya ketemu si gondrong dan sekilas ketemu si gadis dalam perjalanan pulangnya.

Dan sempat ketemu lama (seminggu, itu lama lho..) waktu mudik massal Desember silam.

Dan percayalah, bahwa berbagai mudik yang saya lakoni sejak punya GAJI, selalu berakhir dengan OVERBUDGET.

Why?

Ada perasaan hendak membelanjakan segala harta di depan keluarga. Entah ini sombong atau ingin berbakti, tipis sekali saya rasa. Tapi menjadi absurd kalau saya sudah bergaji, masih minta traktir sama orang tua, rasanya miris bagaimana gitu. Apalagi gaji saja sudah selevel sama gajinya bapak. Saya kerja 3 tahun, bapak 30 tahun. Waw yak? Hahahaha…

Misal mudik pertama lebaran 2009, budget sudah diatur sekian juta. Nyatanya bablas juga. Lalu mudik berikutnya Desember 2009, bablas banget sampai THR saya musnah seketika.

Lantas di 2010 pertengahan, sudah siap-siap budget dengan jumlah yang jauh lebih besar dari dua mudik sebelumnya. Yang ini bukan mudik sih, kumpul di Jogja saja. Hasilnya? Tetap overbudget 30%.

Lalu April 2011, seluruh bonus saya kerahkan untuk menikmati hidup indah bersama keluarga lengkap. Masih bolong juga. Gaji kepakai juga akhirnya.

Demikian pula, meski sudah berkali-kali mudik,  bahkan Desember silam saya masih bablas dalam hal budget. Hanya saja, saya sudah antisipasi. Jadi ada budget level satu dan level dua. Sebutkan X Juta untuk level satu, kalaulah masih tembus, ada level dua Y Juta. Totalnya X tambah Y adalah budget sebenarnya. Setidaknya, yang Y itu nggak sepenuhnya habis. Untunglah. Manusia kan harus belajar dari ‘kesalahan’.

Dan ini pasti terjadi pada mudik orang-orang pekerja baru, sekitar 1-2 tahun bekerja. Ini saya yang agak pekok sampai nyaris 3 tahun masih overbudget saja.

Dan yang pasti over itu kalau ketemu adik-adik dalam tour ke Magelang. Hahaha.. Tapi it’s oke. Buat saya sih, beberapa ratus ribu itu nilainya masih kalah daripada kebersamaan dengan keluarga. Bahwa saya di perantauan sendirian itu menjelaskan fakta bahwa kadang keluarga itu dirindukan. Ya begitulah dunia.

Jadi, ini cuti saya masih 4, dan akan habis 1 bulan lagi (kurang). Perlu mudik? Atau perlu agenda khusus? Semua tergantung UANG-nya. Hahaha..

Salam mudik! 🙂

Petualangan Pio

Langkah terseret-seret dengan nafas terengah-engah menjadi nuansa yang tampak di tempat yang sepi itu. Bahwa itu adalah satu-satunya benda bergerak di tempat yang sama sekali tanpa gerakan adalah fakta yang tak terbantahkan. Pio masih saja menyeret langkahnya dalam kelelahan yang amat sangat. Tapi kata orang-orang di bawah sana tadi, kalau ada halangan apapun tetap berjalan, kalau nggak bisa berabe. Jadilah Pio memaksakan langkah yang sudah tanpa energi itu.

Di sekeliling Pio hanya ada batu dan batu, semuanya batu. Bahkan lumut pun tidak ada. Batuan itu kering sama sekali, mungkin sudah tiga purnama tidak ada hujan di tempat itu.

“Apapun, demi Lena,” gumam Pio dalam lelahnya.

Pio kemudian sampai di sebuah tebing dengan kemiringan 92 derajat alias miring ke arahnya. Pio mendongak sekilas, ada lubang disana. “Pasti itu gua-nya. Lena, tunggu aku,” teriak Pio heroik macam di tivi-tivi.

Pio mengulurkan tangannya untuk memanjat tebing batu yang curam itu.

“Darrrrrr….”

Baru dua langkah naik, Pio terjatuh. Sebuah ledakan kecil terjadi hanya 5 cm dari jemari Pio yang menggapai-gapai.

“Huahahahaha.. Berani juga kau kesini, Pio!” tawa dengan suara dalam terdengar menggema di bebatuan.

“Acarbos?” bisik Pio lemah.

“Sudahlah Pio. Hentikan pencarianmu pada Lena. Jangan habiskan hidupmu sia-sia. Hahahahaha.”

“Tidak. Aku harus menyelamatkan Lena.”

“Kalau kau bisa. Silahkan saja.”

Pio tampak seperti ngobrol dengan batu. Suara Acarbos hanya menggema di seluruh bebatuan tanpa jelas sosok itu ada di sebelah mana. Pio tahu, kalau memanjat konvensional, dia pasti tidak akan berhasil menuju lubang di atas tebing. Pio lantas menunduk dalam, penuh konsentrasi. Beberapa detik kemudian tangannya terangkat ke atas dan Pio berteriak, “Ubidekarenontranexa.”

Tiba-tiba angin yang awalnya sepoi-sepoi ringan mendadak mengumpul membentuk pusaran di sekitar Pio. Matanya masih terpejam penuh konsentrasi. Pusaran angin itu perlahan mengangkat tubuh Pio ke udara.

“Darrrr… Darrrr…” Suara ledakan-ledakan terdengar di tebing batu. Tampaknya Acarbos tidak mempersiapkan perlawanan untuk upaya Pio yang satu ini. Lewat udara!

Pusaran angin itu berhasil membawa Pio sampai di atas tebing. Matanya seketika terbuka dan ia melompat sekuat-kuatnya menuju lubang besar di atas tebing. Sayang, lompatannya kurang sempurna, Pio mendarat dengan kepala dahulu. Darahpun sontak mengucur dari kepalanya.

Dari luar masih terdengar ledakan-ledakan dinding tebing dan sesekali menggoncang landasan tempat Pio berdiri.

“Lenaaaaaa…,” teriak Pio. Lubang itu ternyata awal dari lorong yang sangat panjang. Teriakan Pio lantas tenggelam oleh ruangan. Pio menoleh sekeliling, ekspresinya mulai menyiratkan putus asa.

“Darrrrr…”  Ledakan terjadi lagi, kali ini di dekat kaki Pio, sontak ia berlari sekencang-kencangnya.

“Acarbos? Mau apa kau?”

“Harusnya aku yang bertanya begitu? Mau apa kau di tempatku?”

“Aku harus menyelamatkan Lena.”

“Hahahaha.. Cobalah kalau kau bisa!” Acarbos mengeluarkan pernyataan yang sama.

Pio berlari terus guna menghindari Acarbos. Sebuah pertaruhan karena Pio tidak tahu sama sekali ujung dari lorong yang ia lalui. Sepanjang jalan, sambil berlari, Pio berteriak, “Lenaaaa.. Lenaaaa…”

“Pio!”

Sebuah suara yang sangat Pio kenal terdengar memanggil. Pio berhenti dan melihat ke sekeliling. Pandangannya berhenti pada sosok gadis yang terikat di sebuah batu besar.

“Lena!”

Pio berlari mendekat, tapi ledakan kecil menghalangi langkahnya.

“Hahahaha.. Bagus sekali. Pioglitazon datang kesini mengorbankan dirinya untuk Adapalena. Sebuah kisah heroik. Luar baisa.” Suara yang sama dengan bauran gema di bawah tebing tadi terdengar lagi. Siapa lagi? Pastilah Acarbos.

Pio berdiri dengan kuda-kuda maksimal. Matanya awas ke sekeliling. Tiba-tiba ledakan-ledakan kecil tanpa jelas sumbernya terjadi di sekitar tempatnya berdiri. Pio melompat dan melangkah menyesuaikan ledakan yang terjadi. Perlahan Pio mendekat ke arah Lena.

Tapi aneh!

Setiap kali Pio mendekat ke arah Lena, batu besar itu tampak bergerak, sehingga Pio tidak pernah sampai ke tempat Lena berada. Pio mempercepat larinya, batu itu bahkan tidak tampak mendekat sekalipun. Pio perlahan menjadi lelah mengejar batu itu dan Lena yang terikat disana.

“Pio! Tolong aku!” teriakan Lena di ujung sana menggelorakan kembali semangat Pio.

Pio mulai berpikir kembali, dia harus memakai cara lain. Mantra. Tapi kalau mantra ini menghancurkan batu itu, tentunya Lena akan ikut hancur? Pio mendadak shock membayangkan kemungkinan itu. Tangannya mengepal tanda gemas dan bingung memilih solusi. Di balik kebingungannya Pio kembali mencoba berkonsentrasi.

“Hatimu yang menentukan, Pio. Hatimulah yang akan menang.” Tiba-tiba Pio teringat petuah Guru Besar Ceftrizidim.

“Hati! Hati! Hati!” gumam Pio, mencoba mencerna petuah Guru Besar Ceftrizidim. “Hatiku adalah Lena! Hyaaaaaa….”

Pio mundur doa langkah kemudian berlari maju tapi kali ini tubuhnya perlahan condong menjadi horizontal, tubuhnya juga berputar layaknya mata bor. Dalam pusaran tubuhnya Pio berteriak, “Klomifena Cisaxikam.”

Tubuh Pio melayang persis ke arah Lena terikat.

“Piooooo!” teriak Lena ketakutan.

Dua meter sebelum mencapai tubuh Lena, Pio membelokkan arah dan mulai memutari batu tempat Lena terikat. Pio mengitari batu itu dengan secepat kilat.

“Arrrrgggghhhhhh…” terdengar suara Acarbos. Aha! Ternyata Acarbos adalah batu tempat Lena terikat!

“Sekarang saatnya!” ujar Pio pada putaran ke 173. Tangannya mulai bersiap menggapai Lena. “Tangan, Lena! Tangan!”

Tangan Lena yang terlepas ikatannya karena efek pusaran Pio menggapai ke atas. Pio melihatnya dengan jelas, lalu berteriak, “Risedrona Mekobala.”

Sesudah berteriak demikian, tangan Pio menggapai tangan Lena dan menariknya seketika ke arah atas, sementara Acarbos tampak mulai retak-retak dan kemudian meledak.

Pio dan Lena yang terkapar dalam kondisi berpelukan melihat kehancuran Acarbos dengan jelas. Nafas keduanya terengah-engah, Pio malah baru merasa pusing.

“See? Jadi siapa yang nekat pergi?” kata Pio sambil mengusap kepala Lena.

“Iya Pio. Aku telah melakukan langkah yang salah. Aku pikir pergi ke Negeri Terazoten adalah pilihan bagus.”

“Bagus sih, sampai kamu diculik di jalan sama batu-batuan. Lagian ngapain kamu pergi jauh-jauh hanya alasan mengejar cinta?”

“Tadinya itu dorongan hati, Pio.”

“Dan dorongan hati juga yang membawaku ke tempat ini, Lena. Aku cinta kamu.”

“Sayangnya aku baru tahu itu setelah aku nyaris mati Pio. Kenapa nggak bilang dari dulu?”

“Selama ini aku realistis Adapalena. Bagaimanapun kamu lebih dekat dengan Meglumin dan Promelo. Siapapun tahu kalau mereka jauh lebih tampan dan pintar daripadaku.”

“Dan mereka tidak ada disini, Pio. Yang aku butuhkan bukan kata-kata, tapi bukti nyata. Dan kamu berhasil membuktikannya. Aku yakin aku juga punya perasaan yang sama, Pio.”

“Jadi?”

“Jadi mari kita pergi dari sini. Aku takut.”

“Takut apalagi Lena?”

“Jadi kamu pikir apa yang akan dilakukan dua orang saling cinta di tempat yang sunyi macam ini Pio?”

“Owww.. Baiklah. Mari kita pergi.”

Lena berpelukan erat pada Pio yang sedang berkosentrasi.

“Akril Iz Opagla.”

Mantra terbang telah disebutkan, Pio terbang bak superman dengan Lena berpegangan erat pada punggungnya.

Teman Lama

Handphone android-ku yang bisa instagram itu mendadak bergetar. Kuraih si Ace itu dengan malas, lingkaran hijau tampak di sudut kirinya. Sebuah pesan whatsapp. Jempolku menari di 9 titik pembuka lock dan ‘menarik’ panel navigasi dari bagian atas layar. Ah, canggihnya teknologi berhasil membuat semuanya damai dalam satu sentuhan.

“Bang, itu mbak Ola jomblo loh :D”

Sebuah pesan penuh makna dari Adan, adik tingkatku waktu kuliah dulu. Ola itu teman seangkatanku yang sekarang jadi manager purchasing di perusahaan tempatnya bekerja. Cantik sih. Dan dia dulu adalah pacarnya teman akrabku, jadinya aku lumayan akrab sama dia.

Dan entah mengapa cecunguk bernama Adan ini mengabari info yang semacam ini. Bahkan aku sendiri tak yakin dia kenal dengan Ola.

“Emang kowe kenal?”

“Yo ora sih. Tapi hari gini kan di dunia maya semua orang berkenalan Bang. Hohoho.”

Aku bangun dari pose tidur indahku di sore hari penuh ketenangan ini. Perihal jodoh memang sudah jadi isu besar dalam hidupku. Usiaku sejatinya belum tua benar, lagipula cowok seumuranku masih banyak yang belum menikah. Dua puluh delapan bukanlah angka yang menakutkan bukan?

“Pungguk merindukan bulan bro..”

“Lha?”

“Ora level lah.”

“Ya siapa tahu Bang. Level kan nggak cuma soal tinggi badan. *ups… Maksudku, kalian kan yo wis saling kenal.”

“Trus?”

“Usia juga serupa dan pasti dikejar target menikah to? Nek wis kenal kan nggak usah pacaran suwi-suwi. Hehehe. Sekadar usul lho Bang.”

“Hahaha. Aku kan ora ngepek konco, Dan.”

“Ya, siapa tahu faktor usia membuat prinsip berubah Bang.”

“Pinter tenan persuasimu.”

“Yo iki kan demi kemaslahatan umat.”

Diksi apa pula itu? Bah, adik tingkatku ini memang punya pilihan kata yang super absurd sejak buku-bukunya mulai laris di pasaran.

“Pokokmen nek isu dipertimbangkan Bang. Menurutku ini ide menarik.”

“Yo. Maturnuwun idenya. Iki pungguk tak ngimpi sik.”

“Jiahhh bang. Kowe ki wis tinggal lompat udah jadi bos juga. Podo-podo bawa stang bunder ngko.”

“Hahahaha…”

“Yowis yo. Aku tak bedah buku sik. Nglarisi dapur.”

“Yo. Sukses bro.”

“Sip.”

Sebuah percakapan antah berantah dengan ide yang menurutku gila. Secara tinggi badan saja aku sudah tidak memadai, bagaimana mungkin aku bisa mendekati Ola. Lagipula biasanya orang Purchasing itu galak, meski di beberapa company tempat lompat-lompat ada juga yang kalah galak dari PPIC. Tapi sebagai teman lama, masak sih Ola galak padaku?

Iseng-iseng, aku tertarik dengan ide cecunguk Adan ini. Sebenarnya aku masih sering kontak-kontak ringan dengan Ola. Jadi sebuah kontak bukanlah isu yang besar.

“Olala, piye kabare?”

Sebuah pesan whatsapp melayang pada Carola Tyana.

“Sae bro. Kowe?”

Dan bahkan obrolan kami adalah ala Jawa sekali, pakai kata ganti ‘kowe’. Ini jelas pertanda teman sejati.

“Mestinya demikian. Sibuk ora? Tak telpon o.”

“Wahhhh.. Pucuk dicinta ulam tiba ki. Telpon waee.. Lagi butuh konco curcol.”

Buat asisten manager macamku, tentunya nggak boleh bermasalah soal pulsa. Sekali aku tidak berhasil menelepon supervisorku semata-mata tiada pulsa bisa menyebabkan produk 1 batch yang nilainya miliaran bubar jalan. Jadi aku punya spare sangat lebih untuk pulsa. Tentunya untuk sekadar menelepon Ola bukanlah perkara besar.

“Halo? Tumben niat nelpon kowe?”

“Feelingku kan apik. Ono konco lagi gundah.”

“Jiahhh.. Tapi pas tenan. Haha. Aku jomblo kie bro.”

“Lha kok pedhot?”

“Tentunya karena tidak cocok. Lha opo maneh. Padahal aku pengen tahun iki nikah sih.”

“Sama, Olala!”

“Huh, golek konco kowe yo.”

“Kan emang wis konco to La?”

“Iyo sih. Lha kowe isih jomblo-jomblo wae?”

“Yo ngene ki lah. Fokus golek harta sik wae.”

“Opo bro? Mobil nggak usah kan ya? Paling dapat dari kantor. Rumah mesti.”

“Lha kowe sik manager La, oleh mobil. Asman ki durung oleh. Yo coba-coba cari properti ki.”

“Lha kok sama lagi kita bro?”

“Eh? Sebelah mana?”

“Aku yo lagi cari-cari rumah.”

Ups, sama-sama jomblo, sama-sama pengen nikah tahun ini, plus sama-sama mau cari rumah. Bukankah kesamaan-kesamaan itu tampak sama untuk disamakan?

“Ehm, ayo nek ngono, golek bareng La.”

“Bolehhhh, kapan?”

“Kapan kowe iso lah. Nek orang pabrik kan cetho jam-nya. Purchasing kali ada meeting luar negeri.”

“Hahaha.. Ora lah bro. Weekend seloww saja. Next weekend?”

“Dicatat. Kowe jemput aku yo? Kan yang bermobil situ. Hahaha.”

“Huuuu.. Yowis, gapapa. Tak jemput mana? Lha kowe di Cibitung to? Adoh men aku le methuk.”

“Yo gampang. Ketemu di MM Bekasi saja. Kita searching daerah Bekasi dulu.”

“Pinter kowe bro. Sayang durung manager. Hehehe.”

“Ngece ki bu bos.”

“Ora.. ora.. bercanda pak Asmen. Okelah, sampai jumpa next weekend.”

“Siap bu bos. See you.”

Telepon ditutup, dan sepertinya aku bisa memulai sesuatu yang baru dari sini.

9 Summers 10 Autumns

image
sumber: dok pribadi

Judul Buku: 9 Summers 10 Autumns
Penulis: Iwan Setyawan
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Buku ini saya peroleh dengan membeli (tentu saja!) di Pameran Buku di Istora. Sungguh Cikarang bukanlah tempat yang friendly dengan pencinta buku, maka untuk memuaskan hasrat saya harus lari-lari ke Jakarta. Ongkos pulang perginya bahkan sudah bisa beli buku 1 🙂

Saya mungkin telat membacanya, karena di buku itu sudah tertera “National Best Seller” tentunya sudah ribuan orang membeli buku ini sehingga lantas jadi Best Seller, tapi tidak ada kata terlambat untuk membaca buku. Saya sempat menimang lama buku ini karena budget saya hanya 200 ribu sementara di sini adalah ribuan buku yang semua bagus-bagus. Dengan tekad kukuh berlapis baja saya ambil buku ini.

Sebuah kisah yang inspiratif membuat saya tidak menyesal membeli buku ini. Saya ini kalau beli buku dan nggak suka, maka itu buku nggak akan habis dibaca. Jadi, kalaulah sebuah buku habis dibaca, itu artinya saya cocok. Sebuah kebiasaan yang absurd 🙂

Sudut pandangnya sebenarnya kisah-kisah global yang didetailkan. Misalnya, perkenalan siapa Bapak, siapa Ibuk, bagaimana masa kuliah, masa kerja, dan lainnya dibungkus bab demi bab dalam bentuk obrolan bersama si kecil yang sampai akhir nggak ketahuan siapa. Kalau saya tebak sih itu Mas Iwan versi kecil. CMIIW.

Dan saya terhenyak ketika ada yang meninggalkan posisi bagus di NY demi pulang ke rumah di Batu. Tapi itu sungguh pilihan hati. Dan tidak ada yang salah soal itu.

Konten menarik itu membuat saya menghabiskan buku itu segera dan menomorduakan borongan saya yang lain dari pameran. Hanya saja, secara alur yang menurut saya terlalu slow, sebenarnya membuat saya pengen buru-buru membalik halaman. Ini versi saya lho Mas Iwan hehehe..

Pada intinya ini buku bagus dan menjawab bagaimana perjuangan itu pasti ada buahnya. Dan sesudah membaca buku ini, saya segera menelurkan outline tentang masa-masa keluarga saya jadi kontraktor alias mengontrak rumah dari tempat satu ke tempat lain. Semoga kelak bisa dijadikan buku macam punya Mas Iwan ini. Sip!

Update:

Terima kasih Mas Iwan atas tanggapannya 🙂

34 Tips Menulis Baik

1. Perhatikan tanda baca!
2. Ikut di NaNoWriMo, dengan tantangan novel 50 ribu kata/bulan.
3. Jangan mengedit draft pertama sebelum semua kelar.
4. Menulis minimal 30 menit per hari.
5. Mempelajari aturan menulis baik dan pelajari cara membantahnya.
6. Membawa sebagian buku ke penulis favorit, meminta pendapat.
7. Jadilah pembaca yang baik terlebih dahulu.
8. Selalu baca dan ulas yang sudah tertulis.
9. Terima kritik.
10. Gunakan kata-kata baru.
11. Baca hasil tulisan sambil bersuara 🙂
12. Hindari bagian-bagian yang tidak perlu.
13. Bekerja seolah ada deadline.
14. Dapatkan ide baru kala menulis sesuatu, kembangkan di tulisan lain.
15. Menulis setiap hari.
16. Sebisa mungkin hilangkan kata kerja berlebihan.
17. Edit 1-2 hari setelah tulisan jadi.
18. Ekspresikan pandangan dengan diksi yang sesuai.
19. Baca karya penulis besar.
20. Jika satu kata bermakna sama dengan 3, ganti dengan 1.
21. Adaptasi penulis lain.
22. Alih-alih menambah keterangan pembicaraan, gunakan saja aksi atau kata percakapan untuk memuat keterangan itu.
23. Menulis sering untuk menyelesaikan jadwal yang realistis.
24. Fokus dan berpikir positif.
25. Gunakan kalimat penulis lain sebagai model dan sesuaikan.
26. Hindari kalimat panjang.
27. Pelajari perbedaan “Me, Myself, and I”
28. Jika proyek panjang, suruh editor diam, dan menulislah.
29. Hati-hati dengan ekspresi yang tidak perlu.
30. Cari kesalahan penulisan.
31. Baca tips, ikut grup penulisan, cari pelatih.
32. Tulis draft pertama spontan.
33. Buat plot.
34. Edit, edit, edit.

Dikutip dari dailywritingtips.com

50 Cara Sederhana Membangun Landasan Menulis

Disalin dengan tambahan dari xposisi.com

Di era teknologi modern seperti sekarang, seorang penulis diberi keleluasaan untuk mempromosikan bukunya sendiri.Tak hanya penulis self-published, penulis dari major publisher juga diharapkan mempromosikan bukunya melalui social media hanya dalam satu klik.

Menulis adalah seni, begitu juga dengan self-promotion. Dari pertama kali kamu menuliskan kata pertama, kamu juga boleh memikirkan bagaimana caranya men-share tulisanmu. Dan sekali kamu mulai berpikir menulis dan usaha mempromosikannya melibatkan seni, hal luar biasa mulai terjadi. Kamu akan menemukan pembaca.

Buku tidak ditulis dalam semalam. Tulisan terus berkembang dari hari ke hari, mengalami perubahan, penambahan, proses editing, dan lain sebagainya. Sama dengan landasan kita, yang mencakup segala cara agar tulisan kita bisa dibaca orang.

Ada beberapa cara  cepat untuk mengubah landasan menjadi action. Berpikirlah setiap langkah kecil sebagai lompatan besar dalam mendapatkan pembaca, juga kesempatan menyenangkan untuk menyebarluaskan hasil keja kerjamu.

Listen & Learn

1. Mencari Pembaca Setia. Perjelas jenis pembaca yang ingin kamu cari. Tulislah daftar jenis-jenis pembaca yang kamu miliki. Lalu, putuskan kelompok mana yang akan kamu jadikan sebagai pembaca setia tulisanmu.

>>> setidaknya ada 1 pembaca setia Aku dan Alfa 🙂

2. Memulai Penelitian. Google Alerts (google.com/alerts) dapat membantumu eksis di dunia maya. Set up alerts untuk memberitahu namamu, judul buku, artikel, Twitter handle, site URL dan topic lain pop up online. Kamu akan senang melihat alert yang muncul ketika orang lain mempromosikan bukumu.

>>> cuma dapat rating Alexa sama Edelman Level 🙂

3. Membuat Polling. Ketika sedang menulis, dan kamu bingung dengan berbagai pilihan nama tokoh, misalnya, buatlah polling di Facebook atau Twitter dan tanyakan kepada pembaca. Biasanya penulis mendapat jawaban dari hasil polling yang dibuatnya.

>>> lihat di kanan atas blog ini hehehe..

4. Hargai Orang Lain. Dalam social networks, follow dan berteman dengan orang-orang yang kamu kagumi. Jangan mempromosikan bukumu terus menerus, karena timeline akan menjadi seperti iklan mini. Kenali follower-mu dengan baik, dan promosikan bukumu perlahan tapi pasti.

>>> dan saya belum punya buku sendiri.. hehehe..

5. Study the Competition. Klik search engine lalu ketik keywords tetang tema tulisanmu. Lihat link yang muncul. Jangan takut bersaing. Pelajari kompetitormu. Apakah mereka lebih baik dari pada kamu? Tambahkan hal-hal yang kamu pelajari dalam to-do list.

>>> sakjane ngeri 🙂

Create Context

6. Perkenalkan diri. Tulislah data diri singkat agar pembaca tahu. Cantumkan alamat blog, status, judul buku yang sudah diterbitkan, dan kerjasama professional lainnya..

>>> lumayanlah di blog ini..

7. Show Yourself in Action. Kamu pasti banyak memiliki foto tapi banyak yang belum dipublikasikan. Carilah beberapa foto dengan resolusi tinggi. Foto dimana kamu menghadiri acara klub buku, tanda tangan buku dan segala sesuatu yang berhubungan dengan karyamu. Muat foto-foto tersebut di Facebook, Twitter dan blog.

>>> dan itu belum ada huaaaa…

8. Post Ads and Affiliate Links. Ingin mendapatkan uang secara online? Muatlah iklan atau link afiliasi di blogmu.

>>> dan berakhir dengan diblokirnya blog ini 😦

9. Buat Event. Buatlah kegiatan dengan jangka waktu tertentu dan melibatkan keikutsertaan penulis lain. Seperti NaNoWriMo, kamu bisa membuat event serupa, misalnya: November Menulis. Post hasilnya di blog, Facebook dan Twitter.

>>> pengennya sih..

10 Grade Yourself. HubSpot memiliki free graders (grader.com) yang bisa menilai tingkat keefektifan website, blog, Google Alerts, Facebook, Twitter dan lain sebagainya. Setiap penilaian memakan waktu kurang dari lima menit.

>>> mbuh kie?

Contribute Content

11. Bagi-Bagi Tulisan. Buat pengumuman di social media tentang tulisan yang akan kamu bagikan gratis. Bisa berupa flash fiction, cerpen atau puisi. Cantumkan link-nya.

>>> selalu gratis kalau saya mah, ada yang baca wae syukur 🙂

12. Brainstorm 20 Ide. Kalau kamu tidak menanyakan dirimu sendiri tentang ide baru yang muncul, biasanya setengahnya akan hilang. Lalu, kamu membaca blog orang lain, majalah, atau surat kabar. Biasanya muncul ide untuk menulis. Biasakan menuliskan ide yang muncul di buku bank ide. Berpikirlah setidaknya lima menit untuk satu ide.

>>> setiap hari dibawa tapi tak ditulis heheheuu..

13. Put Your Best Forward. Pastikan follower-mu langsung membaca postinganmu. Beberapa blog memiliki widgets yang langsung menposting tulisan setelah selesai ditulis di blog.

>>> so pasti..

14. Recycle. Luangkan waktu beberapa menit untuk melihat tulisan lamamu di blog. Cari blog orang lain, forum atau website yang tertarik untuk mempublikasikan tulisanmu. Edit kembali tulisan lamamu agar lebih ‘cantik’.

>>> sering juga sih.. 🙂

15. Menulis Review. Pembaca atau follower-mu biasanya ingin tahu buku favoritmu dan alasannya. Buat review singkat tentang buku yang sudah kamu baca dan post di website seperti GoodReads, Amazon.com and Red Room. Untuk karma baik, tulislah review positif untuk penulis favoritmu.

>>> kadang kadang sekali..

Cultivate Community

16. Prompt a Response. Prompt adalah kata atau tema sugestif yang memicu respon interaktif dari orang lain. Bisa berupa foto, simbol atau kata, atau bisa juga beruba teka-teki.  Biasanya, penulis memberikan kuis buku gratis untuk pembaca. Jawaban benar diundi dan dicari pemenangnya. Coba saja, pembaca pasti suka.

>>> belum punya buku 😦

17. Lima Menit Interaksi. Reply komen yang masuk di blog. Beri ucapan terima kasih kepada pembaca setia blog kamu. Karena mereka menyukai karya kita, beri penghargaan kepada mereka dengan meluangkan sedikit waktu untuk berterima kasih.

>>> langsung secepat kilat..

18. Buat Tawaran Menarik. Kalau kamu sedang mengerjakan proyek buku dan membutuhkan bantuan penulis lain, editor atau first reader, beri kompensasi. Bisa dengan memberi diskon untuk buku, atau namanya tercantum di daftar terima kasih. Buat mereka yang bekereja denganmu bahagia.

>>> tunggu duit dulu..

19. Kerjasama Stategis. Siapa yang ingin kamu jadikan partner? Ramah dan ringan tangan tentu diperlukan dalam kerjasama, tetapi kerjasama yang baik menguntungkan kedua belah pihak. Buat perjanjian tertulis agar lebih jelas dan terlihat formal.

>>> 1 project saja susah.. 🙂

20. Create a Quickie Blogroll. Buat list penulis kesukaanmu. Cari di Google lalu buatlah blogroll. Posisikan blogmu sebagai sumber inspirasi dilihat dari segi kualitas, bukan kuantitas.

>>> maksude??

Be Authentic

21. Be Yourself. Saran yang mengatakan penulis harus bersikap sesuai dengan brand image membuat kita melupakan sikap sebagai orang biasa. Tapi, social media dibuat untuk manusia, bukan robot. Faktanya adalah kamu seorang penulis, orang tua, bankir, public relations, etc. Pembacamu ingin melihat kamu sebagai diri kamu sendiri. Luanghkan lima menit untuk menulis profil yang ‘kamu banget’.

>>> cek, about me 🙂

22. Put Passion Into Action. Misalnya kamu menulis cerita fiksi. Apakah sulit untuk membuat outline dan landasan? Tidak. Kerjakan sepenuh hati. Jangan beranggapan tidak ada yang peduli. Anggap saja jutaan orang sepertimu, dan ingin berhubungan denganmu. Tulis pendahuluan singkat tentang mengapa kamu sangat bersemangat menulis tentang topik tersebut. Baca kembali setiap kamu online. Itu akan membantumu untuk fokus.

>>> iki mboh kie..

23. Get Together. Biarkan orang tahu akan kegiatanmu. Misalnya: mengajar, mengikuti workshop menulis, dan lain-lain. Make yourself accessible.

>>> nggak enak sama kantor 🙂

24. Spark Conversations. Banyak orang di luar sana yang tertarik dengan topic yang sedang kamu tulis. Cek Google, Twitter atau forum dimana topikmu sedang ramai dibahas. Aktiflah dalam diskusi. Biasanya penulis mendapat ide tambahan dari interaksi tersebut.

>>> kadang kadang sajo..

25. Share the Journey. Kehidupan seseorang penuh warna dan disisipi dengan lika-liku. Biarkan pembacamu tahu tentang keadaanmu. Update status dengan cerita lucu yang baru kamu alami, atau peristiwa sedih tentang kematian hewan peliharaanmu. Curious fans love to be treated like insiders.

>>> noh, cek Aku dan Alfa 🙂

Synergize Connections

26. Friend and Follow Media Pros. Cari akun penerbit, penulis dan editor lalu follow mereka. Ramahlah pada mereka. Jika namamu mulai dikenal, jangan kaget mereka yang akan mencarimu.

>>> sudah! dan belum dikenal.. hehe..

27. Say Thanks. Dalam waktu lima menit, kamu bisa menuliskan kartu ucapan terima kasih, menempelkan di buku dan membungkusnya dengan rapi. Lakukan dengan rutin, sebagai ucapan terima kasih atau hadiah kuis pembaca.

>>> dibilangin belum punya buku sendiri.. heuheuheu..

28. Articulate Your Allies. Siapa yang mensupport hasil karyamu? Karya siapa yang kamu suka? Sesama penulis biasanya saling membaca dan mereview tulisan masing-masing. Bertemanlah dengan mereka yang suportif sehingga tujuanmu tercapai dengan baik.

>>> yah, sesama saya yang satu itu malah menjauh kie..

29. Sesi Tanya Jawab. Buat daftar pertanyaan tentang topik yang menurutmu menarik. Mintalah orang-orang untuk menjawabnya dalam berbagai format: video chat, email atau wawancara via smart phone.

>>> hemmmm…

30. Shake Things Up. Stop menjadi penganut yes, Sir. Ambil satu topic lalu adu argumentasi dengan teman.

>>> opo maneh ki?

Produce Yourself

31. Capture E-mail Addresses. Gunakan servis newsletter service atau RSS feed service di blogmu sehingga orang-orang bisa mendaftar dan berlangganan blogmu.

>>> sudah kok..

32. Go Multimedia. Munculkan kembali konten lama dengan fresh media. Habiskan lima menit latihan membaca tulisanmu dengan smartphone. Atau hafalkan chapter awal, lalu bacalah sambil direkam tanpa skrip.

>>> hehehehe…

33. Ask for Feedback. Untuk mengetahui karyamu baik atau tidak, kita harus tahu pendapat orang lain. Kirimkan feedback form kepada pembacamu.

>>> segera deh..

34. Outsource Something. Habiskan lima menit untuk memikirkan topi yang sedang dipakai: the creative, the closer, the perpetual student, the accountant, the publicist, etc. Cari kelemahan yang kamu miliki dan mintalah orang lain untuk membantumu mengatasi kelemahan tersebut.

>>> berharap…

35. Share More. Satu kesalahan umum yang sering kita lakukan adalah to make it perfect, yang akan membuat kita memiliki banyak pembaca. Tapi, seringkali malah sebaliknya. Kerja keras untuk memaksimalkan tulisanmu.

>>> berusaha…

Publicize Yourself

36. Hunt and Answer. Jangan lupakan media tradisional. Jawablah permintaan media di Help a Reporter Out (helpareporter.com). Dalam waktu lima menit, kamu akan mendapatkan respon dari setidaknya satu media. Setiap postingan membuat namamu dikenal.

>>> kalau saja ada.. hahaha..

37. Grow Your List. Kemanapun kamu pergi, apapun yang kamu lakukan, bawa kertas/buku dan minta alamat email dari orang yang kamu temui. Siapa tahu, mereka adalah calon pembaca setiamu.

>>> iya ya?

38. Think Ahead. What do you have coming up? Buat daftar event yang akan berlangsung dan publikasikan di blog, newsletter, social media dan e-mail signature. Seringlah membuat update.

>>> maunya sih, kalau sempat..

39. Compartmentalize. Buatlah list email pembaca, teman, rekan kerja, dll. Reorganize your e-mail groupings.

>>> hihihihi…

40. Master the 5-Minute Release. Fokuslah pada satu peristiwa penting dalam waktu dekat. Buat press release dalam lima menit dan kirimkan setidaknya sebulan sekali. Short is good.

>>> nggak ada..

Pay it Forward

41. Round Up Resources. Kumpulkan buku, website dan sumber lain yang berhubungan dengan topic yang sedang kamu tulis. Be helpful to others, and they’ll send people to you.

>>> lha ini contohnya.. hehe..

42. Boost Others. Bantulah rekan penulis atau penulis debut dalam mempromosikan bukunya. Tawarkan juga untuk menulis testimonial.

>>> kalau ada yang minta, dengan rela hati…

43. Offer Your Services. Menurut Gary Vaynerchuk, penulis Crush It!, pertanyaan terbaik yang bisa kamu tanyakan di social media adalah, “What can I do for you?” Ide yagng simple tapi brilian. Lakukan secara berkala.

>>> siapppp…

44. Be a Good Guest. Tanyakan dirimu sendiri pertanyaan sulit dan controversial yang orang lain tidak berani tanyakan (tapi penasaran ingin tahu). Bisa dipost di blog dan dishare kepada pembaca.

>>> apa eaaa…

45. Hit the Highlights. Kamu tidak harus menuliskan semua hal yang dibicarakan dalam event/workshop. Tuliskan intinya dan bagikan di blog.

>>> T_T

Strut your Stuff

46. Count Down to Every Launch. Punya buku yang mau dirilis? Bagikan kegembiraan di social media. Tulislah promo bukumu, misalnya: minggu depan buku A akan rilis. Berikan juga clue tentang isi bukumu agar pembaca penasaran dan tertarik ingin membaca.

>>> nggak punyaaaa…

47. Spiff Up What’s Old. Tawarkan promosi agar orang tertarik membaca karyamu. Misalnya: diskon selama pre-order buku.

>>> maunyyaaaa…

48. Make Merchandise. Dalam mempromosikan bukumu, biasanya ada kuis gratis berhadiah buku. Kerjasama dengan media seperti majalah atau radio. Kamu bisa sekalian mempromosikan karyamu.

>>> kalau adaaaaa…

49. Sustain Yourself. Online secara aktif memerlukan keseimbangan dan kesabaran. Pertegas bagaimana dan dimana kamu ingin mencurahkan energi. Sortir kembali dan buatlah skala prioritas, dimana kamu bisa menulis dengan tenang dan online secara berkala.

>>> hihihihi…

50. Break Out of Your Box. Tanya diri sendiri, “Apa yang akan aku buat jika aku membiarkan diriku menciptakan apapun yang kumau?” Lepaskan label yang melekat, seperti novelis, penulis puisi atau jurnalis. Dalam lima menit, tulislah apa saja sejujurnya, dari lubuk hati terdalam. Kemampuanmu untuk keluar dari kotak bisa menginspirasi orang lain.

>>> siipppp…

Disadur dari: The Writer’s Digest

Tips Menulis Fiksi Dari Penerbit Escaeva

Seluruh tulisan ini dikutip dari Web Penerbit Escaeva

MEMILIH SUDUT PANDANG

Sudut pandang atau point of view di dalam cerita fiksi pada prinsipnya adalah siapa yang menceritakan cerita tersebut. Sudut pandang itu seperti kita melihat sesuatu peristiwa melalui mata ‘seseorang’. Kejadian yang sama di mata anak-anak dan orang dewasa tentu berbeda, sehingga sudut pandang sangat berpengaruh pada bagaimana cerita itu akan diceritakan. Bagaimana nuansa, gayanya, dan bahkan makna cerita itu bisa berbeda tergantung sudut pandang mana yang dipakai.

Misalkan saja kita memiliki sebuah cerita tentang pembunuhan serial. Kita memiliki beberapa tokoh, yaitu detektif yang bertugas menangani kasus itu, si pembunuh yang mengincar korbannya, dan seseorang yang mungkin menjadi korban berikutnya. Minimal, dari cerita itu kita memiliki ada 3 sudut pandang penceritaan yang berbeda. Apakah kita akan mengikuti gaya cerita cerdas si detektif, atau menyelami psikologi temperamental si pembunuh, atau bersama-sama korban harap-harap cemas menanti kejutan dari si pembunuh. Atau bisa juga Anda melihat dari sudut pandang seorang reporter yang melaporkan kejadian pembunuhan itu. Setidaknya dari cerita ini saja ada 4 variasi sudut pandang yang bisa Anda pakai.

Kalau mau lebih nyentrik lagi, bisa saja Anda menggunakan sudut pandang dari cermin yang ada di rumah korban, atau lebih ekstrim lagi sudut pandang lalat yang kebetulan menclok di tubuh korban. Banyak sekali kemungkinan sudut pandang yang dapat digunakan.

Ada dua sudut pandang yang biasa dipakai di dalam penulisan fiksi, antara lain:
1. First Person Point of View (Sudut Pandang Orang Pertama)
Di sini, narator berperan sebagai salah satu karakter. Karakter dipakai biasanya adalah karakter utama di cerita. Biasanya sudut pandang ini mudah dikenali, dengan ‘aku’ atau ‘saya’ sebagai karakter utama.

2. Third Person Point of View (Sudut Pandang Orang Ketiga)

Sudut pandang orang ketiga dipakai bila kita menggunakan narator yang tidak ikut menjadi salah satu karakter fiksi tersebut. Namun, narator tersebut mengetahui apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh karakter-karakter tersebut. Mungkin bisa Anda analogikan sebagai reporter di cerita pembunuhan di atas.

Sudut pandang orang ketiga bisa dibedakan lagi menjadi Omniscient atau Limited. Kalau di Omniscient Point of View, orang ketiga tersebut mengetahui semuanya tentang seluruh karakter cerita, baik perasaannya atau pikirannya. Sedangkan yang Limited, orang ketiga itu hanya mengetahui tentang beberapa karakter saja.

Jadi manakah yang harus dipilih? Tidak ada jawaban untuk pertanyaan ini. Semua sudut pandang bisa menghasilkan cerita yang hebat, tergantung Anda sebagai penulis untuk mengolahnya.

Jadi, Anda dapat bermain-main dengan gaya cerita, nuansa cerita hanya dengan menggunakan sudut pandang yang berbeda. Cobalah mengeksplorasi cerita Anda dengan mencoba sudut pandang yang lain, mungkin akan menghasilkan cerita yang lebih baik lagi.

Selamat Menulis

oleh Didik Wijaya
copyright Penerbit Escaeva

THE DEVIL IS IN THE DETAILS

Beberapa kelemahan yang sering ditunjukkan oleh para penulis pemula adalah sedikitnya detil yang digunakan untuk memperkuat cerita. Padahal walaupun sepele, detil berguna untuk menambah kekuatan karakter ataupun memperkaya setting.

Cerita Anda akan lebih nyata kalau dibantu dengan detil. Manusia memiliki berbagai macam indera. Gunakan indera tersebut untuk membuat cerita Anda nyata di mata pembaca, di telinga pembaca, di lidah pembaca, di hidung pembaca, atau di kulit pembaca.

Masih ingat dengan penggalan cerita di dalam artikel Show, Don’t Tell? Di bawah ini akan ditampilkan lagi penggalan cerita tersebut.

Sepuluh menit lagi! Susan melirik jam bulat di dinding, sambil tangannya menyuapkan sesendok terakhir sereal kesukaannya. Ia masih sempat mencomot sari buah kotak yang ada di kulkas. Cepat-cepat ia berlari keluar rumah, masuk ke mobil, dan meluncur ke jalan. Sambil sesekali menyeruput sari buah, bibir Susan komat-kamit menghafal jawaban yang mungkin diajukan calon pewawancaranya nanti. Ia sudah menyiapkannya sejak tadi malam. Tekadnya bulat untuk mendapatkan pekerjaan itu.

Perhatikan di dalam cerita itu terdapat beberapa detil, misalnya ada jam dinding bulat, sereal, sari buah yang ada di kulkas, dll. Penggalan cerita ini menggambarkan Susan yang terburu-buru untuk wawancara, menyukai sereal, memiliki mobil. Hanya itu. Siapa sebenarnya Susan kita tidak tahu.

Sekarang perhatikan penggalan cerita yang sama di atas diberi sedikit modifikasi:

Sepuluh menit lagi! Susan melirik swatch yang melingkar manis di pergelangan tangannya, sambil tangannya menyuapkan potongan terakhir pizza peperoni. Ia masih sempat mencomot sekaleng coke yang ada di kulkas. Cepat-cepat ia berlari keluar rumah, mengunci pintu, dan segera masuk ke dalam jazz biru matik hadiah papanya, dan melaju ke jalanan. Sambil sesekali menyeruput coke-nya, bibir Susan komat-kamit menghafal jawaban yang mungkin diajukan calon pewawancaranya nanti. Ia sudah menyiapkannya sejak tadi malam. Tekadnya bulat untuk mendapatkan pekerjaan itu.

Sekarang kita bisa melihat, setidaknya kita bisa menduga, Susan berasal dari keluarga menengah atas, usianya masih muda, mandiri dan tinggal sendirian.

Sekarang perhatikan penggalan cerita yang sama di atas dengan sedikit modifikasi yang berbeda:

Sepuluh menit lagi! Susan melirik jam bulat di dinding, sambil tangannya menyuapkan sesendok terakhir nasi goreng yang dibuat mamanya. Ia masih sempat mencomot botol yang sudah diisi air putih yang ada di kulkas. Cepat-cepat ia berlari keluar rumah, tidak lupa mencium tangan mamanya, dan melompat ke jok belakang motor ojek yang sudah menunggu dari tadi, dan meluncur ke jalan. Sambil sesekali menyeruput air putih yang dibawanya tadi, bibir Susan komat-kamit menghafal jawaban yang mungkin diajukan calon pewawancaranya nanti. Ia sudah menyiapkannya sejak tadi malam. Tekadnya bulat untuk mendapatkan pekerjaan itu.

Sekarang Susan menjadi tinggal bersama orang tuanya, berasal dari keluarga menengah bawah, memiliki hubungan dengan orang tua yang baik, terlihat sebagai anak yang berbakti.

Di sini Anda tidak perlu menceritakan kalau Susan miskin, Susan kaya, Susan begini, atau Susan begitu, karena detil sudah menceritakan segalanya. Show them as details, don’t tell them literally! Jadi perhatikan detil, karena ia bisa menjadi teman atau musuh Anda. Sebagai teman, ia bisa membuat cerita Anda menyakinkan, menjadi lebih berkarakter, tetapi sebaliknya ia bisa membuat cerita Anda menjadi tidak masuk akal karena detil yang bertentangan, atau menjadi hambar miskin ekspresi juga karena detil yang sangat minim.

Apakah detil hanya berlaku bagi fiksi? Tidak. Naskah non fiksi pun harus memperhatikan detil. Apa yang Anda tulis memerlukan bukti, seperti kutipan, angka, statistik, dll. Bandingkan kalimat: “Kebanyakan anak sekarang menderita obesitas”, dengan “Setiap 55 dari 100 orang anak di bawah 12 tahun menderita obesitas”. Berbeda bukan? Ingat detil, detil, detil!

It’s true. The Devil is in the details.

oleh Didik Wijaya
Copyright Penerbit Escaeva

SHOW, DON’T TELL

Sebuah kisah yang sesungguhnya menarik, di mata pembaca bisa menjadi kurang menarik atau bahkan menjadi hambar, hanya karena teknik penulisan. Demikian juga cerita yang biasa-biasa saja bisa menjadi sangat menarik, juga karena teknik penulisan.

Perhatikan penggalan cerita berikut:

Pertama
Susan keluar dari kantor atasannya dengan sedih. Ia baru saja dipecat dari pekerjaannya.
Reaksi pembaca:
Oh, Susan baru saja dipecat.
Kedua
Mata Susan mulai memerah. Bibirnya sedikit tergetar menahan tangis yang ingin melompat keluar dari kerongkongannya. Susan menutup pintu kantor atasannya dengan pelan dan menghela napas, mencari kekuatan bagi dirinya. Ia memandang berkeliling. Ia melihat rekan-rekannya. Ia tidak akan bertemu dengan mereka lagi.
Reaksi pembaca:
Apa yang terjadi dengan Susan? Kenapa ia sedih? Apakah ia dipecat?

Kedua penggalan cerita di atas memiliki inti yang sama. Susan sedih karena dipecat. Tetapi dua cerita di atas memiliki dampak yang berbeda pada pembaca. Pada teknik penulisan pertama, pembaca mungkin sambil terkantuk-kantuk menyadari kalau Susan dipecat. Tetapi pada teknik penulisan yang kedua, emosi pembaca terpancing, pembaca tergerak untuk mengetahui lebih jauh, apa yang akan terjadi pada Susan.

Judul artikel ini menjadi jawaban mengapa inti cerita yang sama bisa menghasilkan dampak yang berbeda. Show, don’t tell. Penggalan cerita pertama memberitahukan (TELLING), seperti menonton berita malam di TV, sedangkan penggalan cerita berikutnya menunjukkan (SHOWING), menunjukkan kejadian yang terjadi, seperti apa perasaannya, dll.

Masih belum melihat perbedaannya? Perhatikan lagi dua penggalan cerita dengan inti cerita yang sama ini:

Pertama
Susan terburu-buru berangkat. Ia harus wawancara untuk pekerjaan barunya.

Kedua
Sepuluh menit lagi! Susan melirik jam bulat di dinding, sambil tangannya menyuapkan sesendok terakhir sereal kesukaannya. I masih sempat mencomot sari buah kotak yang ada di kulkas. Cepat-cepat ia berlari keluar rumah, masuk ke mobil, dan meluncur ke jalan. Sambil sesekali menyeruput sari buah, bibir Susan komat-kamit menghafal jawaban yang mungkin diajukan calon pewawancaranya nanti. Ia sudah menyiapkannya sejak tadi malam. Tekadnya bulat untuk mendapatkan pekerjaan itu.

Show, don’t Tell !

oleh Didik Wijaya
Copyright Penerbit Escaeva

THE HERO WITH A THOUSAND FACES

Salah satu buku paling berpengaruh di dunia penulisan, dan juga di dunia film adalah THE HERO WITH A THOUSAND FACES karya Joseph Campbell yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1949. Salah satu pembuat film Holywood yang pertama kali mengakui pengaruh buku Joseph Campbell ini dalam filmnya adalah George Lucas. Ia mengatakan bahwa STAR WARS yang pertama kali tayang di tahun 1970an dibuat berdasarkan ide yang ada di dalam buku The Hero With A Thousand Faces.

Joseph Campbell adalah seorang profesor Amerika yang meneliti bidang mitologi. Ia menemukan bahwa setiap mitologi di seluruh dunia, semua cerita kepahlawanan, mitos, legenda, MEMILIKI DASAR CERITA YANG SAMA. Cerita yang sama tersebut diceritakan kembali dengan berbagai variasi yang berbeda. Ia menemukan bahwa setiap cerita, secara sadar atau tidak, mengikuti pola yang sama, atau disebut juga “HERO MYTH”.

Pola cerita seorang hero di dalam THE HERO WITH A THOUSAND FACES antara lain:

1. HERO HIDUP DI DUNIANYA SENDIRI
Hero berada di tengah-tengah kehidupannya yang biasa-biasa saja atau mapan. Kadang terasa membosankan. Di Star Wars, Luke Skywalker awalnya berada di daerah sepi sebelum melanglang buana di antariksa.
2. PANGGILAN UNTUK KELUAR BERPETUALANG
Sebuah masalah atau tantangan ditunjukkan kepada Hero. Mungkin saja untuk menyelamatkan dunia, mendapatkan pedang magis, atau lainnya. Di Star Wars, pesan holografis Princess Leia kepada Obi Wan Kenobi yang mengajak Luke untuk berpetualang.
3. AWALNYA HERO ENGGAN UNTUK MENINGGALKAN DUNIANYA YANG MAPAN
Kadang dalam fase ini, hero enggan untuk meninggalkan posisinya. Mungkin ia takut menghadapi ketakutan terbesarnya, hal yang tidak diketahui tentang dunia baru. Luke menolak ajakan Obi Wan, kemudian pulang hanya untuk mendapati bibi dan pamannya dibunuh oleh prajurit Emperor. Tiba-tiba Luke tidak enggan lagi dan termotivasi untuk melakukan perjalanan.
4. HERO DIBIMBING OLEH MENTOR
Pada saat ini, muncul karakter lain yang mendorong hero untuk berpetualang, yang akan menjadi mentornya. Di Star Wars, orang ini adalah Obi Wan Kenobi yang memberikan Luke sebuah light sabre yang dulu digunakan ayahnya.
5. HERO MELEWATI TANTANGAN PERTAMANYA
Hero akhirnya memasuki dunia baru, petualangannya. Saat inilah cerita sesungguhnya dimulai. Hero akan memulai perjalanannya dan tidak ada jalan untuk kembali.
6. HERO MELALUI BERBAGAI TES DAN MENDAPATKAN TEMAN.
Hero dipaksa untuk menemui berbagai teman dan musuh dan melalui berbagai tes dan halangan sebagai bagian dari latihan. Di Star Wars, Luke berteman dengan Hans Solo dan mulai mendapat halangan dari Jabba The Hut. Luke juga mendapatkan latihan dari Obi Wan mengenai The Force.
7. HERO MENCAPAI TEMPAT PALING BERBAHAYA
Hero sampai pada tempat paling berbahaya. Kadang hero akan masuk ke daerah musuh seperti di Star Wars saat menyelamatkan Princess Leia dari Death Star.
8. HERO MENGALAHKAN TANTANGAN TERBESARNYA
Inilah saat hero berada di posisi jatuh di tempat paling dasar. Ia mungkin berhadapan dengan kondisi hidup atau mati berhadapan dengan makhluk paling dahsyat. Inilah saat paling menentukan dan paling gelap. Di sini pembaca akan berhenti menarik napas, apa yang akan terjadi selanjutnya. Saat hero seakan mati dan hidup kembali, dan berhasil mengatasi tantangan terbesarnya, saat itulah saat yang paling membangkitkan emosi pembaca.
9. HERO MENDAPATKAN APA YANG DICARI
Setelah menghadapi tantangan terbesarnya, hero akan mendapatkan harta karun yang ia cari-cari selama ini. Mungkin harta karun itu berwujud pedang magis paling sakti, atau mungkin hanya berwujud pengalaman dan pengetahuan yang lebih baik. Hero mungkin menyelesaikan konfliknya dengan teman, ayah, atau kekasihnya. Di Star Wars, Luke mengetahui bahwa Darth Vader adalah ayahnya.
10. PERJALANAN KEMBALI
Cerita belum selesai. Hero masih dikejar oleh kekuatan pemilik harta karun yang ia curi. Kadang musuh yang semula dikalahkan ternyata masih hidup. Di Star Wars, pengejaran terjadi saat Luke dan teman-temannya berusaha meloloskan diri dari Death Star.
11. KELAHIRAN KEMBALI
Fase ini adalah pengulangan dari fase sebelumnya, dimana hero harus menghadapi tantangan terbesar yang lain. Sekali lagi hero akan mengalami hampir mati dan selamat. Setelah memenangkan hal ini, hero akan menjadi manusia baru.
12. KEMBALI KE DUNIA LAMA
Hero kembali ke dunianya yang lama, sambil membawa sesuatu dari petualangannya. Mungkin itu sebuah harta atau hanya sebuah pengalaman yang membuat ia memandang dunianya secara lain.

Singkatnya, cerita tentang hero ini dimulai dari dunia yang biasa saja, dimana ia mendapat panggilan. Ia pada awalnya enggan berpetualanag, tetapi kemudian ia didorong oleh mentor untuk mengatasi tantangan pertama dan mendapatkan teman. Ia jatuh ke bagian paling dasar dan mampu mengatasinya. Ia mendapatkan pedang atau harta dan dikejar sampai ke dunia asalnya. Akhirnya ia menang dan mendapatkan pengalaman baru saat kembali hidup di dunianya.

Dengan pola ini, Anda akan dapat membuat cerita yang sesuai dengan berbagai kondisi, cerita yang dramatis, menghibur dan secara psikologis benar. Cerita yang dibuat berdasar model THE HERO WITH A THOUSAND FACES memiliki daya tarik universal. Pembedanya adalah setiap pencerita menggunakan berbagai variasi untuk menceritakan hal yang sama. Itulah mengapa, THE HERO HAS A THOUSAND FACES.

Namun, mengikuti petunjuk ini dengan kaku akan membuat cerita yang kaku pula. Hero Myth ini adalah kerangka cerita yang seharusnya dibungkus oleh cerita individual dan detail. Fase di dalam hero myth ini dapat ditambahkan, dihilangkan atau diganti urutannya.

Inti dari hero myth ini adalah yang paling penting. Gambaran tentang seorang hero yang mencari pedang ajaib, melawan naga, dsb hanyalah simbol, dan dapat diubah sesuai dengan cerita yang diinginkan. Dengan demikian Hero Myth ini mudah ditranslasikan ke dalam cerita aksi, drama, komedi, roman atau lainnya. Mentor di dalam cerita ini bukan saja penyihir, orang tua perjenggot putih, peri yang baik hati tetapi bisa saja menjadi dokter, ayah, kakek, dst. Hero modern tidak akan masuk ke dalam gua, dsb tetapi bisa saja ke luar angkasa, masuk ke dalam pikiran atau kesibukan tempat kerja.

Hero Myth ini dapat digunakan untuk menceritakan cerita paling sederhana sampai drama yang rumit. Anda dapat menambahkan karakter, dan menambahkan detail sesuai keinginan Anda.

Salah satu cerita dari Disney yang dipercaya menggunakan pola The Hero With A Thousand FAces adalah Lion King (1994). Trilogi Matrix juga dikabarkan terinspirasi dari ini juga. Sebenarnya tidak hanya Lion King, tetapi kalau Anda perhatikan benar-benar, hampir semua film dari Disney menggunakan pola yang sama, tunjuk saja Monsters Inc, Mulan, sampai film animasi terbarunya Cars, dll. Memang benar, THE HERO HAS A THOUSAND FACES.

oleh Didik Wijaya
Copyright Penerbit Escaeva

KARAKTER FIKSI YANG NYATA

Salah satu kunci dalam menulis fiksi yang baik adalah dengan menciptakan karakter yang menarik. Tidak cukup hanya dengan menarik, tetapi juga harus “believeable”.

Ketika Anda ingin membuat cerita fiksi, pertama kali yang perlu Anda pertimbangkan adalah karakter. Biasanya orang berkutat untuk mencari plot cerita. Kali ini tinggalkan plot cerita itu sebentar. Sekarang pikirkan karakter Anda. Karakter Anda yang akan menentukan ke arah mana cerita itu akan berjalan. Jika Anda memaksakan suatu karakter masuk ke dalam suatu plot cerita, justru Anda akan merusak keseluruhan karakter itu sendiri. Tetapi jika Anda membiarkan karakter “berlakon” dalam “dunia cerita”, karakter itulah yang akan menuliskan ceritanya untuk Anda. Bayangkan Anda memiliki karakter hidup yang bisa menentukan pilihannya sendiri, bukannya Anda memiliki boneka mati yang bisa Anda suruh melakukan yang Anda inginkan. Berikut ini akan ditunjukkan beberapa tips bagaimana membuat karakter yang “believeable” tersebut.

1. Karakter Anda harus memiliki sifat dan kepribadian tertentu
Setiap karakter memiliki sifat dan kepribadian masing-masing, seperti Anda juga memiliki kecenderungan kepribadian tertentu. Tidak ada seorangpun di dunia yang memiliki semua macam sifat, kecuali orang dengan “multiple personalities”. Pilihlah kepribadian karakter Anda. Anda juga bisa memilih satu, sampai beberapa macam kepribadian. Tentukan mana yang dominan. Seringkali kepribadian tersebut saling bertabrakan. Tidak masalah. Itu justru akan menambah hidupnya karakter.

2. Konsisten dengan kepribadian karakter
Anda harus konsisten dengan kepribadian karakter yang Anda pilih. Misalnya seorang yang pemalu cenderung untuk bersandar pada kelompok tertentu, atau mencari area ternyamannya sendiri. Anda juga tidak mungkin membuat seseorang yang serius tiba-tiba membanyol. Tanpa alasan yang kuat, Anda tidak bisa mengubah kepribadian seseorang menjadi berubah 180 derajat. Anda juga perlu membayangkan bagaimana seseorang dengan kepribadian tertentu bertindak. Jika Anda sudah memiliki ending atau cerita tertentu, tetapi Anda pikir karakter Anda tidak akan melakukan hal tersebut, Anda harus membuang ending tersebut. Anda harus membuat cerita Anda “make sense” sesuai dengan karakter Anda.

3. Tiada gading yang tak retak
Ada banyak penulis yang menggambarkan karakter yang ia buat dengan sangat sempurna. Karakter yang seperti ini akan menjadi karakter yang sangat membosankan. There’s always a dark side behind every man. Karakter yang manusiawi adalah karakter yang memiliki kelebihan dan juga kelemahan. Cerita Anda akan lebih hidup dengan memiliki karakter yang manusiawi.

4. Buatlah pembaca mencintai karakter Anda
Apabila Anda memiliki karakter utama, buatlah pembaca mencintai karakter Anda. Bahkan seorang karakter antagonis juga bisa menjadi karakter yang dicintai oleh pembaca. Formulanya adalah Anda harus menjelaskan siapa mereka, bagaimana mereka, apa yang mereka lakukan, alasan kuat mengapa yang melakukan hal tersebut, dan tambahkan rasa manusiawi pada mereka. Pembaca mestinya juga akan berpikir mereka juga akan berbuat yang sama pada situasi yang sama. Itu akan menumbuhkan empati pada karakter yang Anda buat.

oleh Didik Wijaya
Copyright Penerbit Escaeva

Terima kasih kepada Penerbit Escaeva atas ulasannya 🙂

Kesalahan Umum Dalam Menulis Naskah Fiksi (Clara Ng)

Ini ada kumpulan twit-nya Mbak Clara Ng yang saya pantau tadi pagi hingga siang sambil teklak tekluk audit 🙂

Lagi membaca beberapa pekerjaan dan naskah, tiba2 aku tergelitik ingin berbagi ttg kelemahan penulis fiksi pemula. Tagarnya #8kesalahan.

Ada stdknya #8kesalahan yg sering aku temui di naskah fiksi yg ditulis penulis pemula. Fiksi ada kesalahan? Ya, artinya, rumusnya ga tepat.

Kl diibaratkan buat kue, #8kesalahan naskah fiksi ini membuat naskah fiksi bantut/rusak. Kayak kue yg gak bs mengembang/mekar.

Aku mau bagi #8kesalahan yg nomor satu: ketiadaan konflik. Bnyk sekali naskah fiksi gagal yg tidak pnya konflik di dalam ceritanya

Konflik itu apa? Konflik adalah perlawanan atas sesuatu yg diperjuangkan oleh si karakter. Konflik adalah arus balik. #8kesalahan

Fiksi brsandar pd konflik, bkn pd “konsep crita”. Konsep cerita sekeren apapun bkl hncur tnp adanya konflik. Konflik adlh nyawa. #8kesalahan

Spt tangga, konflik bertahap, dr tngga bwh ke atas. Konflik jg spt bayi, brtumbuh. Konflik yg stagnan n bgt2 sja bkn fiksi mati. #8kesalahan

Kesalahn no 2 dr #8kesalahan naskah fiksi pemula adlh: pembukaan yg lemah. Pembukaan lemah artinya pembukaan yg tdk mperlihatkan konflik.

Konflik seharusnya sdh membayang muncul di pembukaan (prolog). Pembukaan yg salah adlh pembukaan yg mengabaikan/menahan konflik. #8kesalahan

Krn konflik sdh mnghantui pmbukaan dr awal naskah, maka pnyelesaiannya pun hrs kuat. Inilah kesalahn no 3 dr #8kesalahan nskah fiksi pemula.

Kesalahan no 3 dr #8kesalahan naskah fiksi pemula: penyelesaian konflik yg lemah. Lemah artinya konflik yg dibangun hanya selapis tipis.

Penyelesaian konflik yg lemah disebabkan o/ tokoh yg tdk berjuang, tp dpt pertolongan. Inilah kesalahan fiksi pemula no 4 dr #8kesalahan.

Tokoh hrs berjuang menyelesaikan mslhnya. “Mendpt pertolongan” artinya memasukkan tokoh/situasi lain yg lngsng mnyelamatkan dia. #8kesalahan

Tokoh utama blh “mendpt pertolongan” dlm situasi yg “indirect” alias tidak langsung, tp penyelamatannya BUKAN dgn “diserobot” #8kesalahan

Utk bhs awam, ini srng dsebut dgn aksi “kebetulan”. Kebetulan dlm fiksi bs sj terjd, tp kebetulan yg lebay adlh “aksi serobot”. #8kesalahan

Kesalahan no 5 dr #8kesalahan naskah fiksi pemula adlh: dialog yg garing. Kl garing, direbus saja smp lembek 😀 *nyante dikit* #8kesalahan

Dialog bertele2. Dialog haha-hihi-hehe. Dialog ke sana kemari. Semua dialog jenis itu membuat fiksi tidak bergerak ke mana-mana. #8kesalahan

Humor dlm dialog boleh, tp humor pun pny rumusnya. Ada pembukaan, ada tengah, ada kick-ass-nya. Tnp itu, humor mati dlm dialog. #8kesalahan

Lanjuuut, kesalahan no 6 pd #8kesalahan naskah fiksi pemula: kalimat2 yg tdk patuh pd aturan Bhs Indonesia. Ini bkn naskah pakai bhs Mars!

Sakiiiit hati kl ada yg berani bilang di dpnku, “Bahasa Indonesia itu gampang.” Helooow, bhs Indonesia itu susah, tauk! #8kesalahan

Dan kita smua hrs belajar bahasa Indonesia dimulai dr yg plng sederhana: SPOK atau KSPO. (Subyek, Predikat, Obyek, Keterangan). #8kesalahan

Krn bahasa Indonesia tdk mendpt perhatian, maka kesalahan no. 7 dr #8kesalahan naskah pemula adalah: tanda baca yg tdk pd tempatnya.

Kesewenang2an dlm tanda bc bs menjd bukti bhw kita adlh manusia ugal2n dlm menyetir. Knp? Hehe, krn tnd bc = rambu lalu lintas. #8kesalahan

Pnulis fiksi yg tak peduli dgn peletakkkan tnda kutip, koma, titik, titik tiga, titik koma dll akan mbuat naskah fiksi jd rusak. #8kesalahan

Dan terakhir, no 8 dr #8kesalahan naskah fiksi pemula adalah: jreng jreng jreng! Adalah… Setting yg terlupakan! Isi cerita hny dialog.

Apa itu setting? Setting adlh keadaan cerita, dr lingkungan smp suasana. Tnp kehadiran setting, cerita bkl gatot (gagal total). #8kesalahan

Nah, ada #8kesalahan umum yg srng aku temui saat bertugas memeriksa naskah2 fiksi. Don’t worry, kesalahan2 itu gk diancam hukuman neraka :))

Jadi, be happy, krn #8kesalahan naskah fiksi msh bs diperbaiki dan diimprovisasi. Bnyk2 baca buku & terus meningkatkan kualitas tulisan

Slmt melanjutkan menulis nskh & menyusuri di mana kesalahan2 itu. Aku sndr mau memeriksa naskah fiksi & mcari kesalahan2 lain :)))*bercanda*

Secuil Sukses Masa Silam

Entah, kok tahu-tahu pengen buka LINK INI.

Dan isinya adalah:

Lomba Karya Tulis “Menanggulangi Penipisan Lapisan Ozon di Atmosfer”

Kegiatan lomba yang dibagi dalam kelompok umur A (13 – 15 tahun) dan kelompok umur B (16 – 19 tahun) berhasil menjaring sekitar 125 naskah ke meja panitia.

Hasil dewan juri dari KLH, ITB, dan Pusat Bahasa Indonesia adalah :

Kelompok A

–          Juara I : Gabriel Tirtawijaya (SLTP Imanuel, Bekasi) dengan judul “Lapisan Ozon di Muka Bumi”

–          Juara II : Agatha Dwi Setiastuti (SMU St. Ursula, Jakarta) dengan judul “Ozonku Sayang Ozonku Malang”

–          Juara III : Maria Meilita (SMU St. Ursula, Jakarta)  dengan judul “Terjadinya Penipisan Ozon di Atmosfer Bumi”.

Kelompok B

–          Juara I : Rio Ramadhian (SMU Plus Negeri 17, Palembang) dengan judul “Penanggulangan Penipisan Lapisan Ozon : Implementasinya di Era Otonomi Daerah”.

–          Juara II : Bogie Fajar Suciarto (SMU Negeri 13, Jakarta) dengan judul “Menyelamatkan Ozon dengan Pajak”

–          Juara III : Alexander Arie Sanata Dharma (SMU Kolese De Britto, Jogyakarta)  dengan judul “Peranan Unsur Hidrogen Sebagai Solusi Terhadap Penipisan Ozon di Atmosfer oleh Unsur Halogen”.

Sebuah cerita sukses, masa silam. Itu tahun 2003, sekarang 2012. Sudah mau 10 tahun! Waktu memang berjalan begitu cepat 🙂