Sudut Pandang Lain Yang Tetap Luar Biasa

Oke. Ini judul asli kurang kreatif. Soalnya saya memang hanya menelurkan masterpiece judul tulisan sesekali saja, dan salah satu judul yang pernah diapresiasi oleh orang adalah 30 Menit Yang Luar Biasa. Judul itu saya berikan pada sebuah posting tentang kisah saya ketika menjadi relawan pengajar dalam Kelas Inspirasi 2, 20 Februari 2013 silam di SDN 03 Palmerah.

Nah, dikarenakan saya sudah pernah menjadi relawan pengajar, maka di event Kelas Inspirasi Bekasi yang dihelat pada 11 September 2013, saya mau coba alih profesi sebagai fotografer. Baiklah, saya seorang APOTEKER, yang merangkap BLOGGER, dan sekarang saya jadi FOTOGRAFER. Uhuk. Saya jadi FOTOGRAFER tanpa tahu banyak soal konsep-konsep fotografi. Terima kasih kepada panitia yang atas dasar foto-foto di halaman ini, mau memilih saya sebagai fotografer.

Kenapa saya pengen jadi fotografer? Alasan pertama adalah karena saya sudah pernah merasakan nikmatnya mengajar, jadi pengen sudut pandang lain dalam konteks turun tangan dengan memberi inspirasi. Kedua, karena dulu saya belum punya si Eos, dan sekarang saya sudah punya si Eos yang kemarin saya bayar cicilan ketiganya.

Ya, walaupun kredit, yang penting tidak menimbulkan konspirasi kemiskinan. Tenang saja.

Jadi, bagaimana cerita saya hari ini?

Saya bangun pagi buta dari gua hantu. Eh, itu si buta. Maaf, salah. Sekitar jam 5 pagi saya sudah bangun dan harus mandi serta menggosok gigi mengingat di kos-kosan saya ada banyak anak pabrik yang berangkat jam 6. Untungnya saja, saya sudah berhasil menularkan virus inspirasi pada salah seorang anak kos yang juga adek kelas saya waktu kuliah, si Bayu. Jadi, kita sama-sama bangun lebih pagi. Bayu sendiri bertugas memberikan inspirasi soal pekerjaannya sebagai apoteker si pembuat obat di sebuah SD di Jatibening.

Jam 05.45, saya dan Bayu meninggalkan kos, dan tentu saja tidak meninggalkan kenangan. Kami berpisah di POM bensin Pintu Jababeka 2 karena dia akan naik bis, dan saya akan melajukan si BG ke Bekasi via jalur heroik bernama Kalimalang. Percayalah, 2 tahun lebih saya jadi penghuni Kabupaten Bekasi, si BG baru kali ketiga ini menginjak Kota Bekasi. Namun mengingat SD tempat saya hendak foto-foto letaknya dekat dengan jalur Kalimalang, jadi sekalian saja. Seandainya saya dapat di Bekasi Barat, mungkin akan beda kisahnya.

Perjalanan saya bisa dibilang melawan arus karena kebanyakan di jalur itu adalah orang yang tinggal di Bekasi dan hendak kerja di Cikarang. Jadi, perjalanan saya semacam santai kayak di pantai saja. Tapi sesantai-santainya, tetap saya butuh waktu 30 menitan. Saya masuk ke sebuah gang di depan BTC pada pukul 06.15, dan tugas DIMULAI.

Oya, tim saya kali ini tentu saja beda dengan yang dulu. Sekarang timnya lebih kecil dengan hanya 4 relawan pengajar dan 1 fotografer. Maksud saya daftar fotografer itu mungkin kayak Nanda dan Oka, ada dua, jadi bisa gantian. Eh, malah dapat sendirian deh. Hiyuh.

Ini dia timnya.

Kelompok 2
Kelompok 2

Kebetulan sekali bahwa di KI 2 saya kelompok 2, dan di KI Bekasi ini, kelompok 2 juga.

Ada Mbak Wulan, seorang dosen dengan basic teknik sipil. Dan kalau melihat penampilannya, saya asli nggak nyangka kalau dia punya gelar akademik yang aduhai. Paling senior di kelompok 2, tapi pasti banyak orang yang salah menerka jarak angkatannya dengan saya dan Alvan.

Ada Alvan, seorang engineer di provider telekomunikasi paling terkemuka di Indonesia.Kenapa paling terkemuka, karena saya pakai provider itu. Yah, ini sungguh alasan yang mencuatkan kontroversi hati. Latar belakang Alvan adalah Teknik Elektro.

Ada Bimo, staf di KPU. KI memang keren, sampai-sampai saya punya kenalan orang yang mengurus Pemilihan Umum gara-gara KI ini. Didapuk sebagai ketua kelompok, Bimo menjadi orang yang bertugas membawakan ID KI pada manusia-yang-tidak-datang-briefing seperti saya. Pak Ketua ini berbasis pendidikan Hukum.

Dan terakhir ada Petra. Gadis Batak dengan marga yang sama dengan guru kelas VI d SD Margahayu 22 dan tentu saja marga yang sama dengan bos saya. Marga apa itu? ADA DEH. Di KI ini, Petra akan lebih memberikan inspirasi sebagai petualang. Soal basis pendidikan, Petra adalah yang mengospek Alvan. Dunia memang sempit kayak celah sumpit.

Saya sendiri, walaupun menulis APOTEKER di ID, tapi tidak usah dihitung ya.

Empat kawan baru saya ini membawakan materi masing-masing di 3 kelas. Jadi kelas 1-2 digabung, 3-4 juga, dan demikian pula dengan 5-6. Ini tentu beda dengan yang saya alami waktu 6 kali 30 menit langsung bablas mengajar waktu di Palmerah. Dan modal mereka untuk mengajar sungguh mantap. BEDA BANGET SAMA SAYA DULU YANG CUMA BAWA KOTAK OBAT DAN SULAP PENUH DILEMA.

Oke, santai.

Manisnyaaa
Manisnyaaa

Alvan membawakan soal telekomunikasi, dan memperkenalkan anak-anak SD pada teknologi Skype. Di 3 kelas, dia melakukan komunikasi via Skype dengan teman-temannya di luar negeri. Jadilah anak-anak SD bisa dadah-dadah sama om dan tante yang ada di luar negeri sana.

Bimo sendiri, sesuai per-KPU-annya, membawakan topik pemilihan umum di kelas, mulai dari memilih buah, sampai memilih ketua kelas. Ah, tentu saja runyam. Plus, Bimo membawakan alat peraga berupa gambar-gambar tokoh, dan…

…ternyata pengetahuan anak-anak tentang Iqbal CJR lebih baik daripada pengetahuan mereka tentang Ibu Megawati. Itu fakta.

Petra membawa topi pantai, dan aneka perkakas petualangan lainnya. Dan yang jadi rebutan anak-anak itu adalah foto-foto yang cantik-cantik dari luar negeri. Saya paling terkesan sama anak ini:

Pokoknya Eiffel
Pokoknya Eiffel

karena dengan teguh kukuh berlapis stainless SS 316 mempertahankan foto Eiffel, dan dengan quote:

“Biar udah sobek juga nggak apa-apa, gue suka banget sama Eiffel…”

Iya, itu foto sudah sobek, efek dari rebutan. Hati juga kalau dipakai rebutan juga bisa sobek kok.

Dan Mbak Wulan yang paling modal dengan segala alat peraganya. Mulai dari jembatan kayu, sampai aneka gambar gedung-gedung dan bangunan ternama. Namanya anak-anak, begitu lihat barang baru, ya dirubung kayak playboy ketemu cewek caem.

Penasaran...
Penasaran…

 

Sebuah konsep bagus juga yang saya dapat dari sini adalah:

“Melewati jembatan mungkin cuma butuh 2 menit, tapi membangunnya bisa jadi butuh 2 tahun.”

Ah, mungkin demikian juga dengan membangun hubungan…

…eh, kebablasan galau.

Sebuah sudut pandang lain saya peroleh dengan menjadi orang yang bertanggung jawab untuk mengabadikan momen di Kelas Inspirasi kali ini. Kalau dulu saya punya konsep memperkenalkan profesi apoteker sebagai poin utama, sekarang justru saya menangkap senyum, tangis, dan teriakan dari anak-anak itu sebagai inti kerja saya.

Ya, senyum-senyum itu berseliweran di depan si Eos dan sampai saya lumayan sebel sama satu anak yang nongol dimanapun Eos berada. Perhatian mereka pada kamera ternyata lumayan juga, dan lumayan bisa mendistraksi perhatian yang seharusnya diperoleh oleh relawan pengajar. Yup, menjadi orang yang merekampun ternyata tidak sesederhana yang tampak.

Terimakasih Tripod
Terimakasih Tripod

Dan saya tidak akan paham kalau saya tidak menjalaninya.

Saya juga menyempatkan diri jajan di belakang sekolah dan mendapati masih ada nasi goreng harga 1000, tentu saja dengan porsi anak-anak. Dan tentu saja, nggak di PokWe, nggak di burjo, minuman saya tetap yang warna warni.

Monggo Mas
Monggo Mas

Yah, saya mencoba mencari sudut pandang lain dan saya memperolehnya. Saya juga belajar banyak soal menangkap momen pada hari ini. Sebuah pembelajaran luar biasa bagi fotografer dengan kamera masih tiga kali angsur lagi. Dan kesimpulan saya tetap sama bahwa mengajar itu sulit.

Poin utama saya juga tetap sama, bahwa tidak ada salahnya membangun mimpi anak-anak itu, yang datang dari latar belakang anak ABK, pemulung, sampai bakul tisu di bis. Memberikan inspirasi ini hanya sebuah langkah kecil dari sebuah mimpi yang besar.

Anggi Mau Jadi Guru

Satu lagi yang menjadi poin saya sejak menjadi anak KI–dibuktikan dengan 2 ID tergantung di kamar–bahwa bergaul dengan orang yang penuh semangat positif sejatinya memberikan dampak yang positif juga dalam diri kita. Ketika ada orang yang rela cuti untuk berbagi inspirasi, padahal hak cuti itu setahun hanya ada 12, apa tidak positif itu namanya?

Saya masih mendapati teman-teman yang merasa pekerjaannya bukan sebuah inspirasi, atau merasa hal semacam ini nggak penting. Masih ada, dan mungkin akan tetap ada. Tapi saya hanya hendak bilang, cobalah masuk ke wadah semacam ini, bertemu dengan orang-orang bersemangat positif, lalu perhatikan apa yang akan terjadi kemudian.

SUPER SEKALI BUKAN?

484 foto saya dapatkan dari jepretan si Eos, dan itu juga penyebab posting ini tidak sepanjang kisah saya di Kelas Inspirasi sebelumnya. Tapi percayalah, meskipun sudut pandangnya berbeda, rasanya tetap LUAR BIASA!

IMG_2422

WHOOOSHHHHH!!!!

Advertisement

3 thoughts on “Sudut Pandang Lain Yang Tetap Luar Biasa”

Tinggalkan komentar supaya blog ini tambah kece!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.