Bukan saya namanya, kalau tidak menyambung-nyambungkan. Tapi apapun, saya selalu percaya bahwa setiap peristiwa di dunia ini ada maksudnya. Tinggal kita bertanya “apa sih maksudnya?”
Awal kisah, seperti pernah saya tulis juga sebelumnya, si lappy rusak di usia jelang 3 tahun, hanya selisih sekian hari dari editor minta softcopy naskah saya–yang memang hanya disimpan di lappy.
Lalu beberapa waktu yang lalu, saya membaca twit bocah rantau bersama Mbak Lala Purwono, soal buku antologi indie yang go mayor. Yeah, turut bergembira. Dan saya akan beli itu buku kalau udah keluar. Dan kemudian saya bertanya tentang naskah buku saya–dalam hati.
Lalu lagi, kemarin saya dapat kabar dan sedikit tanya-tanya dari editor, tentang naskah saya, yang bercerita tentang si Alfa. Saya ingat banget bab-bab awal naskah itu menceritakan awal kisah rusaknya Alfa.
Kerusakan pertamanya adalah selang karburator yang bocor. Hal itu bahkan menjadi inti di Bab (Bukan) Idola Indonesia.
Dan hanya 4 jam sesudah saya menjawab tanya-tanya dari editor, eh si BG berulah dengan mengucurkan bensin tiada henti dari selang karburatornya. Yang bikin ngelus dada adalah yang mengucur itu Shell Super seharga Rp. 9,800 yang baru dibeli. -_______-”
Total jenderal–sampai pagi–ada kali Rp. 30,000 yang mengucur lalu menguap, belum lagi meluap ke busi dan ke knalpot.
Belum lagi, itu si BG baru tak servis di AHASS hari Sabtu. So, can I believe AHASS again after this incident? Entahlah. Tapi faktanya, sejak saya berpisah dengan Alfa, saya nggak pernah lagi kontak dengan karburator, selang bensin, klep, jarum, dan segala tetek bengek permotoran lainnya. Dan menjelang kisah si Alfa memasuki babak baru, eh tangan saya belepotan Shell Super.
Semoga kisah benda-benda mati ini penuh ironi ini cukup sampai disini. Amin.
😀
sabar dik bro.. akan indah pada waktunya.. itu cuma ‘cubitan’ Tuhan saja mungkin..
LikeLike