Dari Yakin Ku Teguh

Hah, anggaplah judul tadi mengejewantahkan makna selanjutnya. Ya, saya maksudnya mau nulis tentang Syukur. Bukan tentang Syukur teman bapak saya dulu, tapi ya tentang bersyukur. Kenapa judulnya ini? Tahu kan lagu Syukur? Itu kan dimulai dari kata-kata “Dari Yakin Ku Teguh.. dst..”

Sebuah mention masuk di twitter saya kemarin, dari seorang penulis galau juga, masuk blog teman di sisi kanan blog ini, pilih saja. Saya pikir dia hendak membagi kegalauan lagi, ternyata tidak. Dia menulis soal berbagi.

Salah satu cerita, uang sekolah seorang anak adalah 55 ribu, orang tuanya cuma mampu 25 ribu, teman saya tadi nombok 30 ribu. Sederhana sekali.

Hey! Apa makna 30 ribu sekarang?

Lihat konteks.

Saya pernah menginap dengan ironis di sebuah apartemen mewah, mau tahu harga makanan paling murah disana? 40 ribu. Untuk sepiring nasi goreng!

Saya pernah minum kopi, ya segelas kopi (saja), di sebuah warung kopi ternama, dan harga paling murahnya? 30! Dengan note di bawahnya, dalam satuan 000. Well, itu berarti 30 ribu.

Saya pernah survei untuk skripsi. Mau tahu berapa pendapatan SEBULAN sebuah keluarga? Ada yang 200 ribu, ada yang 400 ribu, ada yang 500 ribu. Itu sekeluarga lho.

Dan saya beruntung dibesarkan di keluarga yang tidak kaya raya sehingga saya paham benar makna uang semacam itu. Di kala jajan anak lain 5000, saya 2000 saja, itu sudah termasuk ongkos. Demi ngirit, pulang jalan kaki. Hehehe… Tapi itu disyukuri, karena ada yang lebih menderita dari saya.

Inilah, saya seringkali lupa. Di sela-sela kehebohan isi kepala dan rasa syok melihat isi rekening yang terus menyusut. Datang posting blog yang menyentuh macam itu. Bayangkan, gaji saya itu berapa kali lipat keperluannya anak-anak itu? Dan saya masih mengeluh? ASTAGA!

Saya sering menulis kalimat terakhir tadi, tapi seringkali lupa. Itu makanya saya perlu tulis kembali dan terus menerus. Biar ingat!

Ini hari sudah mau gajian. Saya sudah komitmen untuk menghadiri pernikahan teman di luar kota (itu ongkos), membayar tanggungan (itu ongkos juga), tapi toh gaji saya sebenarnya bahkan jauh lebih banyak daripada mamak saya. Masak sih nggak bisa? Kata retweet seorang teman barusan, “Jika kamu memberi banyak, kamu akan menerima banyak”.

Jadi, yang harus saya lakukan sekarang adalah memberi banyak dan tentunya mencari lebih banyak, supaya saya bisa menerima banyak dan HARUS memberi lebih banyak lagi.

Baiklah, mari kita lanjutkan..

….hati iklasku penuh, akan karuniamu.. dst…

Advertisement

Tinggalkan komentar supaya blog ini tambah kece!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.