Kontraktor

Sesungguhnya saya punya masa kecil yang maha asyik. Kenapa? Karena saya punya banyak kenangan dengan banyak rumah, sejak lahir hingga kelas 3 SD. Ah, cuma 8 tahun kan ya? Well, 8 tahun mungkin sebuah rentang waktu yang singkat, dan saya bersyukur itu bisa berhenti di angka 8. Tapi dalam 8 tahun tumbuh kembang saya, kemudian muncul berbagai cerita.

Kenapa saya punya banyak kenangan dengan banyak rumah? Ya, semata-mata karena orang tua saya memilih untuk mengontrak rumah sebagai pemenuhan kebutuhan primer keluarga. Sesederhana itu kok.

Nah, kemarin waktu mudik sejenak, saya mencoba menapaktilasi beberapa kenangan yang saya punya dalam rentang waktu hidup 8 tahun itu.

Rumah pertama keluarga kami ada di Inkorba, saya pernah sekali ditunjukkan rumah itu tapi tidak bisa mengingat letak rumah itu sebenarnya karena ya memang saya terlalu kecil untuk ingat. Jadilah saya tidak pergi ke rumah itu, karena memang tidak tahu.

Rumah kedua yang dikontrak oleh orang tua saya terletak di dekat kantor walikota Bukittinggi. Saya aslinya ya nggak ingat, tapi ketika Bapak bilang bahwa rumah di Belakang Balok ini nggak jauh dari kantor walikota, saya pun segera ke tempat itu, dan ada lah sedikit memori yang masih nyangkut. Setahu saya, periode tinggal disini sekitar 1988-1989. Well, umur yang belum bisa mengingat apapun. Hehehe.. Dan karena itu saya juga nggak tahu pasti rumahnya yang mana, saya coba ambil foto salah satu rumah saja, karena lainnya mirip kok.

image
dokumentasi pribadi

Kemudian keluarga kami pindah ke sebuah rumah di jalan Guru Hamzah. Fotonya ada di bawah ya nanti. Rumah ini terdiri atas 2 bagian, depan dan belakang. Pada sesi 1, sekitar 1990-an, kami tinggal di rumah bagian depan (lihat fotonya di bawah nanti). Tidak cukup lama juga sih.

Rumah berikutnya tidak jauh dari rumah lama, letaknya tak jauh dari Simpang Tarok. Di rumah ini saya mulai merekam berbagai memori. Bagian terburuk dari semuanya adalah, dari sederet rumah yang ada, hanya ada 1 tempat buang air besar. Sungguh saya harus bilang WOW kalau sekarang, tapi kalau dulu ya biasa aja. Tempatnya bahkan teramat mungil hingga berdiri pun tidak bisa. Di rumah ini pula keluarga kami berbagi sumur dengan tetangga. Pernah pula ada kasus pintu tidak bisa dibuka, dan yang terjadi kemudian adik saya masuk ke rumah melalui sumur tetangga. HEBAT! Oya, di rumah ini pula saya terserang vertigo untuk pertama kalinya 😦

image
dokumentasi pribadi

Nah, rumah di bawah ini adalah rumah yang dikontrak (berikutnya). Kalau dulu di bagian depan, ya yang ada seng hijau itu. Itu rumah depan. Pada sesi dua disini keluarga kami mengontrak di bagian belakang dengan kondisi yang *ehm* mungkin bisa dibilang parah. Hal yang paling saya ingat adalah ketika malam hari, mati lampu, dan ember berserak dimana-mana karena atap pada bocor.

image
dokumentasi pribadi

Rumah kontrakan terakhir keluarga kami ada di Kompleks Kehutanan Bukittinggi. Saya berputar-putar dulu sebelum akhirnya sampai ke tempat ini kemarin. Tentunya karena kondisinya sudah sama sekali lain. Jalan masuk kompleks yang dulu luas semakin menyempit oleh pembangunan pasar. Nggak ada lagi akses langsung ke ‘tabek’ tempat warungnya nenek si Sari. Setahu saya, kami tinggal disini sekitar 1994 karena ingat bener bahwa mulai nonton Piala Dunia disini, dan saya menyaksikan Roberto Baggio menendang ke atas gawang (gagal masuk). Itu kan final Piala Dunia 1994?

Rumah ini mungkin paling ironis, atau mungkin menjadi ironis karena usia saya sudah semakin besar untuk bisa mengingat sesuatu. Ya, di rumah ini saya kenalan sama lipan karena seringnya hewan ini masuk rumah. Di rumah ini juga saya kembali bertemu dengan kondisi WC bersama untuk buang air besar. Bahkan sering kejadian WC bersama itu mampet. Dan, terjadilah, harus cari akses lain untuk sekadar buang air besar. Hufftttt… Di rumah ini juga saya punya 1 ruangan yang saya takuti, letaknya antara kamar dan dapur, dan digunakan untuk meletakkan rak sepatu. Entah kenapa, saya ngeri setiap kali memasuki ruangan itu.

Tapi, di kompleks inilah saya menemukan makna berteman. Satu-satunya pergaulan publik yang terjadi selama tinggal di rumah, ya di kompleks ini. Saya ingat dulu tetangga depan rumah punya warung, saya suka beli godok atau permen yang bungkusnya mirip rokok.. Hehe.. Tapi yang paling diingat tentu saja tetangga sebelah rumah, namanya Ade, yang cantik jelita pada usia itu. Hahahahaha..

Saya sempat pangling dengan suasana rumah sebelum kemudian saya melihat ke bagian belakang rumah. Dan benar, saya ingat benar, pernah tinggal di tempat ini setelah melihat bentuk di bawah ini.

image
dokumentasi pribadi

Tahun 1995, keluarga kami pindah ke sebuah rumah kecil, yang syukurlah, milik sendiri. Cicilannya belasan tahun, dan sepertinya sih belum 2-3 tahun ini lunasnya. Hehe..

Saya mencoba menapaktilasi semuanya, karena ini adalah milestones diri saya dan keluarga. Saya berada dalam posisi membangun semuanya, seperti yang dialami oleh orang tua saya dulu. Saya ingat bagian-bagian perjuangan orang tua saya mempertahankan kehidupan anak-anaknya, dengan gaji yang (waktu itu) nggak seberapa.

Well, ketika kemudian orang-orang selalu menuntut gaji jauh lebih besar, saya lantas teringat proses saya bisa menjadi sarjana, lalu apoteker, lalu seperti sekarang ini. Semuanya proses yang tidak mudah, tapi nyatanya bisa. Lalu saya bertanya, apakah kita harus selalu menuntut tanpa kemudian memilih berusaha terlebih dahulu?

Kontraktor adalah kisah masa kecil saya, dan saya ingat ketika adik saya pernah bilang, “Mak, ini terakhir kali kita pindah kan?”

Ah! Sebuah masa lalu memang untuk DIKENANG, bukan untuk DIULANG.

🙂

Advertisement

4 thoughts on “Kontraktor”

Tinggalkan komentar supaya blog ini tambah kece!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.