Ini bukan mau cerita nama dessa di Gunungsitoli, Nias sana ya. Ini mau berkisah tentang suka duka jadi anak (pertama) yang mudik dan bertemu keluarga.
Awalnya sih karena banyak yang tanya, long weekend kemana? nggak mudik? dan banyak pertanyaan lainnya. Ini tentu nuansa lain. Di Palembang dulu, mana ada yang tanya begitu waktu long weekend. Spare waktu itu biasanya untuk lembur (*hadohhh..) atau bersuka ria bersama sesama perantauan.
Kalau di Cikarang Jaya sini? Yah, bis ke Jawa Tengah dan sekitarnya penuh sesak menjelang long weekend. Dan saya memutuskan untuk menikmati Paskah di Cikarang saja.
Soal mudik, kenapa saya nggak mudik ke Bukittinggi?
Banyak faktor. Jujur saya agak kurang mantap kalau mudik hanya untuk ketemu Bapak Mamak saja. Adek saya ada tiga, pengennya itu ya ketemu semua. Jadilah kemarin sempat saya gilirin. Agustus 2011 ke Magelang ketemu si gadis dan si bontot. November ke Surabaya ketemu si gondrong dan sekilas ketemu si gadis dalam perjalanan pulangnya.
Dan sempat ketemu lama (seminggu, itu lama lho..) waktu mudik massal Desember silam.
Dan percayalah, bahwa berbagai mudik yang saya lakoni sejak punya GAJI, selalu berakhir dengan OVERBUDGET.
Why?
Ada perasaan hendak membelanjakan segala harta di depan keluarga. Entah ini sombong atau ingin berbakti, tipis sekali saya rasa. Tapi menjadi absurd kalau saya sudah bergaji, masih minta traktir sama orang tua, rasanya miris bagaimana gitu. Apalagi gaji saja sudah selevel sama gajinya bapak. Saya kerja 3 tahun, bapak 30 tahun. Waw yak? Hahahaha…
Misal mudik pertama lebaran 2009, budget sudah diatur sekian juta. Nyatanya bablas juga. Lalu mudik berikutnya Desember 2009, bablas banget sampai THR saya musnah seketika.
Lantas di 2010 pertengahan, sudah siap-siap budget dengan jumlah yang jauh lebih besar dari dua mudik sebelumnya. Yang ini bukan mudik sih, kumpul di Jogja saja. Hasilnya? Tetap overbudget 30%.
Lalu April 2011, seluruh bonus saya kerahkan untuk menikmati hidup indah bersama keluarga lengkap. Masih bolong juga. Gaji kepakai juga akhirnya.
Demikian pula, meski sudah berkali-kali mudik, bahkan Desember silam saya masih bablas dalam hal budget. Hanya saja, saya sudah antisipasi. Jadi ada budget level satu dan level dua. Sebutkan X Juta untuk level satu, kalaulah masih tembus, ada level dua Y Juta. Totalnya X tambah Y adalah budget sebenarnya. Setidaknya, yang Y itu nggak sepenuhnya habis. Untunglah. Manusia kan harus belajar dari ‘kesalahan’.
Dan ini pasti terjadi pada mudik orang-orang pekerja baru, sekitar 1-2 tahun bekerja. Ini saya yang agak pekok sampai nyaris 3 tahun masih overbudget saja.
Dan yang pasti over itu kalau ketemu adik-adik dalam tour ke Magelang. Hahaha.. Tapi it’s oke. Buat saya sih, beberapa ratus ribu itu nilainya masih kalah daripada kebersamaan dengan keluarga. Bahwa saya di perantauan sendirian itu menjelaskan fakta bahwa kadang keluarga itu dirindukan. Ya begitulah dunia.
Jadi, ini cuti saya masih 4, dan akan habis 1 bulan lagi (kurang). Perlu mudik? Atau perlu agenda khusus? Semua tergantung UANG-nya. Hahaha..
Salam mudik! 🙂